Setelah Pabrik Kembang Api Kosambi Terbakar

9 November 2017 17:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Dua minggu berlalu sejak pabrik kembang api Kosambi meledak, Kamis (26/10), membakar puluhan pekerja yang tengah berada di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Hingga pekan lalu, Selasa (31/10), bekas pabrik itu masih ramai dikunjungi warga yang ingin melihat lokasi tragedi. Orang-orang penasaran melongokkan kepala ke dalam pabrik, dan polisi masih berjaga di sekitarnya. Gerbang dan tembok pabrik yang sebagian runtuh pun masih dilingkari garis polisi.
Waktu terus berlalu, namun duka tak lantas tersapu. Muram membayang di wajah-wajah kerabat para korban ledakan pabrik PT. Panca Buana Cahaya Sukses.
Anwar, suami Arsiyah korban Kosambi (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Tak mudah bagi Anwar untuk merelakan kepergian Arsiyah, istrinya. Walau hati sudah lebih tenang karena jenazah istrinya telah dikebumikan, pedih masih merundung.
Begitu pun Zaih, ayah Arsiyah, tak mampu menutupi duka kehilangan anak keduanya itu. Kesedihan mendalam berbuah seruan menuntut keadilan dan pertanggungjawaban perusahaan atas tragedi yang terjadi akibat kelalaian pemiliknya.
ADVERTISEMENT
“Kalau misalnya ada bantuan, saya gak langsung terima. Saya harus tahu dulu dari siapa. Karena bisa-bisa bantuan itu melemahkan posisi kami--korban. Kalau misal kami terima ternyata dari utusan perusahaan, nanti tuntutan kami bisa nggak dianggap karena dia (perusahaan) merasa sudah kasih ganti (rugi),” kata Zaih kepada kumparan yang menyambangi kediaman Arsiyah di Kosambi, Tangerang.
Jenazah mendiang Arsiyah baru teridentifikasi lima hari setelah tragedi. Selama proses identifikasi, Zaih dan menantunya, Anwar, setia menunggu di RS Polri Kramat Jati.
Zaih bercerita, ada beberapa orang yang datang kepadanya dengan selembar surat dan meterai 6000, lalu meminta dirinya menandatangani surat itu.
“Isinya semacam ‘tidak ada tuntutan’, pakai meterai 6000,” ujarnya. Disodori surat bermeterai--yang tak ia tanda tangani--membuatnya makin gencar menuntut keadilan.
Demo buruh di depan Kemenaker (Foto: Johanes/kumparan)
Petaka gudang petasan Kosambi berujung aksi solidaritas para buruh di Kantor Kementerian Tenaga Kerja Jakarta Selatan. Selasa (7/11), buruh dari berbagai serikat pekerja melakukan demonstrasi, serempak menyuarakan tuntutan serupa: keamanan dan kesejahteraan para buruh di tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Peduli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) itu lalu beberapa di antaranya bergantian menceritakan pengalaman kecelakaan kerja yang pernah mereka alami.
Karma, pekerja peleburan besi di Karawang, Jawa Barat, mengatakan pernah mengalami kecelakaan kerja pada 2015, saat sedang melebur sebuah dongkrak ke dalam tungku.
“Dongkrak tersebut meledak. Api ledakan mengenai saya, dari kaki sampai rambut,” ucap lelaki 22 tahun tersebut.
Hingga kini, kata Karma, penyebab kecelakaan yang menimpanya itu belum jelas. Pemicu ledakan diduga oli dalam dongkrak.
Karma masih belum bisa bekerja sampai sekarang, namun masih mendapat gaji dari perusahaan tempatnya bekerja.
Olah TKP di lokasi kebakaran pabrik petasan (Foto: Polres Tangerang)
Kisah lain dibagikan Dirman. Pria 31 tahun yang bekerja di sebuah pabrik percetakan itu mengalami kecelakaan kerja hingga kehilangan salah satu tangannya pada 2004.
ADVERTISEMENT
“Pas bekerja, tangan kanan saya ketarik dan kejepit mesin (percetakan). Itu pun pakai tangan kiri saya matikan mesin. Kalau enggak saya matikan, mesin masih tetap jalan, mungkin bisa kelindes semua,” tutur Dirman.
Kecelakaan tersebut, menurutnya, terjadi akibat mesin tak dilengkapi sensor keamanan memadai.
Perwakilan Serikat Pekerja Indonesia berpendapat, pengawasan pemerintah terhadap penerapan keselamatan kerja masih amat lemah. Ini menjadi salah satu faktor penyebab tingginya tingkat kecelakaan kerja di Indonesia.
Hingga akhir November 2016, data BPJS Ketenagakerjaan menyebutkan terdapat 101.367 kasus pada 17.069 perusahaan, dengan korban meninggal dunia sebanyak 2.382 orang.
Tuntutan untuk perbaikan pun lantang diserukan. Wakil Ketua Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan, Firmansyah, berharap pemerintah dapat merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
ADVERTISEMENT
Pada UU tersebut, menurut Firmansyah, denda bagi pengusaha yang diduga lalai sehingga berdampak pada keselamatan kerja, masih terlalu rendah besarannya.
“Kami meminta revisi UU Nomor 1 Tahun 1970 karena sanksi yang dikenakan kepada pengusaha hanya Rp 100 ribu. Itu tidak membuat jera,” kata Firmansyah.
Keluarga korban ledakan pabrik petasan Kosambi. (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
Tak hanya buruh yang bertenggang rasa, Polda Metro Jaya berupaya membantu memulihkan trauma yang dialami warga sekitar pabrik kembang api Kosambi.
“Pemerhati anak dan PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) dari Polda Metro melaksanakan trauma healing di kawasan pabrik sana. Jangan sampai dengan kebakaran itu, mental anak-anak itu terpengaruh,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, Senin (6/11).
Pemulihan trauma juga diberikan kepada keluarga korban di RS Polri Kramat Jati, dengan harapan mental anak, warga sekitar, juga para keluarga korban, dapat perlahan pulih.
ADVERTISEMENT
Perangkat desa pun bahu-membahu membantu dan mendukung keluarga korban. Staf kantor Kepala Desa Belimbing Kosambi, Robi, mengatakan petugas tengah mengumpulkan data korban dan keluarganya, sehingga memudahkan proses penyaluran bantuan dari pihak internal maupun eksternal.
“Ada dari pihak mahasiswa yang mau bantu, tapi mereka butuh data konkret. Jadi kami siapkan. Udah jalan sih sosialisasinya,” kata Robi.
Bantuan logistik juga diberikan kepada keluarga korban yang hendak melaksanakan tahlilan.
“Kami siapkan misalnya minuman, kacang. Tahlilnya kan nggak cuma satu-dua keluarga. Ada 28 orang. Fasilitas kami bantu.”
Sisa ledakan pabrik kembang api Kosambi (Foto: Prima Gerhard/kumparan )
PT. Panca Buana Cahaya Sukses selaku pemilik pabrik kembang api petaka, kini terancam dicabut izin usahanya. Seluk-beluk manajemen operasional pabrik itu, termasuk soal pekerja di bawah umur, sedang diselidiki Kementerian Ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
Sanksi paling berat, menurut Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, “cabut izin usaha.”
Namun sanksi terberat sekalipun, tak dapat mengganti nyawa yang hilang. Penyesalan selalu terlambat datang.
Tragedi Ledakan Pabrik Kembang Api Kosambi (Foto: Bagus Permadi/kumparan)