Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Puisi Panglima TNI 'Tapi Bukan Kami Punya' yang Viral, Apa Maksudnya?
23 Mei 2017 12:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membacakan puisi dalam Rapimnas Partai Golkar, Senin (22/5) kemarin di Balikpapan. Puisi berjudul 'Tapi Bukan Kami Punya' itu pun viral. Apa maksud dari puisi itu?
ADVERTISEMENT
Puisi itu dibuat oleh konsultan politik Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA. Berikut isi puisi yang dibacakan oleh Panglima TNI:
Sungguh Jaka tak mengerti, mengapa ia dipanggil ke sini.
Dilihatnya Garuda Pancasila, tertempel di dinding dengan gagah.
Dari mata burung Garuda, ia melihat dirinya
Dari dada burung Garuda, ia melihat desa
Dari kaki burung Garuda, ia melihat kota
Dari kepala burung Garuda, ia melihat Indonesia
Lihatlah hidup di desa, sangat subur tanahnya
Sangat luas sawahnya, tapi bukan kami punya
Lihat padi menguning, menghiasi bumi sekeliling
Desa yang kaya raya, tapi bukan kami punya
Lihatlah hidup di kota, pasar swalayan tertata
Ramai pasarnya, tapi bukan kami punya
Lihatlah aneka barang, dijual belikan orang
ADVERTISEMENT
Oh makmurnya, tapi bukan kami punya
Jika terus Jaka terpana, entah mengapa meneteskan air mata,
air mata itu ia yang punya.
Ditengok dari Twitter @DennyJA_World, Selasa (23/2), puisi itu dalam versi awal dibuat untuk mengenang wafatnya pemusik legendaris Leo Kristi. Judulnya 'Tapi Bukan Kami Punya', yang juga terinspirasi dari lirik lagu Leo Kristi: Salam dari Desa.
Puisi untuk mengenang Leo Kristi ini dibuat lebih panjang dengan mengangkat isu keadilan sosial, demonstrasi dan agama. Berikut penggalannya:
Masuklah petinggi polisi, siapkan lakukan interogasi
Kok Jaka menangis? Padahal ia tidak bengis?
Jaka pemimpin demonstran, aksinya picu kerusuhan
Harus didalami lagi dan lagi, Apakah ia bagian konspirasi?
Apakah ini awal dari makar? Jangan sampai aksi membesar?
ADVERTISEMENT
Mengapa pula isu agama, Dijadikan isu bersama?
Mengapa pula ulama? Menjadi inspirasi mereka?
Lalu puisi itu dibacakan Panglima TNI dengan tokoh yang sama, Jaka, tapi dalam versi lebih pendek dan meniadakan isu demonstrasi dan agama. Tapi hanya fokus isu keadilan sosial.
Dalam pidatonya, Gatot menyebut puisi itu sebagai gambaran tangisan dari penduduk penduduk Melayu di Singapura yang pernah menjadi kelompok mayoritas, tapi kini terpinggirkan. Gatot mengingatkan agar peristiwa itu tidak terjadi di Indonesia.
Karena puisinya dibacakan Panglima TNI, Denny JA yang juga pengagas Indonesia Tanpa Diskriminasi, lalu membuat tulisan lanjutan dengan judul 'Mempertemukan Kembali Puisi dan Masyarakat' melalui situs microblogging inspirasi.co.
Denny JA mengutip ucapan John F Kennedy yang terkenal: 'Jika saja para politisi lebih banyak membaca puisi, dan para penyair lebih peduli politik, kita akan hidup dalam dunia yang lebih baik'.
ADVERTISEMENT
"Itu sebabnya mengapa Jenderal TNI yang membaca puisi di Rapimnas Golkar Mei 2017 menjadi viral di media. Ini peristiwa yang tak bisa. Pembekalan untuk rapat pimpinan tertinggi sebuah partai besar diisi oleh puisi. Yang membaca puisi seorang jenderal TNI pula. Kebetulan puisi yang dibaca karya saya sendiri: Tapi Bukan Kami Punya," papar Denny JA.