RUU Ekstradisi Diklaim Telah Mati, Kenapa Demo di Hong Kong Tak Reda?

22 Juli 2019 11:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi anti huru hara menembakkan gas air mata ke arah demonstran yang menolak RUU ekstradisi di Hong Kong, China, Minggu (21/7). Foto: REUTERS/Edgar Su
zoom-in-whitePerbesar
Polisi anti huru hara menembakkan gas air mata ke arah demonstran yang menolak RUU ekstradisi di Hong Kong, China, Minggu (21/7). Foto: REUTERS/Edgar Su
ADVERTISEMENT
Hong Kong memasuki salah satu fase terburuk dalam sejarah negara mereka. Rentetan aksi demonstrasi berujung ricuh berlangsung secara berturut-turut selama enam pekan terakhir.
ADVERTISEMENT
Awalnya, demonstrasi disulut oleh rencana penerapan RUU Ekstradisi, undang-undang yang memungkinkan pelaku kriminal di Hong Kong untuk diadili di China.
Rencana penerapan serta pembahasan RUU Ekstradisi telah ditangguhkan oleh Otoritas Hong Kong. Bahkan Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menyatakan RUU Ekstradisi sudah mati.
Suasana demo menolak RUU ekstradisi di Hong Kong, China, Minggu (21/7). Foto: REUTERS/Edgar Su
Pernyataan boleh saja telah dilontarkan. Namun, nyatanya demo kian masif.
Lalu sebenarnya apa yang menyebabkan ratusan ribu hingga jutaan massa masih turun ke jalanan meski pemerintah telah menangguhkan UU Ekstradisi?
Adalah kekhawatiran dari para demonstran bahwa penangguhan UU Ekstrdisi saja tidak cukup. Para pengunjuk rasa, baru akan tenang apabila RUU tersebut ditarik dari proses legislasi.
Mereka khawatir apabila RUU ekstradisi disahkan, maka perjanjian satu negara dua sistem yang jadi jaminan kebebasan di Hong Kong akan semakin terkikis.
ADVERTISEMENT
"Itu akan menjadi kematian bagi Hong Kong," kata salah satu demonstran apabila RUU ekstradisi disahkan.
Selain itu, dilansir AFP, Senin (22/7) demonstrasi kini telah berkembang menjadi sebuah gerakan yang tuntutannya lebih luas. Yakni menyuarakan reformasi demokrasi dan hak pilih universal di wilayah semi otonom Hong Kong.
Di bawah kesepakatan penyerahan Hong Kong antara China dan Inggris pada 1997, pemerintah China berjanji untuk memberikan kebebasan kepada Hong Kong untuk mengatur negaranya sendiri. Termasuk kebebasan rakyatnya untuk berekspresi serta berpendapat.
Janji China berbeda dengan kondisi di lapangan. Kebebasan itu tidak dirasakan oleh warga Hong Kong.
Kebebasan berpendapat mereka seakan dibungkam dengan sejumlah politikus terkemuka serta aktivis pro-Beijing dipenjara, bahkan buku-buku pro demokrasi pun ikut ditahan.
ADVERTISEMENT
Enam minggu demo berturut-turut setidaknya diharapkan memberi pengaruh kepada pemerintah Hong Kong dan Beijing.
Terlepas dari visi misi gerakan menghadirkan demokrasi di Hong Kong, para demonstran berjanji untuk menjaga gerakan tetap utuh dan kompak mereka sampai tuntutan inti mereka terpenuhi.
Tuntutan mereka yakni pengunduran diri Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, penyelidikan independen terhadap aksi penyerangan polisi kepada massa, pemberian amnesti dan UU Ekstradisi ditarik secara permanen.
Kronologi Protes RUU Ekstradisi Hong Kong. Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan/kumparan