LIPSUS, Partai Untung Buntung Bingung, Simpatisan PKS

PKS: The Real Opposition

18 Oktober 2019 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Simpatisan PKS mengikuti kampanye terbuka Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di kawasan Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/3/2019). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Simpatisan PKS mengikuti kampanye terbuka Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di kawasan Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/3/2019). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, menghampiri Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, di sela pertemuan pimpinan MPR dengan Presiden Joko Widodo, di Istana Kepresidenan, Rabu (16/10).
ADVERTISEMENT
Kepada HNW, Pratikno menanyakan kesediaan PKS bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana. Saat itu seluruh ketum parpol memang sudah bertemu Jokowi secara bergiliran, termasuk Prabowo Subianto (Gerindra), Susilo Bambang Yudhoyono (Demokrat), dan Zulkifli Hasan (PAN).
Tinggal Presiden PKS, Sohibul Iman, yang belum menginjakkan kaki di Istana pasca-Pilpres 2019. Namun, ternyata PKS menolak bertemu. Lebih tepatnya, bersedia bertemu namun setelah kabinet baru Jokowi resmi terbentuk.
Hidayat Nur Wahid memberikan salam saat menghadiri Sidang Paripurna MPR di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Apa sebab? PKS tak ingin pertemuan Presiden PKS dengan Presiden memicu spekulasi liar seolah-olah PKS berminat 'mencuri' jatah kursi milik koalisi Jokowi-Ma'ruf.
"Timing juga dipentingkan. Nanti jangan sampai kesannya ada pertemuan, kemudian artinya mau koalisi, mau gabung, minta menteri. Ribet lagi nanti jadinya," ujar Hidayat Nur Wahid di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/10).
ADVERTISEMENT
"Karena Pak Jokowi saja saya kira hari-hari ini cukup puyeng memikirkan porsi kementerian untuk seluruh partai pendukungnya. Kan partai pendukung beliau tidak sedikit," lanjut Wakil Ketua MPR itu.
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, menjelaskan menjadi oposisi adalah keputusan PKS dalam rapat Majelis Syuro sebelum Pilpres 2019. Ini adalah forum tertinggi di PKS yang keputusannya wajib dilaksanakan seluruh pengurus.
Keputusan beberapa bulan lalu itu tidak berubah hingga detik ini, bahkan ikut dibahas dalam rapat-rapat mingguan DPP PKS.
"Pak Jokowi orang baik ingin menjaga silaturahmi. Jadi undangan kemarin mungkin tidak bermaksud mengajak ke dalam (kabinet), hanya silaturahmi saja. Tapi karena kami di luar (oposisi), tidak baik kalau sekarang dianggap ikut cawe-cewe. Jadi ya sudah disepakati sesudah pelantikan kabinet saja," ucap Mardani kepada kumparan, Jumat (18/10).
ADVERTISEMENT
Tapi PKS berharap tak sendiri. Gerindra, PAN, dan Demokrat diharapkan tetap di luar pemerintahan menjadi penyeimbang atas jalannya kabinet Jokowi-Ma'ruf 5 tahun mendatang.
Tapi kalau pun sendiri, PKS tak gentar. Oposisi adalah posisi terhormat. Bahkan meski kecil, PKS bisa menggalang aspirasi masyarakat, mahasiswa, dan kelompok masyarakat lain yang mengkritik pemerintah.
"Kami di luar dan kami kritis," ucap Mardani.
Mardani Ali Sera dan Ustaz Abu Jibril Fuad. Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan
Dampak bagi PKS
Memilih jalan yang sepi dan sendiri, tak berarti membuat PKS tenggelam. Partai berasaskan Islam yang berhasil meraih 50 kursi di DPR itu justru akan lebih banyak menikmati dampak positif sebagai oposisi.
"PKS ingin merawat basis konstituennya dan ini bisa berdampak pada peningkatan elektabilitas karena dianggap satu-satunya partai yang konsisten memilih sebagai oposisi, dibandingkan Demokrat, PAN yang sering mendua dan publik melihat tidak konsisten," ucap pengamat politik Adi Prayitno kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Parameter Indonesia itu menilai, masuk kabinet dengan mendapat satu dua menteri, tidak lebih baik bagi PKS di masa depan, sehingga pilihan terbaik adalah oposisi.
"Secara kasat mata menjadi oposisi berjalan di tempat sunyi dia hidup susah, melarat, enggak punya akses ekonomi, politik. Tapi sebagai sistem politik posisi PKS akan semakin banyak dibicarakan orang. Ceruk pemilih banyak yang mengalami titik balik, orang kecewa Jokowi, kecewa Prabowo, titik balik ini yang bisa dirawat PKS," paparnya.
Terutama kalangan kelas menengah atas Islam yang selama ini diam, dan mulai muncul ke permukaan mengampanyekan isu-isu umat, juga mereka yang mulai kritis kepada Jokowi, akan menggunakan PKS sebagai saluran.
"Jadi pihak-pihak yang tidak punya kanal untuk mengkritik dan menjalankan check and balance, akan menggunakan PKS sebagai instrumen. Dan itu cukup bertahan lama 5 tahun mendatang. Bagi PKS ini insentif yang bagus," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten