Polemik Dugaan Konflik Kepentingan di Pansel KPK

27 Agustus 2019 5:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pansel Capim KPK mengumumkan nama Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang lolos seleksi , di Gedung 1 Setneg, Jakarta Pusat, Jumat (23/8). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pansel Capim KPK mengumumkan nama Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang lolos seleksi , di Gedung 1 Setneg, Jakarta Pusat, Jumat (23/8). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, melayangkan kritikan tajam ke Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK. Mewakili Koalisi Sipil Kawal Capim KPK, Asfi menduga Ketua Pansel Yenti Garnasih, dan dua anggota pansel, Indriyanto Seno Adji serta Hendardi, memiliki konflik kepentingan dengan Kepolisian RI.
ADVERTISEMENT
Asfi menyinggung rekam jejak Yenti yang pernah menjabat tenaga ahli Badan Reserse Kriminal dan Kepala Lembaga Pendidikan Polri. Juga Hendardi dan Indriyanto yang menjadi staf ahli dan penasihat Kapolri.
"Dari hasil penelusuran kami, dan juga pengakuan yang bersangkutan, setidak-tidaknya ada beberapa orang di dalam Pansel Pimpinan KPK yang terindikasi memiliki konflik kepentingan," kata Asfinawati saat jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Minggu (25/8).
Konferensi pers Koalisi Kawal Capim KPK di LBH, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Dalam sebuah pernyataan kepada publik yang sudah tersiar, Bapak Hendardi mengakui bahwa dia adalah penasihat dari Polri, bersama dengan Bapak Indriyanto Seno Adji, dan kedua-duanya adalah anggota Pansel," ucapnya.
Asfi menilai hal tersebut sudah bertentangan dengan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah. Dalam pasal itu, disebutkan pejabat pemerintahan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan tidak boleh menetapkan atau mengeluarkan keputusan.
Ketua pansel KPK Yenti Garnasih meninggalkan RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Menyurati Jokowi
Buntutnya, aktivis antikorupsi menyurati Presiden Joko Widodo. Tuntutannya, meminta Jokowi untuk mengganti anggota pansel yang diduga memiliki konflik kepentingan.
“(Surat) akan dikirim hari Senin. Soal surat bahwa Jokowi harus mengambil langkah untuk mengevaluasi, mempertimbangkan sangat soal adanya indikasi konflik kepentingan. Karena itu harus mengganti anggota pansel yang bersangkutan,” ujar Asfi.
Tak hanya Asfi, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhani, menilai Jokowi harus selektif dalam mencari Capim KPK. Kurnia juga mendesak Jokowi agar mau memanggil Pansel KPK untuk menjelaskan alasan lolosnya 20 capim terpilih.
“Ketika proses Pansel diberikan kepada Jokowi, maka Presiden Jokowi harus benar-benar selektif. Bahkan kalau bisa hari ini memanggil pansel dan apa yang dikerjakan pansel. Indikator apa yang bisa menentukan 20 nama ini terpilih dengan catatan sudah disampaikan,” ujar Kurnia.
ADVERTISEMENT
Ancaman mundurnya Penasihat KPK
Polemik dugaan konflik kepentingan ini juga mendapat respons dari Penasihat KPK, Mohammad Tsani Annafari. Tsani mengancam akan mundur bila ada orang yang cacat etik terpilih sebagai pimpinan KPK 2019-2023.
"Bila orang-orang yang bermasalah terpilih sebagai komisioner KPK, Insya Allah saya akan mengundurkan diri sebagai penasihat KPK sebelum mereka dilantik," kata Tsani Annafari, di Jakarta, Minggu (25/8), seperti dilansir Antara.
Penasehat KPK Moh. Tsani daftar Calon Pimpinan KPK 2019-2023. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
"Bagi saya, tidak mungkin saya bisa menasihati orang yang sudah saya nyatakan cacat secara etik dalam tugas KPK. Suara internal KPK penting didengar karena mereka ini yang akan merasakan langsung dampak kehadiran para pimpinan ini dalam pelaksanaan tugasnya, karena mereka akan menentukan keputusan etik," ujar Tsani.
Pansel membantah
ADVERTISEMENT
Hendardi akhirnya menanggapi tudingan yang dilayangkan kepadanya itu. Ia mengaku tidak mempermasalahkan, namun ia menyebut sejumlah aktivis tersebut memang sejak awal sudah tidak senang dengan Pansel Capim KPK.
Kendati mengakui masih menjadi penasihat Polri, Hendardi menegaskan posisi itu tidak menjadikan ia memiliki konflik kepentingan dengan Polri. Pasalnya, kata dia, penasihat bukan bagian dari struktural Polri.
"Penasihat ahli bukan merupakan organ struktural Polri tapi hanya semacam think-tank untuk Kapolri dan Wakapolri. Tidak menerima gaji tetapi honorarium untuk pertemuan biasanya satu bulan sekali. Anggotanya sebagian besar professor dan doktor serta purnawirawan jenderal polisi dari berbagai disiplin ilmu dan keahlian," jelas Hendardi.
Anggota Pansel KPK Hendardi di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
"Memangnya integritas saya dibangun hanya beberapa tahun ini sejak saya jadi Penasehat Ahli Kapolri? Terlalu simplistik. Integritas saya dibangun lebih dari 3 dasawarsa sejak saya jadi pimpinan mahasiswa," sebutnya.
Hendardi juga tak ambil pusing dengan ancaman Tsani. "Ya, enggak usah mengancam, kalau mundur, mundur saja. Karena selama ini 'kan setahu saya dia mendaftar juga ya, ya, kan gugur," kata Hendardi.
"Dan namanya ya penasihat itu kan itu biasanya diminta pengurus, ketua, atau komisioner, ya, nanti komisioner baru belum tentu juga membutuhkan dia," sambungnya.
Wakil Ketua Pansel KPK, Prof. Dr. Indriyanto Senoadji, S.H., M.H. Foto: Marcia Audita/kumparan
Polri menjawab
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo tidak menyinggung soal peran Yenti di Bareskrim. Dia hanya menyebut Yenti hanya pengajar di Sekolah Staf dan Pemimpin Tinggi Polri (Sespimti).
ADVERTISEMENT
“Dia bukan dosen tetap. Jadi tidak ada kaitannya dengan capim KPK. Dia (Yenti) hanya sesekali mengajar di Lembang (Sespimti), jadi bukan dosen tetap hanya dosen tamu,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (26/8).
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (29/7). Foto: Mirsan Simamora/kumparan
Sedangkan saat ditanya soal tudingan adanya konflik kepentingan dari dua anggota Pansel Capim KPK lainnya, Hendardi dan Indriyanto Seno Adji, Dedi tidak berkomentar banyak. Dia hanya membenarkan Hendardi dan Indriyanto pernah menjadi staf ahli Kapolri.
“Yang jelas terakhir masuk dalam tim teknis. Itu artinya masih berlaku sprinya itu. Nah, sekarang sprinnya diperpanjang atau tidak kita belum tahu,” ujar Dedi.
“Jadi pas tim teknis dia (Hendardi) masih tercatat sebagai penasihat Kapolri. Nah sekarang kan belum tentu sprinnya diperpanjang oleh Kapolri. Seperti itu,” sambung Dedi.
ADVERTISEMENT