QnA Peristiwa Teror di Gereja, Rusunawa, dan Polrestabes Surabaya

15 Mei 2018 9:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rusunawa Wonocolo, Gereja, Polrestabes Surabaya. (Foto: Ainul Qalbi, Jamal Ramadhan/kumparan; Antara/HO/HUMAS PEMKOT)
zoom-in-whitePerbesar
Rusunawa Wonocolo, Gereja, Polrestabes Surabaya. (Foto: Ainul Qalbi, Jamal Ramadhan/kumparan; Antara/HO/HUMAS PEMKOT)
ADVERTISEMENT
Seiring dengan derasnya informasi di media sosial, saksi mata dan polisi, ada beberapa hal yang masih menimbulkan tanda tanya terkait teror di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur. Kami akan mencoba membantu menjawabnya untuk Anda.
ADVERTISEMENT
Berapa sebenarnya informasi jumlah korban tewas terakhir di tiga lokasi?
Informasi soal korban ini memang sempat simpang siur. Data antara Polda Jatim dan Polrestabes Surabaya sempat berbeda. Namun akhirnya disepakati bahwa data dari Polda Jatim adalah angka resmi yang dijadikan patokan bersama.
Sejauh ini yang tewas dari peristiwa bom gereja ada 16 orang, yang terdiri dari korban dan pelaku. Pelaku sendiri ada enam, yakni keluarga Dita Oepriarti, istrinya Puji Kuswati, dan keempat anak mereka.
Bom Gereja
Berdasarkan keterangan Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung pada Senin (14/5) pukul 17.00 WIB, ledakan tiga bom di gereja membuat 18 orang tewas. Di antara korban tewas adalah para pelaku yang berjumlah 6 orang. Artinya, ada 12 jemaat gereja yang kehilangan nyawa akibat teror tersebut.
ADVERTISEMENT
Rinciannya sebagai berikut
1. Gereja Santa Maria Tak Bercela ada tujuh orang tewas. Dua pelaku, lima lainnya jemaat.
2. GKI Diponegoro ada tiga orang tewas, semuanya adalah pelaku yang terdiri dari ibu dan dua anak perempuannya.
3. GPPS Arjuna, total korban tewas ada delapan orang. Terdiri dari satu pelaku dan tujuh orang jemaat.
Ledakan bom di Gereja Surabaya (Foto: Antara/HO/HUMAS PEMKOT)
zoom-in-whitePerbesar
Ledakan bom di Gereja Surabaya (Foto: Antara/HO/HUMAS PEMKOT)
Bom Rusunawa Wonocolo Sidoarjo
Korban tewas dari ledakan yang terjadi pada Minggu (13/5) pukul 20.30 WIB ini berjumlah tiga orang, yakni para pelaku yang bernama Anton Ferdiantono (46), istrinya bernama Puspita Sari (47), dan anak pertamanya, Rita Aulia Rahman (17).
Bom Polrestabes
Berdasarkan informasi dari Polda Jatim, aksi bom bunuh diri ini menewaskan pelaku yang terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anaknya.
ADVERTISEMENT
Apa saja yang sudah dilakukan untuk para korban?
Sejumlah pihak telah bergerak untuk menyampaikan kepedulian mereka terhadap para korban aksi teror di Surabaya. Seperti Relawan Peduli Korban Bom Surabaya yang merupakan gabungan dari beberapa komunitas dan individu lintas agama yang berjumlah 18 orang berencana melakukan kunjungan kepada korban bom.
Mereka akan memberikan bantuan berupa pemulihan psikologi pascatrauma, perawatan kesehatan, makanan, serta dana.
Beberapa aksi penggalangan donasi online juga diinisiasi oleh berbagai kalangan. Di antaranya berasal dari putri ke-3 mantan presiden RI, Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid, dan kelompok Gusdurian yang tengah menggalang donasi secara online melalui situs kitabisa.com. Mereka mengusung kampanye Santunan Korban Bom Surabaya #KamiTidakTakut.
