Polemik Penolakan Ustaz Firanda di Serambi Makkah

15 Juni 2019 15:22 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ratusan massa membubarkan pengajian di Masjid Al Fitrah, Ketapang, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ratusan massa membubarkan pengajian di Masjid Al Fitrah, Ketapang, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Rencana kegiatan pengajian ustaz Firanda Andirja mulai tercium beberapa hari menjelang dirinya mendarat di Aceh pada Kamis (13/6). Namun kedatangannya ke Tanah Rencong, tak semulus yang dibayangkan.
ADVERTISEMENT
Suara-suara penolakan semakin kuat didengungkan oleh sekelompok massa yang menolak dirinya. Firanda dianggap berbeda pemahaman dan tidak sejalan dengan aliran Ahlussunnah Waljamaah.
Sejumlah agenda pengajiannya di Banda Aceh sudah dikantongi. Penolakan itu lantas tidak membuat Firanda goyang. Firanda mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blangbintang, Aceh Besar, sekitar pukul 13.00 WIB.
Dari arah luar bandara sejumlah massa telah berkumpul. Teriakan penolakan warga terdengar keras hingga menyulut perhatian. Menghindari pengadangan itu, Firanda kemudian dibawa melalui jalur pintu belakang oleh panitia acara yang telah menunggu.
Usai salat Magrib, Firanda mengisi agenda pengajian pertama di Masjid Al Fitrah, Keutapang II, Banda Aceh. Di masjid yang berada tepat di persimpangan Keutapang itu, Firanda menyampaikan tausiah meski hanya berlangsung sekitar 15 menit. Dia mengenakan pakaian koko hijau lumut tua dan peci hitam.
ADVERTISEMENT
Di sela-sela ceramahnya, dari arah luar sejumlah kerumunan warga mulai mendekati perkarangan masjid. Mereka meneriakkan nama Firanda dan meminta agar pengajian dihentikan. Firanda masih tenang, bahkan dia meminta para jemaah tidak panik.
“Tenang, tenang, duduk saja, duduk saja,” kata Firanda kepada para jemaah yang melihat ke arah luar masjid.
Ratusan massa membubarkan pengajian di Masjid Al Fitrah, Ketapang, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Kemarahan warga membuncah, mereka merangsek masuk ke dalam. Beberapa panitia acara lalu meminta Firanda untuk menghentikan pengajian dan membawanya ke arah belakang masjid.
Tidak lama kemudian, sekitar pukul 20.00 WIB, warga menggeruduk ke dalam masjid dan menghentikan pengajian yang sedang berlangsung. Gemuruh suara takbir dan teriakan warga meramaikan seisi masjid. Aksi ini sontak menjadi sorotan dan perhatian warga hingga terjadi kemacetan.
ADVERTISEMENT
Massa yang tak sanggup membendung emosi, bahkan sempat terjadi keributan kecil saling lempar sandal, bahkan aksi pemukulan. Petugas keamanan dari TNI-Polri serta pihak terkait tiba ke lokasi melerai protes warga yang berlangsung hampir 2 jam lebih. Sementara dari dalam masjid, beberapa tokoh agama dan warga mengambil alih acara.
Di Balik Pengusiran Firanda
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tidak mengetahui persis kejadian di lapangan. Namun mereka mengikuti laporan dan perkembangan berdasarkan surat rekomendasi MPU Banda Aceh yang ditembuskan kepada MPU Provinsi.
Wakil Ketua MPU Aceh, Faisal Ali atau akrab disapa Lem Faisal, mengatakan beranjak dari surat itu pihaknya mengetahui adanya kunjungan seorang dai bernama Firanda Andirja.
“Sehari sebelum acara, dalam surat itu ditembuskan ke MPU provinsi di situ kami tahu bahwa ada kunjungan itu. Kita mengikuti perkembangan, sebagian massa yang menolak datang ke bandara,” kata Lem Faisal saat dikonfirmasi, Sabtu (15/6).
Ratusan massa membubarkan pengajian di Masjid Al Fitrah, Ketapang, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Dalam surat rekomendasi itu, kata Lem Faisal, MPU Banda Aceh meminta kepada Wali Kota untuk segera menolak kedatangan Firanda. Serta, menghentikan seluruh kegiatan Daurah Islamiyah yang akan diselenggarakan di Kota Banda Aceh mulai 13 hingga 15 Juni.
