Saat Nama Gus Dur Disebut dalam Skandal Cambridge Analytica

23 Maret 2018 18:52 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gus Dur, mantan presiden RI. (Foto: Paula Bronstein/Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Gus Dur, mantan presiden RI. (Foto: Paula Bronstein/Getty Images)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nama Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur) disebut-sebut pernah menggunakan jasa Cambridge Analytica. Hal itu diketahui dari sejumlah publikasi ilmiah dan pemberitaan internasional.
ADVERTISEMENT
Nama Cambridge Analytica mencuat setelah dilaporkan mencuri data Facebook. Pencurian data tersebut memiliki keterkaitan dengan kemenangan Donald Trump di Pemilu Amerika Serikat.
Dalam berita yang diturunkan The Independent pada Rabu (21/3), disebutkan bahwa tokoh kunci di balik Cambridge Analytica (CA), Nigel Oakes, pernah bekerja sebagai konsultan di Jakarta untuk Abdurrahman Wahid.
Jauh sebelum Cambridge Analytica dikenal seperti saat ini, Oakes mendirikan Strategic Communication Laboratories (SCL). SCL merupakan konsultan komunikasi strategis, yang kliennya adalah pemerintah dan organisasi militer .
Untuk saat ini Cambridge Analityca berbasis di London, Inggris, serta merupakan salah satu anak perusahaan dari SCL Groups. Dalam laman resminya, sclgroup.cc, mereka mengklaim telah melakukan program rekayasa perilaku di lebih dari 60 negara.
ADVERTISEMENT
Artikel The Independent itu sebetulnya merujuk pada artikel yang terbit pada 5 Agustus 2000. Kala itu, kontributor The Independent bernama Richard Lloyd Parry membeberkan uraian tentang Gus Dur yang menggunakan jasa SCL antara tahun 1999-2000. Parry juga turut mendeskripsikan betapa canggihnya kantor SCL di Jakarta.
Parry menyebut kantor SCL di Jakarta itu layaknya sebuah markas yang tersembunyi. Hampir tak ada yang tahu keberadaanya. Di situ Parry memaparkan adanya teknologi canggih berupa 25 komputer dengan layar datar seluas 16 inci, serta dua unit televisi raksasa.
Harga yang dibayar oleh kubu Gus Dur sebagai pengguna jasa juga terbilang fantastis. Parry menulis bahwa Oakes membanderol harga hingga USD 2 juta untuk memoles citra Gus Dur. Pada bulan Juni tahun 2000, Parry menyebut Oakes bertemu dengan Yenny Wahid, putri Gus Dur. Pertemuan itu membahas upaya membalikkan keadaan Presiden Gus Dur yang tengah terjepit akibat tekanan parlemen.
ADVERTISEMENT
“Dua bulan kemudian, banyak kritikan terhadap Presiden (Gus Dur-Red) agak berkurang, tetapi apakah itu merupakan usaha dari Pak Oakes adalah pertanyaan lain,” tulis Parry.
Pihak Gus Dur Membantah
kumparan (kumparan.com) mencoba mengkonfirmasi kabar Gus Dur pernah memakai jasa SCL kepada juru bicara kepresidenan kala itu, Wahyu Muryadi. Dia membantah adanya keterlibatan SCL dalam pemerintahan Gus Dur. Ia juga menampik pernah berkenalan dengan Oakes.
“Ya, itu kan ngakunya dia ya omongnya itu pernah di tahun 1999, zaman Presiden Abdurrahman Wahid. Zamannya memang zaman Presiden Abdurrahman Wahid, tapi kalau membantu Gus Dur, kalau setahu saya ya, saya kok belum pernah kenal atau ketemu dengan nama (Oakes) yang dimaksud ini,” beber Wahyu, Jumat (23/3).
Wahyu Muryadi. (Foto: Twitter @WahyuMuryadi)
zoom-in-whitePerbesar
Wahyu Muryadi. (Foto: Twitter @WahyuMuryadi)
Menurutnya, Gus Dur bukanlah tipe orang yang membutuhkan polesan pencitraan seperti itu. Selama Gus Dur menjabat, kata dia, tak pernah memakai lembaga konsultan. Terlebih, ia menyebut Gus Dur bukanlah orang yang suka diatur.
ADVERTISEMENT
“Rasanya Gus Dur enggak pernah memakai lembaga-lembaga konsultan pencitraan seperti itu (untuk) kepentingannya politiknya. Karena satu alasan saya, pertama, Gus Dur orangnya sangat informal dan enggak butuh pencitraan, malah dia enggak mau diatur-atur. Protokol aja enggak boleh ngatur, justru presiden yang ngatur protokol. Yang kedua, biaya konsultasi begitu kan mahal, apalagi konsultan asing. Mana ada duit waktu itu. Saya tahu persislah. Itu setahu saya,” tambah wartawan senior Tempo ini.
Wahyu juga membantah adanya kabar mengenai pertemuan putri Gus Dur, Yenny Wahid, dengan Oakes dan lembaga SCL. Hingga saat ini, kata dia, Yenny Wahid pun tak tahu menahu.
“Saya sempat japri sama Bu Yenny. Bu Yenny juga enggak kenal, ‘siapa itu’, kami saling bertanya," kata Wahyu.
ADVERTISEMENT
Wahyu juga bermaksud menanyakan hal itu kepada teman-temannya yang lain, yang waktu itu berdinas di Istana membantu Gus Dur, termasuk Ratih Hardjono.
"Bu Ratih kan Sekretaris Presiden. Itu yang mungkin berurusan dengan pihak luar, gitu loh. Waktu itu kan orang yang berkepentingan dengan Abdurrahman Wahid banyak sekali. Tapi seingat saya, saya tidak kenal (dengan Oakes)," tandas Wahyu.
kumparan juga berusaha mengkonfirmasi kepada Yenny Wahid lewat telepon. Namun, dia tidak mengangkat ponselnya.