Kampanye yang diinisiasi sejak Minggu malam lalu ini tercatat hingga Senin (14/5) pukul 17.23 WIB telah berhasil mengumpulkan dana mencapai Rp 27,8 juta.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, aksi penggalangan dana untuk korban bom Surabaya juga berasal dari perkumpulan Boston University Alumni Association Indonesia (BUAAI). Mereka menggalang donasi secara online melalui kanal kitabisa.com yang telah berhasil mengumpulkan dana mencapai Rp 40 juta hingga Senin (14/5) pukul 17.23. WIB
Di mana saja bom meledak?
Rangkaian ledakan bom dimulai pada Minggu (13/5) sekitar pukul 07.30 WIB di tiga gereja, yakni Gereja Santa Maria, Ngagel, GKI Diponegoro, dan GPPS Arjuno.
Ledakan berikutnya yakni pada pukul 21.30 di Rusunawa, Wonocolo, Sidoarjo. Pada Senin (14/5) ledakan kembali terjadi di Polrestabes Surabaya pada pukul 08.50 WIB.
7 Lokasi Teror Surabaya dan Sidoarjo (Foto: Chandra Dyah A/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
7 Lokasi Teror Surabaya dan Sidoarjo (Foto: Chandra Dyah A/kumparan)
Namun, ada juga penemuan bom aktif di sejumlah tempat. Seperti pada Minggu, polisi amankan satu bom aktif di GKI Diponegoro pada pukul 10.00 WIB. Di waktu yang sama ditemukan pula dua bom aktif di GPPS Sawahan.
ADVERTISEMENT
Malam harinya pukul 18.30 WIB polisi temukan tiga bungkus plastik berisi bahan peledak di Perumahan Wisma Permai. Pada 20.45 WIB ditemukan bom ransel di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo.
Siapa saja pelaku teror bom di Surabaya?
Untuk bom gereja sendiri, dilakukan oleh keluarga yang terdiri dari Dita Oepriarto (46) dan istri Puji Kuswati (42). Mereka melibatkan empat anaknya yakni Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadhia Sari (12), dan Famela Rizqita (9).
Keluarga 'Bomber' gereja di Surabaya. (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga 'Bomber' gereja di Surabaya. (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
Sementara pelaku bom di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, juga keluarga yang terdiri dari Anton Ferdiantono (46), Puspita Sari (47), Rita Aulia Rahman (17), Ainur Rahman (15), Faizah Putri (11), dan Garida Huda Akbar (10). Sedangkan pelaku di ledakan Polrestabes Surabaya ialah llima orang yang merupakan keluarga.
ADVERTISEMENT
Selain gereja dan rusunawa Wonocolo, bomber Polrestabes Surabaya juga merupakan satu keluarga. Berkat penyelidikan, diketahui bomber polrestabes merupakan keluarga Tri Murtiono (49), Tri Ernawati (42), Muhammad Dafa Amin Murdana (16), Muhammad D. Satria Murdana (14). Keempatnya tewas setelah bom meledak. Sedangkan si bungsi, Tri (7) selamat dan saat ini sedang mendapat perawatan di RS Bhayangkara.
Apa benar pelaku pernah ke Suriah?
Sempat beredar kabar yang menyebut bahwa dalang di balik ledakan di gereja, Dita Oepriarto, baru saja kembali dari Suriah. Namun Kapolri Tito Karnavian membantah hal itu.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memastikan bahwa Dita Oeprianto (46), pelaku peledakan bom Gereja Santa Maria Tak Bercela di Surabaya, Minggu (13/5) tidak pernah pergi ke Suriah. Namun, ia menyatakan Dita terkait dengan sebuah keluarga yang sedang diusut oleh polisi.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Tito merahasiakan mengenai identitas keluarga tersebut. Sebab, polisi masih melakukan penelusuran.
