Rentetan Kasus Hukum Tommy Soeharto

31 Maret 2017 13:35 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Tommy Soeharto (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tommy Soeharto (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto kembali berurusan dengan kepolisian. Tommy akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Firza Husein terkait dugaan pemufakatan makar pada hari ini, Jumat (31/3). Namun menurut pengacaranya, Erwin Kallo, Tommy tak akan memenuhi panggilan polisi itu.
ADVERTISEMENT
Persinggungan Tommy dengan kasus hukum bukan kali pertama. Jauh sebelum ini, Tommy sudah pernah tersangkut perkara hukum. Berikut sejumlah kasus yang pernah melibatkan putra bungsu penguasa Orde Baru itu.
Korupsi Bulog (1994)
Tommy Soeharto muda (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Tommy Soeharto muda (Foto: Reuters)
Kasus korupsi PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Badan Urusan Logistik (Bulog) ini terkait tukar guling tanah gudang beras milik Bulog di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, ke PT GBS.
Kasus bermula tahun 1994 dan melibatkan nama Beddu Amang yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bulog, dan pebisnis Ricardo Gelael.
Pada 19 Februari 1999, Beddu Amang, Ricardo Gelael, dan Tommy Soeharto ditetapkan sebagai terdakwa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka disebut merugikan negara hingga Rp 95,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Namun Tommy berhasil lolos dari segala dakwaan. Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memvonis bebas dia dengan alasan tak menemukan bukti-bukti kuat apapun. Hal serupa terjadi pada Ricardo Gelael.
Atas keputusan Majelis Hakim PN Jaksel tersebut, Jaksa Penuntut Umum saat itu, Fachmi, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada November 1999.
Hampir setahun kemudian, 22 September 2000, Majelis Hakim Mahkamah Agung yang diketuai oleh Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita memvonis Tommy bersalah atas kasus korupsi PT GBS dan Bulog.
Dalam vonis tersebut, Tommy wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan hukuman kurungan 18 bulan penjara.
Tommy tidak menerima keputusan Hakim Syafiuddin, dan mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Abdurrahaman Wahid (Gus Dur) pada 31 Oktober 2000. Namun dua hari kemudian, 2 November 2000, Presiden Gus Dur menolak permohonan grasi Tommy melalui Keputusan Presiden Nomor 176/G/2000.
ADVERTISEMENT
Penolakan grasi Tommy oleh Gus Dur sesungguhnya menandakan Tommy tak lagi bisa berkutik dari jerat hukum. Tapi Tommy belum mau menyerah.
Sehari sesudah grasinya ditolak, 3 November 2000, Tommy kabur setelah memalsukan identitas. Ia pun resmi menjadi buron setelah Polri melayangkan surat ke Interpol pada 10 November 2000 yang berisi permintaan bantuan untuk mencari Tommy pada 10 November 2000.
Pembunuhan Hakim Syafiuddin (2001)
Ilustrasi Penembakan (Foto: gettyimages.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penembakan (Foto: gettyimages.com)
Pada 26 Juli 2001, Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita tewas ditembak. Sekitar dua minggu kemudian, 7 Agustus 2001, polisi menangkap Mulawarman dan Noval Hadad dan menetapkan mereka sebagai tersangka.
Keduanya mengaku membunuh Syaifuddin atas perintah Tommy Soeharto.
Setelah hampir dua bulan, 28 November 2001, polisi menangkap Tommy di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ia didakwa membunuh Syafiuddi, dan divonis 10 tahun penjara pada Juli 2002 oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Amirudin.
ADVERTISEMENT
Tommy yang mestinya baru bebas pada 2010, bisa menghirup udara segar lebih awal, pada 1 November 2006, karena sejumlah pemotongan masa tahanan atasnya.
Selepas dari penjara, aktivitas Tommy tak banyak diketahui publik. Dia tenggelam dari lampu sorot seiring hilangnya pamor keluarga Cendana. Aktivitas politik Tommy kala itu juga tak semenonjol kakak-kakak perempuannya, Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto).
Kasus Makar (2016)
Tommy Suharto. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tommy Suharto. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Nama Tommy dikaitkan dengan kelompok yang disebut hendak melakukan makar saat aksi bela Islam 212 pada 2 Desember 2016. Tommy dituding mendanai gerakan tersebut.
Tuduhan ini bermula ketika salah satu tersangka, Firza Husein, disebut dekat dengan Tommy. Firza adalah tersangka yang disebut mengelola dana aksi dan menyiapkan truk komando yang disebut berfungsi untuk menggerakkan massa ke DPR.
ADVERTISEMENT
Nama Firza sejak lama melekat dengan orang-orang yang menjadi tersangka makar. Dia aktif di organisasi bernama Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana.
Pada yayasan tersebut, Firza disebut mencatut nama Tommy. Akibatnya Firza disomasi Tommy Soeharto. Surat somasi dilayangkan 20 Desember 2016.
Dalam surat somasi, Firza dituntut meminta maaf dan tak boleh mengaku-ngaku sebagai aktivis yayasan itu. Firza dituduh memiliki motif tertentu dengan membawa nama besar Cendana.
"Motifnya mencari dukungan dan dana," kata Erwin Kallo, pengacara Tommy.
Karena berada di pusaran polemik kasus makar itulah, Tommy dipanggil oleh penyidik Direskrimum Polda Metro Jaya sebagai saksi. Namun Tommy tak memenuhi panggilan itu.
Aditia Rizki Nugraha, Ardhana Pragota
Tommy Soeharto (ilustrasi). (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tommy Soeharto (ilustrasi). (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)