Pimpinan MUI: Bisa Baca Quran tapi Tak Sejahterakan Rakyat, Buat Apa?

30 Desember 2018 11:09 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
Gedung Majelis Ulama Indonesia (Foto: Diah Harni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Majelis Ulama Indonesia (Foto: Diah Harni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi inisiatif dari Ikatan Dai Aceh yang berencana mengundang capres dan cawapres ke Tanah Rencong untuk mengikuti tes membaca Al-Quran. Menurut MUI, masih ada hal-hal penting yang harus menjadi fokus capres dan cawapres dibanding tes tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kepemimpinan nasional ini diharapkan program-program yang sangat konkret. Yang pertama terkait kesejahteraan ekonomi. Misalnya saat ini Indonesia sedang mengalami kesenjangan sosial ekonomi. Sangat parah di zaman SBY terus Jokowi mencoba ikhtiar, terus turun satu digit," kata Ketua Bidang Infokom MUI Masduki Baidlawi saat dihubungi, Minggu (30/12).
"Menyelesaikan persoalan ekonomi, pengangguran, menyelesaikan persoalan disparitas pendidikan, menyelesaikan persoalan keadilan hukum. Saya kira itu yang diharapkan masyarakat," sambungnya.
Masduki menambahkah, dalam ajaran Islam ada kaidah fiqih yang menyebut kriteria keberhasilan seorang pemimpin itu sangat terletak pada seseorang itu menyejahterakan rakyatanya atau tidak. "Jelas jadi dalam memimpin garis -garis dasarnya itu kesejahteraan rakyat," ungkapnya
Ilustrasi Alquran (Foto: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Alquran (Foto: Pexels)
.
Ia kemudian membeberkan pemimpin harus menjamin rakyatnya dapat menjalankan tujuan beragama seperti yang dirumuskan Imam Ghazali dan beberapa ulama besar lainnya. Ada lima prinsip dasar dan tujuan beragama yang harus dibawa oleh seorang pemimpin.
ADVERTISEMENT
"Yang pertama itu menjaga hak-hak dasar beragama. Jadi tidak boleh orang beragama diganggu. Tidak boleh orang beragama diisukan orang beragama, yang kemudian jadi konflik satu dengan lain. Yang kedua itu menjaga agar warganya dapat berketurunan. Yang ketiga itu menjaga orang itu punya harta dalam kondisi aman di manapun dia berada. Menjamin hak melakukan perdagangan, transaksi," urainya.
"Yang keempat itu menjaga akal orang. Itu pendidikan. Itu mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang kelima menjaga keadilan, bagaimana pemimpin bisa menciptakan keadilan untuk rakyatnya. Intinya bahwa itu dinamakan maqasidus syariah, itu artinya tujuan syariah itu begitu. ," imbuh dia.
Jadi, menurutnya, usulan capres dan cawapres tes baca Al-Quran itu penting tetapi ada yang lebih penting daripadanya. Ia mengatakan, memenuhi tujuan hidup masyarakat secara keseluruhan lebih utama.
ADVERTISEMENT
"Al-Quran itu kalau cuma baca tapi enggak dilaksanakan itu apa? Kalau tujuannya itu kan harus dilaksanakan. Tujuan dasar itu yang utama menciptakan kesejahteraan. Itu lebih penting yang harus jadi komitmen. Hal hal yang sifatnya kulit, hal yang sifat artifisial, hal hal yang jadi gontok gontokkan di media sosial, semua itu merendahkan dan mendangkalkan pendidikan politik dan menjauhkan umat dari hal yang utama," katanya.
Sementara itu, Amirsyah dosen di Universitas Islam Negeri Jakarta menyebut tes ini menjadi penting bagi capres dan cawapres karena itu merupakan prinsip dasar seorang pemimpin.
"Tetap ke dalam prinsip negara, baca terhadap Pancasila harus. Kalau enggak gimana mau mengamalkan Pancasila. Bagaimana kalau dia membaca kitab suci agama itu harus bacaannya kuat. Sehingga ada tanggung jawab yang kual dan tanggung jawab beragama dan negara. Inilah yang dicontohkan Rasulullah," ungkap Amirsyah terpisah.
ADVERTISEMENT
Ikatan Dai Aceh berencana akan mengirim surat kepada capres Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi untuk datang ke Aceh guna mengikuti tes kemampuan baca Al-Quran. Undangan tersebut dikirimkan untuk mengakhiri polemik siapa calon yang pantas maju dan dipilih sesuai dengan kriteria pemimpin islam.