"Dita ini terkait dengan satu keluarga. Saya tidak bisa sebutin namanya (satu keluarga) karena sedang kami cari," kata Tito saat konferensi pers di Polda Jawa Timur, Senin (14/5).
Berapa orang yang ditindak?
Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri telah melakukan 13 penindakan terhadap teroris di wilayah Surabaya dan Sidoarjo pada Senin.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera di Surabaya, Senin, mengatakan 13 penindakan antisipatif itu untuk melawan teroris.
Barung mengatakan dalam penindakan itu, empat orang teroris tewas karena ditembak mati pihak Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Namun, Barung enggan menjelaskan di mana saja penindakan terhadap 13 teroris itu.
ADVERTISEMENT
Dia sedikit mengungkapkan bahwa dari penindakan itu masih ada dalam lingkaran keluarga, seperti jaringan yang sudah diidentifikasi.
Alasan ISIS mengklaim aksi teror ini?
Menurut pengamat teroris Harits Abu Ulya, ISIS mengklaim teror Surabaya, karena saat ini bisa dibilang ISIS sedang berada dalam kondisi yang lemah dan mereka butuh suatu pembuktian. Klaim ini bisa dibilang sebagai bentuk cara ISIS menunjukan eksistensinya.
Singkatnya, ISIS butuh narasi yang menyeret namanya sebagai bagian dari berbagai aksi teror yang ada di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Kenapa ada perempuan yang melakukan aksi teror di Surabaya?
Kapolri Tito Karnavian mengatakan bahwa fenomena bomber perempuan sebenarnya sudah tidak asing lagi di Indonesia. Namun baru kali ini serangan bom oleh perempuan berhasil.
ADVERTISEMENT
Sementara menurut Sofyan Tsauri, eks anggota jaringan teroris Al-Qaeda, menjelaskan bahwa perempuan sebagai pelaku teror aktif mulai marak sejak patron terorisme bergeser dari Al-Qaeda menjadi ISIS. Upaya ISIS melanjutkan teror di Indonesia pun disertai dengan keterlibatan perempuan.
Aksi Teroris Perempuan (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Teroris Perempuan (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
Menurut Sofyan, sebenarnya perempuan sudah sering dipakai di kalangan ISIS. Sebab perempuan dianggap memiliki semangat yang lebih tinggi daripada laki-laki. Selain itu, ISIS ingin membangun kesan agar laki-laki malu jika tidak beramaliah (melakukan aksi).
Jelas, kehadiran perempuan dalam aksi teror punya arti signifikan. Mereka tak hanya menciptakan peluang strategis, tapi juga memperolok para lelaki peragu dalam jaringan teroris--dan dengan demikian menebalkan keyakinan kelompok secara keseluruhan.
Sofyan menyatakan, perempuan bisa mendongkrak semangat sel-sel teroris Indonesia yang tengah lesu dan terpojok akibat kegagalan beberapa operasi lokal dan kekalahan ISIS di Suriah dan Irak.
ADVERTISEMENT
Kenapa anak-anak terlibat dalam aksi teror?
Beberapa hal baru muncul dalam rangkaian ledakan bom di Surabaya, salah satunya yakni keterlibatan anak-anak dalam aksi teror. Menurut Kapolri Tito Karnavian, ini merupakan pertama kali terjadi di Indonesia.
Eks anggota jaringan Al-Qaeda, Sofyan Tsauri, menyebut bahwa ada bujuk rayu mengenai kehidupan indah setelah kematian yang dilakukan para orangtua calon pengebom kepada anak-anaknya.
Namun, ada maksud lain ketika aksi yang dilakukan anak-anak itu berhasil dilakukan. Menurut Sofyan, keberhasilan pengeboman yang dilakukan anak-anak bakal membangkitkan inspirasi anggota jaringan teroris lainnya untuk berani melakukan aksi pengeboman.
Bagaimana kronologi peristiwa teror tersebut?
