Perdebatan Sengit soal Atlantis: Arkeolog vs Periset Filosofis

13 Januari 2019 10:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Atlantis. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Atlantis. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Ibarat memasuki labirin, para peneliti dari berbagai disiplin ilmu berupaya untuk memecahkan misteri negeri Atlantis yang 'hilang'. Berawal dari sebelum masehi hingga kini, era modern yang penuh kemajuan teknologi.
ADVERTISEMENT
Atlantis dianggap sebagai mitos oleh mereka, yang menganut aliran positivisme. Sesuatu ada karena terlihat. Masa lalu ada karena ada peninggalannya di masa kini.
Sementara mereka yang memercayai keberadaan Atlantis juga tak mau kalah. Ada yang bahkan meneliti berpuluh-puluh tahun untuk membuktikan apa yang diucapkan Plato pada abad 4 SM itu.
Dalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sejarah, hal ini wajar. Melalui empat metodologi sejarah yakni heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi, semua menjadi serba mungkin, serba bisa diperdebatkan, serta tak bersifat abadi.
Ketika menulis sejarah, bagian verifikasi sendiri terbagi menjadi dua yakni kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern adalah bagaimana kita memahami sebuah manuskrip berdasarkan otentisitas bentuk dan gaya penulisannya. Sementara kritik ekstern adalah kita mendalami bagaimana bentuk suatu sumber sejarah, dari mulai asal bahan hingga ketahanan jenis kertasnya.
ADVERTISEMENT
Untuk memahami Atlantis, memang perlu ada perhatian khusus. Bagi mereka yang percaya, tentu akan membeberkan kecocokkan bukti-bukti. Sementara bagi mereka yang menganggap Atlantis hanya khayalan, kerap bersikap sangat apatis.
Prajurit bawah laut siap menyerang (Foto: Warner Bros.)
zoom-in-whitePerbesar
Prajurit bawah laut siap menyerang (Foto: Warner Bros.)
kumparan mencoba membeberkan pengetahuan dari mereka yang percaya akan adanya Atlantis dan dia yang menolak pendapat Plato sebagaimana tertulis di bukunya 'Timeaus dan Criteas'. Bukan untuk mengadu domba, hanya untuk memberikan gambaran yang lebih jelas soal Atlantis yang kembali ramai diperbincangkan menyusul laris manisnya film keluaran DC 'Atlantis'.
Ada dua orang yang kumparan wawancarai. Mereka memiliki kapasitas, pengetahuan, dan pengalamannya di bidangnya masing-masing.
Dia yang percaya akan keberadaan atlantis adalah Ahmad Yanuana Samantho, lulusan Magister Filsafat yang sudah puluhan tahun melakukan riset terkait Atlantis. Sementara dia yang menganggap Atlantis hanyalah khayalan adalah Bambang Budi Utomo, ahli arkeologi sekaligus Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
ADVERTISEMENT
Percaya dan Menolak Cerita Plato
Dalam bukunya yang ditelurkan abad 4 SM, Plato menyebut adanya Atlantis. Meski tak menyebut lokasi persisnya di mana, Plato mengungkapkan bahwa Atlantis merupakan peradaban besar di dunia yang menginspirasi kebangkitan Eropa.
Plato menggambarkan Atlantis adalah kerajaan yang memiliki armada angkatan laut yang kuat. Persenjataannya modern dan ekonomi ditopang melalui berbagai cara dari pertanian hingga perdagangan.
Ahmad Yanuana Samantho, penulis buku 'Peradaban Atlantis Nusantara' menjelaskan, apa yang disebutkan Plato sangat detail dan logis, Ia juga menyebut apa yang disebutkan Plato bukan bualan karena dipercaya oleh lebih dari 5.000 sarjana usai murid dari Socrates itu membeberkan soal keberadaan Atlantis.
"Plato itu dengan sangat jujur dan detail sekali menjelaskan ciri ciri peradaban maju zaman dulu itu. Meski dia tidak tahu persis lokasinya di mana, tetapi apa yang diceritakan Plato meyakinkan karena itu terjemahan apa yang ia dapatkan dari Mesir," ujar Samantho saat berbincang dengan kumparan di kediamannya di Parung, Bogor, Jumat (11/1).
ADVERTISEMENT
Samantho yang memang mengagumi filsafat dan mendalaminya sejak SMA meyakini, ucapan Plato bukan isapan jempol belaka. Sebab, apa yang dijelaskan Plato sangat relevan dengan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini.
Misalnya soal sistem negara dan sistem kanal di sungai-sungai. Terkait dengan konsep negara, lanjut Samantho, ia terinspirasi dengan konsep Atlantis.
Plato (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Plato (Foto: Wikimedia Commons)
Konsep negara yang dimaksud Samantho adalah konsep Republik. Setelah menulis soal Atlantis, lanjut dia, menulis 'Filsafat Republik'. Bagi Plato Atlantis adalah sebuah kerajaan yang dipimpin King Philosopher yang hingga saat ini menjadi konsep bernegara banyak negara di dunia.
