Rentetan Penembakan Massal di AS dan Ancaman Teroris Kulit Putih

Reaksi pekerja toko Walmart usai penembakan di El Paso, Texas, Amerika Serikat. Foto: Briana Sanchez/The El Paso Times via AP

Kurang dari 24 jam terjadi dua kali penembakan massal di Amerika Serikat, Sabtu-Minggu (3-4/8). Lebih dari 30 orang kehilangan nyawa.

Rentetan peristiwa tersebut menimbulkan kekhawatiran baru di AS, yaitu ancaman white terrorism atau teroris kulit putih.

Menurut seorang politikus Partai Demokrat yang juga maju dalam bursa kandidat capres AS, Pete Buttgieg, apa yang terjadi di El Paso dan Dayton adalah efek nyata, white terrorism. Sebab, korban dari penembakan tersebut adalah warga Afro-America, Yahudi, serta Latin.

Sejumlah warga sampai di Sekolah Dasar MacArthur untuk mencari keluarga dan kerabat setelah penembakan di Toko Walmart, El Paso, Texas, Amerika Serikat. Foto: Briana Sanchez/The El Paso Times via AP

"Sangat jelas bahwa tewasnya warga Amerika di Charleston, San Diego, Pittsburgh, dan sekarang di El Paso, gejala teroris nasionalis kulit putih," sebut Buttgieg seperti dikutip dari AFP, Selasa (6/8).

Buttgieg menyebut, sosok yang mesti disalahkan atas merebaknya penembakan dan paham white terrorism adalah Presiden Donald Trump. Ia menuduh Trump lewat sejumlah pernyataan rasial telah membangkitkan white terrorism.

Suasana sebelum penembakan di Dayton, Ohio, Amerika Serikat, Minggu (4/8). Foto: Dayton Police Department/Handout via REUTERS

Dalam kolom opininya, media ternama Amerika Serikat, New York Times, menulis paham supremasi kulit putih telah menjadi alasan terjadi berbagai penembakan dari awal era 2010-an.

"Sebuah investigasi yang dilakukan kami pada awal tahun ini, setidaknya sepertiga dari aksi pembunuhan dilakukan warga kulit putih dipicu oleh serangan serupa yang terjadi sebelumnya," sebut New York Time.

Ideologi supremasi kulit putih yang mendasari aksi white terrorism adalah paham yang menganggap ras kulit putih lebih unggul dari ras lainnya di seluruh dunia.

Lubang bekas penembakan di Dayton, Ohio, Amerika Serikat, Minggu (4/8). Foto: REUTERS/Bryan Woolston

Penembakan di El Paso yang terjadi akhir pekan lalu dilakukan oleh Patrick Crusius. Mayoritas korban Crusius adalah warga latin.

Sebelum melakukan aksinya, Crusius di media sosial pribadinya menentang keras invasi warga Latin ke AS. Ia bahkan mendukung pembantaian di Christchurch pada Mei lalu. Pembantaian Christchurch dilakukan seorang pengikut supremasi kulit putih.

Polisi Texas memblokir toko Walmart pasca penembakan di El Paso, Texas, Amerika Serikat. Foto: AP Photo/Andres Leighton

Sementara itu, penembakan di Dayton, Ohio, dilakukan juga oleh seorang warga kulit putih. Polisi tidak menemukan indikasi motif serangan tindakan rasial.

Meski demikian, enam orang korban penembakan di Ohio adalah Afro-America.