Bom pertama meledak di Gereja Santa Maria, Ngagel, sekitar pukul 07.30 WIB. Pelaku adalah Yusuf Fadhil (18) dan Firman Halim (16). Tak lama berselang, bom kedua diledakan oleh Puji Kuswanti (42), Fadila Sari (12), dan Famela Rizqita (9), di GKI Diponegoro.
ADVERTISEMENT
Ledakan tak berhenti sampai di situ, ledakan ketiga terjadi di GPPS Arjuno Sawahan. Pelakunya adalah Dita Oepriarto (46). Pelaku bom gereja merupakan satu keluarga.
Bom di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, Minggu (13/5)
Bom meledak di rumah Anton Ferdiantono (46) sekitar pukul 20.30 WIB. Bom tersebut meledak tepat di Lantai 5 Blok A, Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo.
Dalam ledakan tersebut, Anton, istri dan satu anaknya tewas. Sedangkan tiga orang lainnya terluka.
Bom Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5)
Pukul 08. 40 WIB, Empat orang dan satu anak yang menaiki sepeda motor berupaya untuk memasuki Mapolrestabes Surabaya. Mereka membawa bom yang dikaitkan di tubuh. Namun kehadiran mereka sempat dicegah oleh pihak kepolisian yang tengah berjaga. Tak berapa lama kemudian bom meledak.
ADVERTISEMENT
Di sebelah motor tersebut ada sebuah mobil yang juga ingin masuk. Saat ledakan terjadi, seorang anak berusia 8 tahun yang ikut rombongan bomber tersebut berhasil diselamatkan.
Dalam aksi tersebut, empat orang bomber dari keluarga Tri Murtiono (49) tewas. Sedangkan si bungsi Tri (7) berhasil selamat.
Apakah teror ini sama seperti beberapa teror-teror lain, contohnya bom Thamrin dan Kampung Melayu?
Ya, sama mereka melakukan bom bunuh diri. Namun, ada beberapa hal yang berbeda seperti jenis bom yang digunakan dan adanya pola baru di mana perempuan dan yang menjadi bomber, tidak hanya itu, ada pola baru juga di kasus kali ini, bomber melibatkan satu keluarga. hebat ya.
Rangkaian peristiwa bom di Jawa Timur memperlihatkan pola baru yakni dengan menyertakan keluarga, termasuk anak-anak. Saat kejadian bom GKI Diponegoro, Puji Kuswati, istri Dita, membawa dua anaknya Fadhila Sari (12) dan Famela Rizqita. Tak hanya Puji, pada tubuh kedua anak perempuannya itu pun telah dililit bom.
ADVERTISEMENT
Di Gereja Santa Maria, giliran Dita Oerpriarto dan dua anaknya yakni Yusuf Fadhil (18) dan Firman Halim (16), yang jadi pelaku dalam serangan ini. Mereka berdua menerobos masuk pagar penjagaan Gereja Santa Maria menggunakan sepeda motor dan meledakkan diri di tengah kerumunan.
Terkait aksi teror, banyak yang mendesak RUU Terorisme disahkan, apa sih hambatannya hingga saat ini belum disahkan?
Anggota Panja UU Terorisme Arsul Sani berpendapat bahwa pengesahan RUU ini tertunda karena ada beberapa isu yang belum disepakati. Salah satunya soal definisi terorisme. Nah, mengenai definisi, menurut Arsul, sekarang sudah mengerucut ke dua alternatif.
Pertama, standing point DPR adalah memasukan frasa adanya motif atau kepentingan politik, ideologi terhadap keamanan negara di dalam definisinya. sehingga harus melihat ada motif terlebih dahulu baru bertindak.
ADVERTISEMENT
Kedua, standing point pemerintah adalah tidak perlu ada frasa motif atau kepentingan politik, sehingga penegak hukum bisa lebih cepat menindak aksi teror.
Nah itu yang menjadi salah satu perdebatan di proses legislasi kita yang menyebabkan hingga saat ini RUU Terorisme tak kunjung disahkan.