"Artinya raja yang bukan hanya sekadar berkuasa dan kuat secara militer dan ekonomi tetapi juga cerdas secara otak dan arif bijaksana. Jadi negeri ini dipimpin oleh para pandita, para filosof," ungkap Samantho.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Bambang Budi Utomo berpendapat, apa yang diceritakan Plato hanyalah khayalan semata. Menurutnya, tidak mungkin di masa SM Plato bisa mengetahui apa yang terjadi di belahan bumi lain tanpa mengunjungi tempat tersebut.
Bambang menyebut, apa yang dikemukakan Plato hanyalah fiksi belaka. Sebab, Plato tidak memiliki teknologi atau kekuatan super untuk mengungkap keberadaan Atlantis.
"Saya pikir enggak masuk akal, Di zaman itu kan jaringan komunikasi seberapa sih? Kalau sekarang ada intenet aja kita enggak langsung tahu kejadian di Tiongkok atau Eropa gimana. Zaman dulu pengetahuannya Plato paling ya cuma sekitar tempat ia tinggal," ujar Bambang saat ditemui di kantornya di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (10/1).
Menurutnya, cerita dari Plato hanyalah dongeng semata. Jangankan secara bukti fisik, secara logika apa yang disampaikan cucu dari Solon itu tidak dapat diterima akal sehat.
ADVERTISEMENT
Kalaupun Plato mengetahui kejadian di wilayah lain, lanjut dia, paling jauh ke pulau seberang. Atau ia mendapatkan cerita dari Athena sampai Mesir, tempat yang sudah populer di zaman itu.
"Katakanlah di Mesir ada Piramid, dia bisa cerita oh di negeri itu ada Piramid. Karena ia pernah ke situ," tuturnya.
Ahmad Yanuana Samantho, Peneliti dan Penulis buku Peradaban Atlantis Nusantara. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Yanuana Samantho, Peneliti dan Penulis buku Peradaban Atlantis Nusantara. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Soal Bukti Peninggalan Atlantis
Bambang selalu bertanya kepada mereka yang mempercayai Atlantis benar-benar ada. Apakah ada peninggalan dari Atlantis yang masih ada hingga kini?
Ia mengaku, sama sekali tak tertarik untuk meneliti soal Atlantis. Sebab, Atlantis baginya hanya berada di dunia ide.
"Secara arkeologis begini, kalau Atlantis merupakan kerajaan yang besar yang berada di pulau besar katakanlah benua, itu dia ada peradaban yang ditinggalkan. Dan itu pengaruhnya ke pulau atau wilayah sekitarnya. Katakanlah di sekitar gunung api Santorini, berarti seharusnya ada pengaruh peradaban ini ada di Yunani, ada di sekitaran Mesir," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara hingga saat ini, ia belum pernah melihat atau membaca karya yang membeberkan adanya bukti fisik peninggalan Atlantis. Seperti yang pernah ia teliti soal tembikar Arikamedu India yang juga ada di Pulau Jawa.
"Kalau ada tembikar, barang yang ada di seluruh dunia, baru kita percaya. Sekarang jangankan bicara itu, Atlantis itu ada atau enggak aja kita belum tahu," ujar Bambang.
Sementara itu Samantho yang percaya Atlantis, sering ditertawakan oleh teman-teman dekatnya karena berbicara banyak soal Atlantis. Tak cuma bicara, ia bahkan sudah menulis buku 'Peradaban Atlantis Nusantara' yang terbit pada 2011.
Ia mengaku tak pernah sakit hati ataupun marah terhadap mereka yang menertawakannya. Justru dia menyebut mereka yang tak percaya sedang menutupi sejarah besar.
Bambang Budi Utomo, Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Indonesia. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Budi Utomo, Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Indonesia. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Ia sangat memahami bahwa mereka, terutama arkeolog, sering mempertanyakan apa bukti fisiknya Atlantis itu benar-benar ada. Namun sekali lagi ia menegaskan bahwa apa yang ditelitinya disertai bukti-bukti yang kuat.
ADVERTISEMENT
Samantho kemudian membeberkan beberapa bukti fisik yang menjelaskan adanya Atlantis. Lebih spesifik ia menyebut Atlantis ada di Indonesia.
"Mereka menyebut tidak ditemukan istananya di mana, bangunanya di mana dan sebagainya. Kami tidak terlalu bereaksi negatif terhadap serangan itu karena kita yakin ada itu. Bukan cuma yakin tapi sudah ada bukti bahwa peninggalan Atlantis ada di kita," ujar dia.
