Saiful Mujani: MK Jangan Jadi Pengkhianat Reformasi

25 Juli 2018 13:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jusuf Kalla (Foto: Prima Gerhard S/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jusuf Kalla (Foto: Prima Gerhard S/kumparan)
ADVERTISEMENT
Polemik pengajuan gugatan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sebagai pihak terkait dalam uji materi pasal 169 huruf n UU Pemilu masih berlanjut. JK mengaku mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan Partai Perindo ke MK untuk memperjelas frasa 'dua kali berturut-turut' yang dipermasalahkan selama ini.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, menilai pasal 7 UUD 1945 sudah jelas mengatur masa jabatan presiden dan wapres maksimal hanya dua kali. Terlebih, pembatasan masa jabatan tersebut merupakan cita-cita reformasi agar tidak ada lagi kekuasaan yang tak terbatas. Jika MK memproses gugatan tersebut, apalagi mengabulkannya, maka MK bisa dicap sebagai pengkhianat reformasi.
"Salah satu inti reformasi adalah membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi maksimal hanya 2 kali seperti yang dituangkan dalam UUD. Mahkamah Konstitusi dan pihak-pihak yang melanggar ini adalah pengkhianat reformasi," kata Saiful dalam keterangan resmi yang diterima kumparan, Rabu (25/7).
Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres  (Foto: Nadia Riso/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres (Foto: Nadia Riso/kumparan)
Menurut Saiful, bunyi pasal 7 UUD 1945 juga sangat jelas membatasi masa jabatan presiden dan wapres. Sehingga, kata Saiful, JK tidak perlu repot-repot meminta tafsir MK.
ADVERTISEMENT
"Jangan dipilah-pilah dan dibedakan antara presiden dan wakil. Kalau sudah 2 kali jadi wapres itu artinya jelas 2 kali, siapa pun pasangan presidennya. Kalau UUD bilang hanya boleh dua kali, ya 2 kali. Ini sudah sangat jelas, dan tidak membutuhkan tafsir lain," ujar dia.
Saiful juga meminta MK untuk menolak gugatan tersebut. Sebab, gugatan tersebut sama seperti menguji konstitusi. Padahal, MK hanya berwenang meninjau UU dan aturan-aturan di bawah konstitusi (UUD 1945). Jika MK sampai mengabulkan gugatan tersebut, maka MK secara terang-terangan melanggar konstitusi.
"Jangan sampai kasus ketua Mahkamah Konstitusi sebelumnya, Akil Mochtar, yang dijebloskan ke penjara seumur hidup menimpa anggota MK sekarang," ucapnya.
Saiful juga mengkritisi pernyataan kuasa hukum JK, Irman Putra Sidin, yang menyatakan posisi wapres hanya sebagai pembantu presiden, sama seperti menteri, sehingga masa jabatannya tidak perlu dibatasi. Pernyataan itu menurutnya sangat gegabah.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, meskipun ada kata-kata 'dibantu' dalam UUD, wakil presiden bukan pembantu seperti menteri. Bersama presiden, wapres dipilih langsung oleh rakyat, dan tidak bisa diberhentikan oleh presiden.
"Sifat dasar sistem presidensial adalah kepala negara dan pemerintah sekaligus dipilih oleh rakyat secara langsung untuk satu masa jabatan tertentu yang bersifat fix (tetap) dan tak bisa diberhentikan di tengah jalan kecuali melanggar hukum," tutup Saiful.