Survei: 50 Persen Buruh Wanita di KBN Cakung Takut Saat Hamil

19 Desember 2017 15:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Launching Hasil Penelitian Perempuan Mahardhika (Foto: Soejono Saragih/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Launching Hasil Penelitian Perempuan Mahardhika (Foto: Soejono Saragih/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ormas Perempuan Mahardhika menggelar survei terhadap para buruh garmen di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Utara, tentang kekerasan berbasis gender. Survei dilakukan dalam rangka memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember mendatang.
ADVERTISEMENT
Koordinator peneliti Vivi Widyawati menjelaskan, survei ini digelar selama 5 bulan yakni dari Juli hingga November 2017. Responden berjumlah 773 orang dari 45 pabrik di KBN. Sebanyak 118 responden di antaranya merupakan perempuan yang sedang hamil dan pernah hamil untuk periode 2015-2017. Mereka adalah karyawan tetap dan tidak tetap.
Penelitian dilakukan menggunakan kuesioner dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Margin error penelitian ini sebesar 5 persen.
"Fakta dari responden tersebut ditemukan, 50 persen dari mereka menyatakan rasa takut atau khawatir saat mengetahui dirinya hamil. Bahkan 4 dari 25 orang yang sedang hamil menyembunyikan kehamilannya," ujar Vivi dalam pemaparannya di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (19/12).
Launching Hasil Penelitian Perempuan Mahardhika (Foto: Soejono Saragih/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Launching Hasil Penelitian Perempuan Mahardhika (Foto: Soejono Saragih/kumparan)
Vivi menjelaskan beberapa faktor penyebab para buruh wanita khawatir dan takut mengetahui dirinya hamil. Di antaranya lingkungan kerja yang tidak ramah pada buruh hamil, kewajiban lembur untuk ibu hamil sama dengan yang tidak hamil, serta keterbatasan fasilitas untuk ibu menyusui.
ADVERTISEMENT
Selain itu sikap pengawas di pabrik terlalu keras kepada ibu hamil. Buruh hamil yang masih kontrak juga takut kehilangan pekerjaan.
"Tingginya tekanan fisik dan psikis ibu hamil di antaranya wajib lembur, keterbatasan mendapatkan fasilitas dari kendala-kendala akibat status kehamilan, bahkan sikap pengawas yang galak hingga mengakibatkan keguguran," beber Vivi.
Kondisi-kondisi memprihatinkan ini, kata Vivi, akhirnya berakibat pada 7 buruh yang mengalami keguguran saat bekerja. Ironisnya, 3 dari 7 buruh yang keguguran tidak mendapatkan cuti.
"Padahal sesuai perundang-undangan seorang perempuan yang mengalami keguguran berhak memperoleh istrahat 1,5 bulan," katanya.
Vivi juga mengatakan bahwa buruh perempuan yang menyusui tidak dapat menggunakan ruang laktasi walaupun mereka mengetahui fasilitas itu ada. Hal ini dikarenakan ada peraturan di pabrik bayi tidak boleh dibawa ke pabrik, kesulitan mengatur waktu dan memerah ASI, dan tidak diberikan pengawas untuk meninggalkan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Menurut Vivi, ketakutan dan kekhawatiran buruh hamil akibat lingkungan dan tekanan pekerjaan ini ke depannya tidak boleh terjadi lagi. Dia meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap hak-hak buruh. Perusahaan juga diharapkan lebih sadar memperkerjakan buruh agar hak-hak buruh bisa dipenuhi dengan baik.
"Kami juga merekomendasikan ada perlakuan khusus terhadap ibu hamil misalnya perusahan punya tanda bagi ibu hamil sehingga mereka tahu baju merah muda misalkan sedang hamil sehingga ada perlakuan khusus gitu," tutur Vivi.