Di buku yang ia tulis ia membeberkan adanya kesamaan artefak yang ada di Indonesia dengan peradaban kuno sebelum masehi. Misalnya, bangunan megalitik atau patung di Lampung, patung mirip Ester asal Samudra Pasifik di Teluk Bada, Sulawesi di Sulawesi
Ia menjelaskan, ada juga temuan topeng logam campuran di Goa Made di Jombang. Setelah diteliti di Italia, lanjutnya, umurnya ternyata puluhan ribu tahun.
ADVERTISEMENT
"Puluhan ribu tahun lalu bangsa kita sudah mempunyai teknologi metalurgi. Sudah mengerti mineral batuan yang mengandung logam yang bagus sudah ada pelaburan yang jadi topeng. Itu banyak sekali bukti kalau kita mau berpikiran terbuka menerima," urai dia. (Pembahasan soal perdebatan Atlantis ada di Indonesia lebih lengkap ada di tulisan berikutnya).
Pseudo Science atau Menentang Sejarah Baru
Samantho mengaku, tak pernah menyerang balik pihak-pihak yang telah menertawakan atau meremehkannya. Dia menyadari bahwa gaya berpikir para arkeolog atau sejarawan kebanyakan dipengaruhi oleh Barat.
"Memang senjata yang dipakai untuk keyakinan bahwa Atlantis ada itu muncul dari para arkeolog, para sejarawan yang terdidik dengan pola pikir barat. Historiografnya, standarnya barat. Di mana sesuatu itu atau peradaban itu dapat dibuktikan kebenarannya dengana prasasti atau artefak fisik.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, kalau tidak ada prasasti, tidak ada manuskrip, arkeolog dan sejarawan tidak percaya. "Terutama paradigma positivistik yang harus ada bukti kerasnya dulu. Padahal yang tadi saya sebutkan buktinya sudah banyak," ujar dia.
Salah satu cara yang dia lakukan untuk meyakinkan orang-orang termasuk kaum berpendidikan bahwa Atlantis itu ada, dengan menggelar konferensi berskala internasional tahun 2010 di Bogor. Di sana ia mengundang beberapa ahli seperti dokter genetika yang menulis Atlantis Stephen Oppenheimer, ada juga putra Profesor Arsyion Santos, peneliti asal Brasil, Frank Joseph Hoff, hingaa Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu Jimly Asshidiqie.
Ilustrasi Atlantis. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Atlantis. (Foto: Wikimedia Commons)
Konferensi itu berawal dari tulisan mendalamnya soal Atlantis di majalah 'Medina' pada tahun 2010. Saat itu menurutnya banyak tokoh politik di negeri ini yang tertarik untuk mengungkap misteri Atlantis, termasuk salah satunya Dede Yusuf, wakil gubernur Jawa Barat saat itu.
ADVERTISEMENT
"Pada tahun 2010 rupanya yang saya tulis ini terbaca oleh beberapa tokoh penting di Indonesia termasuk Dede Yusuf wagub Jabar yang jadi sponsor konferensi, ada juga Jimly Asshiddiqie, yang tertarik akan hal ini," tuturnya.
Seiring berjalannya waktu, semakin tahun semakin banyak yang ingin tahu soal Atlantis. Bahkan buku yang ia tulis, kata dia, best sellers dan sudah dicetak ulang sekitar enam kali.
"Saya juga dapat berkah karena menguak soal Atlantis ini, alhamdulillah," ujarnya.
Di lain sisi, Bambang Budi Utomo tetap merasa Atlantis adalah fiksi. Mereka yang telah menulis buku berlembar-lembar seperti Santos, Oppenheimer dan juga Samantho hanya menulis sesuatu yang bersifat pseudo science.
Ilustrasi Atlantis. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Atlantis. (Foto: Shutterstock)
Baginya, semua orang berhak dan bisa untuk menulis buku setebal apa pun. Namun yang lebih penting adalah apakah masyarakat menjadi tercerdaskan atau tidak karena buku tersebut.
ADVERTISEMENT
"Yang berbahaya itu orang orang yang bukan arkeolog tapi dia itu berusaha menjelaskan kebudayaan dari kacamata arkeologi padahal dia enggak menguasai arkeologi. Jadinya science fiction atau pseudo science," tutur dia.
Santos merupakan seorang profesor di bidang nuklir yang memang menggemari filsafat. Dia juga berjalan ke beberapa negara seperti Yunani, Italia hingga Mesir untuk membuktikan cerita Plato.
Namun bagi Bambang, apa yang diteliti Santos selama 20 tahun tidak bisa dijadikan patokan apakah Atlantis itu nyata atau fiksi. Justru ia menggolongkan buku Santos sebagai buku pseudo science itu tadi.
"Bisa-bisa saja orang nulis buku sampai tebelnya seperti apa. Sampai dia punya angan-angan, fiksi ilmiah bisa aja. Buku Santos yang berjudul Atlantis: Atlantis: The Lost Continent Finally Found' itu tergolong fiksi ilmiah," ungkapnya.
ADVERTISEMENT