Survei LIPI: Masyarakat Lebih Percaya Ormas Dibandingkan Elite Politik

28 Agustus 2019 18:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kegiatan Rilis Survei Nasional Pemilu Serentak 2019 di Gedung Widya Graha LIPI. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan Rilis Survei Nasional Pemilu Serentak 2019 di Gedung Widya Graha LIPI. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merilis hasil survei terkait Pemilu Serentak 2019 dan demokrasi di Indonesia. Survei tersebut meliputi berbagai soal, mulai dari efektifitas Pemilu 2019, kualitas demokrasi, hingga persepsi publik terhadap politik berikut subjek di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu soal yang disorot yaitu terkait tingkat kepercayaan publik terhadap elite politik, termasuk elite di legislatif, yang terbilang rendah. Ketua Tim Survei P2P, Wawan Ichwanuddin mengatakan, dibanding politisi, masyarakat lebih percaya dan merasa terwakili oleh ormas.
“Secara umum, publik memberikan penilaian buruk terhadap elite politik, seperti banyak bicara daripada bekerja, dan seterusnya. Bahkan lebih banyak yang merasa terwakili oleh ormas daripada elite politik,” tutur Wawan di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta Selatan, Rabu (28/8).
Dalam menelusuri persepsi publik atas politisi dan kalangan ormas, tim peneliti LIPI mewawancarai 1.500 responden publik berbagai latar belakang. Para responden ini dijaring dari 34 provinsi di Indonesia, dan diaggap sebagai sampel dari seluruh masyarakat usia dewasa Indonesia. Penelitian ini memakai random sampling dengan margin of error sebesar 2,53 persen dan dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Rilis Survei Nasional Pemilu Serentak 2019 di Gedung Widya Graha LIPI. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Data yang terkumpul dari proses survei menunjukkan, 46,5 persen responden mengaku merasa lebih terwakili oleh ormas dibandingkan elite politik. Sedangkan yang berpendapat sebaliknya hanya 32,3 persen responden, dan 21,7 persen lainnya tidak menentukan pilihan.
ADVERTISEMENT
Kecenderungan tersebut didasari beragam persepsi publik terhadap politisi. Selain dianggap lebih banyak bicara, kalangan ini juga dinilai sebagai kalangan yang identik dengan korupsi.
“75,1 persen responden setuju dengan pernyataan bahwa jika kekayaan Indonesia tidak dikorupsi oleh elite, Indonesia tidak memerlukan utang luar negeri,” Wawan membacakan hasil survei.
Terhadap ormas, LIPI mengumpulkan pendapat publik secara lebih mendalam. Pendapat itu menjurus ke simpulan, mayoritas masyarakat ingin agar ormas terlibat dalam pengambilan kebijakan publik bersama elite politik.
Namun, Wawan menjelaskan, masyarakat nyatanya tidak setuju jika ormas terlibat politik praktis, atau bergerak aktif untuk memenangkan salah satu kandidat dalam suatu kontestasi politik.
“Ada 72,3 persen responden setuju bahwa ormas sebaiknya terlibat dalam pengambilan keputusan politik. Namun, 46,2 persen responden berpendapat bahwa ormas seharusnya tidak terlibat membantu elite politik dan parpol memenangkan pemilu,” papar Wawan.
Kegiatan Rilis Survei Nasional Pemilu Serentak 2019 di Gedung Widya Graha LIPI. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Rilis hasil survei LIPI ini digelar dalam konsep seminar, yang dihadiri oleh sejumlah tokoh peneliti, pengamat ,dan unsur lembaga pemerintahan. Dalam rilis ini, P2P LIPI turut memaparkan sejumlah temuan, di luar persepsi publik terhadap elite politik dan terhadap ormas.
ADVERTISEMENT
Soal lain yang terkait yaitu pelaksanaan Pemilu 2019 yang dianggap gagal mencapai tujuan idealnya sebagaimana dimaksudkan dalam naskah akademik UU No. 7/ 2017 tentang Pemilihan Umum.
Hasil survei LIPI juga menyebutkan sebagian besar publik nyatanya menilai Pemilu Serentak 2019 telah berjalan secara jujur dan adil. Namun ditemukan juga bahwa dalam waktu bersamaan, isu agama masih menjadi isu yang relevan dalam politik Indonesia.
Terakhir, LIPI juga membeberkan tingkat ketidakpercayaan publik terhadap pers atau media massa dalam kaitannya dengan masa kontestasi politik. Ketidakpercayaan itu disebut meningkat seiring massifnya penyebaran hoaks, utamanya hoaks di media sosial yang tak mampu diredam oleh media massa.