news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sejauh Mana Hukum Melindungi Kesejahteraan Hewan di Indonesia?

12 Desember 2017 16:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Valent, anjing jenis maltese (Foto: Dok. Elishia)
Tak hanya manusia, hewan juga tidak terlepas dari ancaman kekerasan atau penganiayaan. Sadar atau tidak sadar, kejadian itu terus berulang --meski tak jarang dipandang sebelah mata. Terjadi sekarang, dilupakan kemudian.
ADVERTISEMENT
Contoh kasus yang belakangan menjadi sorotan adalah kisah anjing Valent di Jakarta Selatan dan anjing Pino di Nuansa Barat, Taman Griya, Jimbaran, Bali.
Anjing berjenis Maltese, Valent, ditinggalkan pemiliknya di dalam mobil di parkiran mal Gandaria City, Jakarta Selatan, Sabtu (2/12). Valent “dikurung” selama kurang lebih 8 jam tanpa makanan atau minuman. Anjing milik Elishia itu hanya diberi sirkulasi udara ala kadarnya lewat kaca mobil yang sedikit dibuka.
Sementara itu, anjing Pino ditemukan dalam kondisi bau minyak tanah dan luka bakar di sekujur tubuhnya, Kamis (7/12). Ia ditemukan oleh I Made Putra Wahyuda, yang kemudian melumuri lukanya dengan kunyit dan mengompresnya dengan es batu. Hingga saat ini, belum ditemukan siapa pelaku yang tega melakukan penyiksaan terhadap anjing Pino itu.
ADVERTISEMENT
Kekerasan terhadap anjing Valent dan anjing Pino adalah dua dari sekian banyak kekerasan yang menimpa hewan. Kekerasan pada dua anjing tersebut mendapat perhatian tak lain karena viral di sosial media.
Lantas, apa kabar dengan Valent dan Pino lainnya yang luput dari sorotan masyarakat luas? Adakah hukuman bagi mereka yang terbukti telah menyiksa dan membuat hewan peliharaan mereka teraniaya?
Anjing Pino yang dibakar. (Foto: Dok. Astiti Wahyuni)
R. Soesilo, dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (1974), menjelaskan hal-hal yang termasuk tindakan kejahatan penganiayaan pada hewan.
Hal tersebut termasuk: tindakan yang sengaja menyakiti, melukai, atau merusak kesehatan hewan; tidak memberikan makanan atau minuman; dan tindakan yang juga keluar batas kelaziman.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Soesilo secara khusus menyebutkan tindakan kekerasan yang masih seringkali diabaikan. Misalnya saja: 1) memotong ekor dan kuping anjing untuk keindahan, 2) mengebiri, 3) mengeksploitasi hewan untuk sirkus, serta 4) menggunakan hewan sebagai uji coba kedokteran (vivisectie) di luar batas kelaziman.
Ilustrasi telinga anjing yang tidak dipotong (Foto: publicdomainpictures.net)
Peraturan soal perlindungan hewan sebetulnya telah dimuat dalam Pasal 66 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU 18 tahun 2009).
Pada pasal itu dikatakan, “Yang dimaksud dengan “penganiayaan” adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan, misalnya pengglonggongan sapi.”
Pada intinya, peraturan itu mewajibkan setiap orang untuk melakukan pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan yang dilindungi negara ataupun tidak dengan sebaik-baiknya. Harapannya adalah, agar hewan-hewan tersebut hidup dengan baik, tanpa rasa takut, tertekan, dan kelaparan.
ADVERTISEMENT
Selain undang-undang tersebut, peraturan lain terkait kesejahteraan hewan juga dimuat dalam Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012, yaitu tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (UU 95 tahun 2012).
Ada beberapa poin tentang pelarangan pemanfaatan hewan di luar kemampuan kodratnya yang membahayakan keselamatan. Hal ini termasuk memberikan bahan perangsang fungsi kerja organ, sehingga fisik hewan bisa dieksploitasi di luar kemampuan biologis dan fisiologisnya.
Lebih lanjut, Pasal 302 KUHP menjelaskan konsekuensi atas segala bentuk kekerasan terhadap hewan (melukai, merugikan kesehatan, hingga tidak memberi makan), dengan ancaman pidana paling lama tiga bulan (denda Rp 4.500).
Sementara, jika hewan yang menjadi korban sampai mengalami sakit lebih dari seminggu, cacat, luka berat lain, atau mati maka pelaku dipidana tambahan paling lama sembilan bulan (Rp 300).
Menjaga anjing peliharaan dari hawa panas (Foto: David Gray/Reuters)
Menimbang peraturan pasal 302 KUHP yang dinilai masih ringan itu, petisi online yang bertajuk DPR & Menkumham : Hentikan RW/Rica Dogi/DOGMEAT (Perberat Hukuman di KUHP Pasal 302: Penganiaya Hewan Pantas Dihukum Berat dibuat oleh Rangga Wisnu dan mendapat dukungan hingga 1.709 pendukung.
