Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Siapa Ahed Tamimi yang Berani Menampar Tentara Israel?
21 Desember 2017 11:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Nama Ahed Tamimi kembali muncul di pemberitaan pekan ini. Gadis berusia 16 tahun ini dipenjara karena menampar dan memukul tentara Israel di Tepi Barat. Sejak kecil, Ahed memang dikenal pantang takut jika berhadapan dengan tentara Israel yang menjajah desanya.
ADVERTISEMENT
Dalam video yang tersebar belakangan ini, Ahed menghampiri tentara Israel dan memukuli mereka. Tentara memang diam saja, tapi tiga hari kemudian mereka menyerbu rumah Ahed di desa Nabi Saleh dan mencokok wanita berambut keriting itu.
Ini bukan video pertama Ahed yang jadi viral. Sebelumnya pada 2015 ketika dia berusia 14 tahun, videonya yang berkelahi dengan tentara Israel juga merengkuh penonton di seluruh dunia. Ketika itu, Ahed yang bertubuh mungil menggigit tentara Israel yang mencoba menangkap adiknya, Mohammed, yang berusia 11 tahun.
Nama Tamimi memang dikenal sebagai pejuang garis depan melawan Israel di Nabi Saleh. Di wilayah berpenduduk 600 orang itu, demonstrasi sering pecah menentang pencaplokan dan pembangunan permukiman Yahudi Israel.
ADVERTISEMENT
"Keluarga Tamimi telah menjadi garda terdepan dalam perlawanan melawan penjajahan militer Israel. Tanah mereka direnggut untuk dibangun permukiman Israel ilegal, dan tentara Israel menjaga perampasan itu," kata Yousef Munayyer, direktur eksekutif di lembaga U.S. Campaign for Palestinian Rights, kepada Newsweek pekan ini.
"Protes warga desa terhadap represi tentara Israel membuat banyak anggota keluarga ini terluka, terbunuh, atau dipenjara bertahun-tahun. Walau banyak tindak kriminal [yang dilakukan Israel], Ahed, seorang gadis muda, dilabeli sebagai provokator oleh Israel karena menampar tentara Israel yang bersenjata lengkap," ujar Munayyer.
Sejak videonya tahun 2015 mengemuka, Ahed diincar Israel. Kepada Al Jazeera dalam wawancara September lalu, Ahed mengaku diancam dibunuh atau dipenjara. Akibat video yang jadi pemberitaan di seluruh dunia itu, Ahed sangat dikenali oleh tentara Israel.
Pada suatu ketika, Ahed dan ibunya, Nariman, dapat izin mengunjungi kakaknya Waed, 19, yang ditahan di penjara Israel. Ketika di pos pemeriksaan, tentara Israel langsung mengenali Ahed dan menyuruh gadis itu keluar.
ADVERTISEMENT
"Semua orang dapat izin melintas, tapi Ahed dikeluarkan dari bus dan dia tidak boleh masuk Israel," kata Nariman.
Ketika protes, Ahed juga paling diincar. Bassem, ayah Ahed, mengatakan tentara Israel meneriakkan nama putrinya jika melihat gadis itu. "Lihat! Itu Ahed Tamimi. Tembak dia!" kata Bassem menirukan perkataan tentara Israel.
Karena hal itu, Bassem mengirim Ahed ke rumah sepupunya di Ramallah untuk sekolah. Ini demi menghindari incaran tentara Israel setiap kali Ahed melintasi pos pemeriksaan.
"Setiap kali tentara mengenali dia, mereka melakukan sesuatu untuk membuat hidupnya sulit. Setiap kali dia meninggalkan rumah, kami khawatir akan terjadi sesuatu pada dirinya," lanjut Bassem.
Keluarga Tamimi memang bukan keluarga sembarangan. Bassem beberapa kali keluar-masuk penjara Israel sehingga pada 2012 Amnesty Internasional melabelinya sebagai tahanan politik. Nariman sudah lima kali dipenjara dan Waed dua kali.
ADVERTISEMENT
Protes telah jadi budaya di Nabi Saleh. Betapa tidak, rumah-rumah mereka dirobohkan dan pohon-pohon zaitun mereka ditebang untuk membangun permukiman Yahudi, Halamish.
Air dan listrik di desa itu dijatah, 12 jam setiap hari. Sementara warga Halamish mendapatkannya 24 jam dan hidup enak. Dari rumah Ahed, mereka bisa melihat kolam renang penuh dengan air di salah satu permukiman Yahudi yang dibangun di atas tanah warga Palestina.
Hampir setiap hari tentara menggeledah rumah warga Nabi Saleh. Bassem mengatakan, tentara Israel kemudian merusak tangki air di atas rumah warga, menyiram sekeliling rumah dengan gas yang berbau busuk agar tidak bisa lagi ditinggali.
"Ini adalah pembersihan etnis yang senyap," kata Bassem.
"Bayangkan seseorang mengendalikan seluruh hidup kalian. Ini seperti dikunci di ruangan tanpa oksigen. Ini bukan cuma soal pos pemeriksaan. Selama penjajahan ada, kami tidak bisa bebas," tambah Nariman.
ADVERTISEMENT
"Penjajahan membatasi mimpi kami. Pikiran kami dikerangkeng oleh penjajah. Pertama Israel mengendalikan mimpi kami, lalu mereka menghancurkannya," Ahed menimpali.
Mereka sekeluarga memang pejuang.