ADVERTISEMENT
Kemudian, meminta Wali Kota Banda Aceh untuk mengantisipasi segala bentuk kegiatan yang membawa paham keagamaan yang meresahkan masyarakat Kota Banda Aceh.
“Berdasarkan beberapa pertimbangan itu mereka menilai tidak tepat yang bersangkutan mengisi pengajian di Banda Aceh,” katanya.
Keributan yang terjadi di Masjid Al-Fitrah, menurut Lem Faisal, diduga karena massa yang menolak telah melakukan langkah-langkah dengan baik seperti mengeluarkan surat dan imbauan, namun tidak digubris. Lem Faisal melihat sebelum penolakan terjadi massa sudah melakukan tahapan sesuai prosedur.
“Telah melalui prosedur mengirim surat, menegur, dan meminta agar tidak dilakukan pengajian karena apa yang disampaikan oleh ustaz tersebut tidak bisa diterima oleh sebagian masyarakat Aceh,” ungkapnya.
Massa tidak sepakat karena setelah melihat isi ceramah Firanda mengandung beberapa hal menyinggung masyarakat Aceh dalam konteks akidah. Sehingga hal inilah yang menjadi alasan mengapa Firanda ditolak.
ADVERTISEMENT
“Hampir 85 persen masyarakat Aceh tidak bisa terima, bukan masalah benar atau tidaknya orang tersebut tetapi kita melihat konteks kearifan lokal, mungkin yang disampaikan bisa diterima di tempat lain, tapi di Aceh sesuatu yang jadi masalah,” katanya.
Ratusan massa membubarkan pengajian di Masjid Al Fitrah, Ketapang, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
“Orang tidak bersalawat itu banyak, tetapi mengharamkan selawat itu salah. Orang tidak melaksanakan kegiatan maulid itu banyak, tetapi mengharamkan maulidan itu yang tidak bisa diterima. Bukan karena mubaliqnya dari luar di tolak tetapi karena sikap para mubaliq itu yang menjadi penolakan,” tambahnya.
MPU Aceh Keluarkan Rekomendasi ke Pemerintah Aceh
Mengantisipasi untuk tidak terjadi hal serupa dan menetralisir keadaan di lapangan, Lem Faisal mengaku, jauh hari pihaknya telah berulang kali mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah agar membuat juknis. Yakni mengatur bagaimana dai-dai yang didatangkan ke Aceh bisa beradaptasi dengan perilaku atau keadaan tata cara ibadah masyarakat Aceh.
ADVERTISEMENT
“MPU Aceh mengimbau agar melakukan sesuatu dengan upaya yang baik, terutama harapan kami kepada setiap penyelenggara agar datangkan pendakwah atau pengisi pengajian yang bisa memahami kultur Aceh,” katanya.
Memahami kearifan lokal Aceh sangat perlu dipahami oleh para penceramah. Hal itu diyakini dapat menghindari hal-hal tidak diinginkan.
“Ini yang perlu dijaga jangan mendatangkan pendakwah atau pengisi pengajian yang tidak memahami kultur ke Aceh sehingga menimbulkan permasalahan. Belum tentu kebenaran itu bisa ditegakkan dengan serta-merta, kita harus melihat kearifan lokal cara-cara yang santun pendekatan yang logis, ini harus diperhatikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Masjid Al-Fitrah, Muslim, mengaku sebelum insiden penolakan ustaz Firanda, pihaknya sering mengadakan kajian-kajian. Terutama, kajian sunnah yang menyandarkan semua peribadatan dan dakwah itu didasarkan kepada alquran dan hadis.
ADVERTISEMENT
“Kami sudah terbiasa sekali didatangi berbagai dai, baik itu dai lokal, nasional, maupun internasional. Seperti syekh dari Yaman, Arab Saudi, itu sering datang ke masjid kami menyampaikan dakwah,” katanya.
Kedatangan ustaz Firanda, kata Muslim, mereka sebagai pengurus BKM hanya sebagai penyedia tempat. Sedangkan yang mengundang adalah pihak penyelenggara.
“Kita penyedia tempat yang mendatangkan itu panitia, Jadi kami sepanjang tidak ada pemberitahuan dari panitia itu acara harus dibatalkan, kami ya siap menyediakan tempat saja, begitu,” katanya.