ADVERTISEMENT
Petisi itu menyoroti jumlah denda yang sangat kecil, hanya Rp 4.500 dan Rp 300 saja. Kecilnya denda tersebut disebabkan oleh acuan yang masih terpaku pada kurs zaman Hindia Belanda. Maka, tuntutan yang diajukan adalah melakukan konversi dalam nilai tukar rupiah saat ini, yaitu berkisar Rp 5 - 10 juta.
Sejak diterbitkan hingga 27 Juli 2016, petisi itu ditindaklanjuti dengan terbitnya RUU KUHP yang diajukan dalam Program Legislasi Nasional telah memperberat hukuman untuk penyiksaan hewan.
Persoalan lain muncul, penegakan aparat penindak hukum dianggap masih lemah atas kekerasan pada hewan. Salah satu bentuk keprihatinan itu digelorakan dalam petisi online yang mendorong penegakan regulasi terhadap pelaku kekerasan hewan yang masih bebas berkeliaran di luar sana.
ADVERTISEMENT
Cat Rescue Team (CRT), Perkumpulan Domestik Kucing (PKDI), Chapter Batam mengunggah petisi yang mengecam terjadinya pembunuhan masal terhadap kucing dengan bubuk potasium di Denpasar Bali.
Peristiwa pembunuhan kucing itu bahkan diunggah di sosial media Facebook oleh sang pelaku. Meski kemudian dihapus, Gusti Putu Agus Heri dalam akun Facebook-nya mengunggah ulang foto-foto yang menjadi bukti pembantaian hewan tak berdosa tersebut.
Kendala lain terhadap penegakan regulasi kekerasan hewan ditunjukkan oleh penelitian Ivan Epifanius yang dipublikasikan Aptik Digital Library (ADL) pada 2014. Ivan menyoroti keberadaan Pasal 302 KUHP yang tidak termasuk dalam petisi-petisi sebelumnya.
Persoalan lain itu adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang cara memperlakukan hewan dengan baik. Maka, perlu diadakannya program edukasi peningkatan kesadaran masyarakat soal hewan secara lebih efektif.
ADVERTISEMENT
Sorotan terhadap ketidaktahuan masyarakat tentang tindakan kekerasan hewan diteliti pula oleh Habibi Syahid. Penelitian itu, diterbitkan pada E-journal UNESA, membahas soal budaya karapan sapi di Kabupaten Pamekasan, Madura. Budaya tersebut amat sarat dengan “tekanan” yang ditujukan pada sapi yang dilombakan --baik fisik maupun psikis.
Namun, tak mudah melakukan aksi nyata terhadap kegiatan kolektif tersebut. Kegiatan yang telah menjadi budaya turun temurun itu menyulitkan Kepolisian Resor Pamekasan dalam melakukan pembinan dan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku karapan sapi.
Maka, selain hukum yang punitif, dibutuhkan pula edukasi dengan intensitas yang tinggi kepada masyarakat, yang menekankah pentingnya isu kesejahteraan hewan dalam kehidupan sehari-hari.
Karapan sapi di Madura (Foto: Wikimedia Commons)
Dilansir Animal Welfare Laws, berikut disebutkan undang-undang beserta ancaman hukuman terhadap kasus pelanggaran kesejahteraan hewan:
ADVERTISEMENT
1. Praktek Kekerasan di Masyarakat Termasuk pemukulan, penusukan, pencekikan, dan pembuangan hewan KUHP pasal 302; 406; 335; 170; 540. Hukuman maksimal 12 tahun penjara. Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 Tahun2009, pasal 66 dan 67.
2. Pengandangan dan Perantaian Termasuk kandang yang tidak layak, kekurangan air atau makanan; salah urus; penyiksaan KUHP pasal 302; 406; 540; 335. Hukuman maksimal 2 tahun penjara. Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 Tahun 2009, pasal 66 dan 67.
3. Pembunuhan dan/atau Peracunan Anjing Termasuk tindakan yang dilakukan atas permintaan masyarakat atau pemerintah KUHP pasal 302; 406; 335; 170. Hukuman maksimal 12 tahun penjara. Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 Tahun2009, pasal 66.
ADVERTISEMENT
4. Pencurian Anjing Termasuk motif keuntungan finansial atau tebusan KUHP pasal 362; 363; 406; 480; 481; 335; 365. Hukuman maksimal 15 tahun penjara.
5. Pertarungan Anjing Terorganisir KUHP pasal 241; 302; 406; 170/ Hukuman maksimal 12 tahun penjara. Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan no. 18 Tahun2009, pasal 66 dan 67.
6. Perdagangan Daging Anjing Pasal yang berbeda-beda dikenakan kepada Pemasok, Penjual dan Pembeli KUHP pasal 241; 302; 362; 363; 406; 335; 170; 480; 481; 204; 205. Hukuman maksimal penjara seumur hidup. Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 18 Tahun2009, pasal 66 dan 67. Bab 13, pasal 86 dan 87.
=============== Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!
ADVERTISEMENT