Sandi Sepakat Napi Korupsi Dilarang Nyaleg: Antikorupsi Harga Mati

24 Mei 2018 9:27 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sandiaga Uno  (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sandiaga Uno (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno sepakat dengan rencana KPU melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg. Menurutnya, hal itu bisa memberikan pelajaran bagi masyarakat agar tidak melakukan praktik korupsi.
ADVERTISEMENT
“Saya rasa sepakat. Mantan narapidana korupsi tentunya di literatur-literatur jelas ada sanksi yang sangat tegas bagi pelaku korupsi untuk tidak lagi bisa dicalonkan,” kata Sandi di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis, (24/5).
“Dan kami mendukung ini sebagai langkah tegas memastikan bahwa yang terpenting di generasi muda kita, kita harus bebas dari korupsi. Kita harus antikorupsi. Bagi kami ini adalah harga mati,” tambah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu.
Ilustrasi Pemilu. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
Sandi optimistis rencana KPU tersebut dapat membantu menekan praktik korupsi di Indonesia. Sehingga, hal itu bisa mempercepat pembangunan di Indonesia yang bersih dari korupsi.
“Ini tentunya mengirimkan pesan yang jelas untuk semua politisi dan birokrat maupun juga di dunia usaha untuk tidak sama sekali memberikan ruang untuk kegiatan yang syarat potensi korupsi, kolusi, nepotisme,” ujar Sandi.
ADVERTISEMENT
Komisi II DPR sendiri telah memutuskan untuk menolak usulan KPU dan koalisi masyarakat soal mantan narapidana korupsi dilarang menjadi caleg di Pemilu 2019. Keputusan yang dicapai pada rapat bersama KPU Selasa (22/5) kemarin itu, merujuk pada UU Pemilu.
Ilustrasi Korupsi (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Korupsi (Foto: Thinkstock)
Dalam UU Pemilu diatur terkait caleg yang berstatus mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama 5 tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan diri ke publik bahwa yang bersangkutan pernah berstatus sebagai tersangka.
Namun, sejumlah pihak menganggap keputusan Komisi II DPR tersebut tidak dapat mengikat KPU. Jika merujuk pada putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, KPU merupakan lembaga independen. Sehingga keputusan untuk membentuk aturan soal larangan napi itu, dapat tetap dibuat dalam Peraturan KPU (PKPU).
ADVERTISEMENT