Revisi UU Pemasyarakatan Permudah Bebas Bersyarat dan Remisi Koruptor

18 September 2019 12:42 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan di penjara. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan di penjara. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Di luar sorotan publik terhadap revisi UU KPK, pemerintah dan DPR rupanya telah menyepakati poin-poin revisi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Revisi UU tersebut akan disahkan dalam rapat paripurna dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
Hal itu diputuskan dalam rapat kerja antara Komisi III DPR bersama Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9) malam.
Namun salah satu poin revisi UU Pemasyarakatan justru membuat narapidana kasus kejahatan luar biasa lebih mudah mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat. Kejahatan luar biasa itu seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkoba.
Di revisi UU Pemasyarakatan, ketentuan pembebasan bersyarat yang diatur secara khusus di Peraturan Pemerintah (PP) dihapus. Aturan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat itu sebelumnya diatur di PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik mengatakan, revisi UU Pemasyarakatan itu membuat hak-hak seperti remisi dan pembebasan bersyarat seperti sebelumnya diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1999. PP itu tak mengatur pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam revisi UU Pemasyarakatan, ketentuan remisi dan pembebasan bersyarat berlaku bagi napi secara umum yang telah memenuhi persyaratan. Namun hak tersebut tidak berlaku bagi napi yang dijatuhi pidana mati dan seumur hidup.
"Kita berlakukan (seperti) PP 32 tahun 1999," ujar Erma kepada wartawan, Rabu (18/9).
Erma Suryani Foto: DPR.go.id
Sebelumnya dalam PP 99/2012, napi kejahatan luar biasa, termasuk korupsi, hanya bisa mendapat remisi dan pembebasan bersyarat apabila memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat itu seperti bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar kasus (justice collaborator) yang ada di Pasal 34A ayat (1) huruf a dan Pasal 43A ayat (1) huruf a.
Selanjutnya di Pasal 34A ayat (3) dan Pasal 43B ayat (3) PP 99/2012 juga mengatur napi korupsi bisa mendapat remisi dan pembebasan bersyarat asal mendapatkan rekomendasi penegak hukum, termasuk KPK.
ADVERTISEMENT
Namun dalam Pasal 10 ayat (2) revisi UU Pemasyarakatan, napi bisa mendapat hak seperti remisi dan pembebasan bersyarat asalkan berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.
Khusus hak cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat, narapidana juga wajib menjalani masa pidana paling singkat 2/3, dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan.
Menurut Erma adanya ketentuan itu, membuat pemberian hak-hak narapidana hanya bergantung kepada vonis hakim pengadilan dan penilaian Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham.
"Penerima remisi, cuti bersyarat dan lain sebagainya itu teman-teman di Pemasyarakatan yang akan menilai. Tapi sepanjang putusan pengadilan tidak menyebut bahwa hak-haknya itu dicabut maka itu tetap berlaku, boleh mereka (napi) mengajukan. Diterima atau tidak tergantung Kemenkumham," pungkas Erma.
Ilustrasi tahanan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan