Perjalanan Abdul Wahab dari Santri hingga Jadi Delegasi NU

6 Mei 2018 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Nasib seseorang tak ada yang tahu. Tidak jarang kita menemukan orang sukses dengan masa lalu pahit. Seperti seorang warga asal Tegal, Jawa Tengah, Abdul Wahab (29) menyelesaikan pendidikan menengahnya di SMP terbuka yang dikhususkan untuk anak kurang mampu. Namun akhirnya tidak lulus di tahun 2007. Sedih pasti dirasakan, namun Wahab tetap tegar.
ADVERTISEMENT
"Sedih. Tetapi biasa saja lulus nggak lulus itu kan hanya sebuah proses, perjalanan masih panjang enggak berhenti di situ," kata Wahab.
Setelah tak lulus SMP, Wahab dimasukan ke pesantren oleh orang tuanya. Dia belajar di sana selama lima tahun.
Masa-masa di pesantren adalah perjuangan yang tak mudah bagi Wahab. Dia mengaku hidup prihatin karena uang saku dari orang tuanya sangat minim.
“Teman-teman zamanku itu dikasih sangu dari orang tua minimal Rp 200 sampai Rp 300 ribu buat bayar SPP dan lainnya. Aku satu bulan cuma dikasih Rp 50 ribu," kata Wahab.
Meski demikian, Wahab tak lantas patah arang. Ia mengaku bangga dengan orang tua yang tetap menyekolahkan dirinya meski keadaan ekonomi mereka sangat kekurangan. Pelajaran yang didapatnya pun tak hanya pendidikan umum tapi juga pendidikan agama.
ADVERTISEMENT
“Terlebih bekal pendidikan agama yang enggak buat di dunia aja,” ujar Wahab.
Selama di pesantren Wahab giat belajar hingga menjadi santri yang berprestasi. Meskipun sering tak punya buku, dia berusaha meminjam kepada kakak kelasnya.
Abdul Wahab santri yang sukses bangun media online (Foto: Irish Tamzil/kumparan)
“Karena kerja keras itu dan berusaha, belajar giat tiap tahun, itu aku juara satu. Pidato juara satu, baca kitab kuning juara satu, pokoknya begitu bertahun-tahun," tutur Wahab.
Memasuki tahun kelimanya di pesantren, orang tua Wahab berencana memasukkan adiknya di sekolah yang sama. Di situ Wahab menyadari dia harus mengalah karena biaya yang akan dikeluarkan orang tuanya semakin membengkak.
“Aku kan kasihan, aku aja di pesantren begitu, orang tua udah seperti itu dan ditambahin adik. Akhirnya aku ngalah dong, udah saatnya gantian, kasihan orang tua,” jelas Wahab.
ADVERTISEMENT
Tak lama keluar dari pesantren, Wahab memutuskan untuk merantau ke Jakarta, padahal dia tidak punya pengalaman sama sekali. Bermodalkan uang pinjaman, dengan penuh tekad Wahab berangkat ke Jakarta. Dari situ lah perjalanan hidup Wahab dimulai.
“Bermodalkan pinjaman uang Rp 60 ribu, satu orang ada yang pinjamin Rp 60 ribu ada yang Rp 50 ribu. (Total) Rp 120 ribu kalau gak salah aku bawa, hanya bismillah aku ke Jakarta tapi di sana ada kakak,” bebernya.
Beragam pekerjaan dilakoninya. Wahab pernah menjadi cleaning service, tukang sapu jalanan, juga penjaga kos-kosan. Hingga dia menjadi kuli bangunan di Senen dan menemukan toko arloji. Dari situ dia memutuskan untuk menjual arloji melalui Facebook di tahun 2013.
ADVERTISEMENT
Di Facebook dia kemudian berkenalan dengan seseorang bernama Sanuri yang mengaku baru saja bangkrut. Sebagai santri Wahab memberikannya wejangan dan motivasi. Akhirnya mereka berteman baik, dan mengajak Wahab untuk bangkit dengan membuka usaha kitchen set hingga mendapat proyek di Papua.
Dari proyek itu Wahab banyak belajar di Papua. Dia akhirnya menjadi Delegasi Nadhratul Ulama (NU) Papua dan tinggal di sana selama dua tahun. Pada 2016 Wahab kembali ke Jawa.