Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Prabowo: Sistem Ekonomi Indonesia Adalah Economics of Stupidity
11 Oktober 2018 17:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Capres Prabowo Subianto juga menyinggung soal kondisi perekonomian Indonesia terkini saat memberi pembekalan di Rakernas LDII, di Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis (11/10). Prabowo menilai sistem ekonomi Indonesia saat ini lebih parah daripada sistem neoliberalisme.
ADVERTISEMENT
"Bukan ekonomi neolib lagi ini, lebih parah dari neolib. Ini harus istilah baru dari neolib, ini menurut saya ekonomi kebodohan. The economics of stupidity. Ini yang terjadi," kata Prabowo.
"Kita lihat sekarang jutaan hektar tanah kita dikuasai oleh perusahaan swasta, mereka bawa uangnya ke luar negeri," tambahnya.
Prabowo menjelaskan, situasi bangsa Indonesia saat ini dikarenakan tidak adanya hasil kekayaan nasional yang tinggal di Indonesia. Menurut Prabowo, produksi sumber daya alam Indonesia saat ini dikuasai oleh swasta dan tidak tinggal di dalam negeri.
"Ini ironi, pasal 33 UUD 1945 sangat jelas, perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan. Ayat 2, cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara," jelas Prabowo.
ADVERTISEMENT
Prabowo kemudian menyinggung ketimpangan antara si kaya dan miskin di Indonesia. Dalam gini ratio (ukuran kesenjangan) Prabowo membandingkan penguasaan kekayaan di Indonesia yang tidak adil.
"Gini ratio Indonesia sekarang adalah disebut dengan angka 45,4 artinya 1 persen rakyat kita menguasai 45 persen kekayaan. Konsentrasi kekayaan di 1 persen, di mana terwujud kesejahteraan? Tidak mungkin," cetus Prabowo.
Yang terparah, lanjut Prabowo, adalah penguasaan tanah di Indonesia. Prabowo mengutip data dari Walhi bahwa sebagian besar tanah tidak diperuntukkan bagi rakyat.
"Menurut Walhi gini rationya itu 82, jadi 1 persen bangsa kita menguasai 82 persen tanah. Artinya, semua kekayaan tanah itu tidak ke rakyat," tegasnya.