Perjuangan Izhak yang Mundur dari ITB demi Mengasuh 9 Adiknya

20 Desember 2017 16:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Izhak dan adik-adiknya. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Izhak dan adik-adiknya. (Foto: kumparan)
ADVERTISEMENT
Perjalanan hidup mantan mahasiswa ITB asal Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Muhammad Izhak, begitu menggugah. Kisahnya kehilangan kedua orang tua, harus mengurus 9 adiknya, dan memutuskan meninggalkan bangku kuliah, mengetuk hati setiap orang yang mendengarnya.
ADVERTISEMENT
Izhak sebelumnya adalah mahasiswa jurusan Teknik Kimia ITB angkatan 2013. Dia berhasil lolos di salah satu kampus terbaik di Indonesia itu melalui jalur beasiswa bidikmisi. Kemampuan akademiknya tak perlu diragukan lagi.
Namun pada Maret 2016 dia memantapkan tekad untuk mengundurkan diri dari ITB. Izhak memilih pulang ke kampung halaman untuk mengurus keluarga, karena ibunya, Samiah, menderita sakit tumor. Kala itu kondisi kesehatan ibunya terus memburuk dan membuatnya tak fokus belajar. Tak terhitung berapa kali Samiah bolak-balik ke rumah sakit untuk mengobati tumor yang dideritanya.
"Surat pengunduran diri Saudara Izhak ditandatangani Rektor ITB pada 30 Maret 2016. Alasan tertulisnya dia mengaku kesulitan mengikuti proses akademik di ITB," kata Direktur Pendidikan ITB Yuli Setyo Indartono saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Rabu (20/12).
Izhak dan adiknya. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Izhak dan adiknya. (Foto: kumparan)
Yuli menjelaskan, Izhak menyelesaikan program Tahap Persiapan Bersama (TPB) selama 2 tahun. Dia menggunakan waktu maksimal karena harus mengulang beberapa mata kuliah. Menurut Yuli, normalnya mahasiswa ITB menyelesaikan TPB dalam 1 tahun, meski maksimal waktu yang diberikan adalah 2 tahun.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak tahu persis kenapa (nilai-nilainya menurun) karena potensi akademiknya bagus. Bisa saja memang masalah beban keluarga menjadi beban pikiran juga, sehingga akademiknya tidak mulus," kata Yuli.
Setelah sekitar setahun fokus mengurus ibunya, kabar yang tidak diharapkan itu terjadi. Pada 13 Februari 2017 Samiah meninggal dunia.
Malangnya, 9 bulan kemudian ayah Izhak, Ilyas, juga menyusul kepergian ibundanya. Sehingga kini ia dan adik-adiknya yatim piatu. Mau tak mau, sebagai anak sulung, Izhak harus mengambil peran sebagai ayah dan ibu bagi 9 adiknya.
Kini Izhak dan adik-adiknya mengandalkan kebutuhan hidup mereka dari hasil penjualan gula aren yang telah mereka tekuni sejak sang ayah masih hidup.
Kesepuluh kakak-beradik itu tinggal di rumah panggung kayu yang sangat sederhana peninggalan dari orang tua mereka. Izhak memiliki 5 adik perempuan dan 4 adik laki-laki. Adik kedua Izhak, Hasnawati (20) saat ini menempuh studinya di STAIN Pare-Pare.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Aslang (18) berhenti sekolah sejak kelas empat SD, Rasmiani (13) dan Padila (12) sama-sama duduk di bangku kelas satu dan dua MTS DDI Basseang, Mutmainna (11) kelas VI, Ismail (10) kelas IV, Nuralia (7) kelas dua, dan mereka bersekolah di SD 002 Basseang. Lalu ada Abdullah Hanif (6) yang masih duduk di bangku TK Basseang. Terakhir ada si bungsu Muh Khaerul Ahfan yang saat ini berumur satu tahun tujuh bulan.