Surya Paloh Bela Jokowi: Bung Karno Juga Pernah Bilang Sontoloyo

25 Oktober 2018 14:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketum Partai NasDem, Surya Paloh menjawab pertanyaan wartawan di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Sabtu (1/9/2018). (Foto: Ricad Saka/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketum Partai NasDem, Surya Paloh menjawab pertanyaan wartawan di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Sabtu (1/9/2018). (Foto: Ricad Saka/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh membela Presiden Jokowi soal ucapannya yang menyinggung politisi sontoloyo dipersoalkan oleh sebagian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ucapan politisi sontoloyo itu terlontar dari mulut Jokowi saat acara pembagian sertifikat tanah kepada 5.000 warga dari 18 kelurahan di Jakarta Selatan. Awalnya, Jokowi menyinggung soal dana kelurahan yang tengah ramai diperbincangkan.
"Wajar sekali, saya pikir enggak ada yang salah ya," ujar Paloh seusai menghadiri peluncuran buku milik Bambang Soesatyo 'Dari Wartawan ke Senayan' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/10).
Bahkan, kata Paloh, istilah sontoloyo juga pernah diungkapkan oleh Presiden ke-1 RI, Sukarno dalam bukunya yang berjudul 'kumpulan pemikiran pembaruan Sukarno tentang Islam'. Bedanya, saat itu, Sukarno mengkritik sikap keagamaan umat Islam yang condong meniru zaman kekhalifahan.
Sedangkan, Jokowi memakai istilah sontoloyo sebagai ungkapan kekesalannya terhadap politisi yang suka menghasut rakyat.
ADVERTISEMENT
"Bung Karno juga menyebutkan istilah sontoloyo itu. Jadi sekali-sekali Pak Jokowi ngomong sontoloyo ya itu menunjukan ketika beliau menyatakan kelepasan sikap humble saja rendah hati. Belum tentu saya mengatakan itu salah kalau saya ngomong sontoloyo. Apapun juga itu suatu penghargaan yah. Suatu hal yang menyatakan kelepasan tentu bisa menerimanya. Tapi sebenernya tidak ada yang salah," ungkapnya.
Sukarno (Foto: abc.net.au)
zoom-in-whitePerbesar
Sukarno (Foto: abc.net.au)
Ia berharap, semua pihak bisa menahan diri terutama di tahun politik agar proses demokrasi di Indonesia berjalan semakin baik tanpa ada perselisihan di antara warga masyarakat hanya karena perbedaan pilihan politik.
"Cocok, kalau itu saya pikir betul sekali. Memang itu yang kita harapkan semuanya kan. Bagaimanapun negeri ini membutuhkan pendekatan kita dalam menghadirkan sistem aplikasi demokrasi yang bebas tetap pada satu komitmen moralitas kita," kata Paloh.
ADVERTISEMENT
"Pilpres enggak tiap hari dan pileg enggak tiap hari, 5 tahun sekali. Tetapi kita berada di negeri ini setiap hari sebagai saudara," pungkasnya.