Tahap Pendaftaran Parpol, PPP Romy dan Djan Kisruh Lagi

10 Oktober 2017 15:10 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapimnas PPP Kubu Djan Faridz. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapimnas PPP Kubu Djan Faridz. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bak api dalam sekam. Sengkarut dualisme kepengurusan PPP tak pernah benar-benar usai. Meski sudah ada rekonsiliasi lewat Muktamar yang digelar di Pondok Gede, namun tak bisa dipungkiri Muktamar itu masih bernuansa kubu Romahurmuziy.
ADVERTISEMENT
Begitu juga saat Menkumham Yasonna Laoly, akhirnya mengesahkan kepengurusan Romy dengan menerbitkan SK pengesahan. Kubu Djan tetap eksis bersama para loyalisnya, termasuk eksis karena masih menguasai kantor DPP PPP di Menteng, Jakpus.
Kali ini konflik dualisme itu kembali mengemuka saat KPU RI membuka pendaftaran partai politik untuk Pemilu 2019, tanggal 3-16 Oktober. Djan Faridz mendatangi kantor KPU pada Senin (9/10) kemarin, untuk menjelaskan posisi hukum kepengurusan PPP.
"Keinginan kita, kan posisi hukumnya masih sengketa. SK Menkumham untuk Romy sudah dibatalkan oleh PTUN. Kemudian Romy banding ke PT TUN, cuma hasilnya NO, artinya tidak berwenang mengadili perkara ini," ucap Ketua DPP PPP Ahmad Ghozali Harahap kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (10/10).
Ghozali menjelaskan, atas putusan PT TUN itu maka pihaknya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). "Nah, saat ini posisi SK Romy sedang kasasi di MA. Dan sudah dijelaskan Kumham ke beberapa wailayah bahwa PPP masih sengketa," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pihak Djan masih memegang putusan MA nomor 601 yang mengukuhkan kepengurusan Djan Faridz, namun diabaikan oleh Kemenkumham. Saat itu, Kemenkumham memilih digelar Muktamar ulang dengan format rekonsiliasi. Tapi faktanya Djan Fardiz menolak.
"Kita sampaikan ke KPU dan kita minta supaya kita ikut sebagai partai politik, cuma kemarin KPU tidak bisa putuskan karena mereka akan pelajari dulu," kata Ghozali.
Respons PPP Romy
Ketua PPP Romahurmuziy. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua PPP Romahurmuziy. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
Sekjen PPP kubu Romy, Arsul Sani, menyebut kedatangan Djan Faridz dan kubunya ke KPU kemarin, sebagai kunjungan sekelompok warga negara yg ingin suaranya didengar oleh KPU. Arsul yakin bahwa KPU menerima mereka sebatas menghormati rakyat yang bertamu ke KPU.
"KPU tentu telah mengkaji secara cermat dan teliti persoalan kepengurusan PPP, dengan menggunakan parameter perundang-undanganan, khususnya UU Parpol dan UU Pemilu," ucap Arsul dalam pesan singkat.
ADVERTISEMENT
Arsul menyangkal semua argumentasi kubu Djan Faridz. Pertama, Putusan Kasasi MA No. 601/2015 yang jadi peganga kubu Romy, disebut telah dibatalkan oleh MA sendiri dengan Putusan PK No. 79/2017. "Jadi satu-satunya legitimasi kelompok DF (Djan Faridz) sudah tidak ada lagi," kata Arsul.
Kedua, selama ini Djan Farid merujuk pada Putusan Mahkamah Partai (MP) PPP dan menggunakan beberapa ahli hukum untuk membangun opini di ruang publik. Hal itu dianggap bentuk penyesatan informasi karena tidak ada Putusan MP PPP yang secara eksplisit menyatakan kepengurusan Djan adalah yang sah.
"Bahkan ketika akan dilaksanakan Muktamar Pondok Gede tahun 2016 yang lalu, MP PPP menyampaikan pendapat hukum kepada Presiden dan Menteri Hukum dan HAM bahwa solusi penyelesaian kepengurusan PPP dengan Muktamar ulang yang diikuti oleh semua pihak," paparnya.
ADVERTISEMENT
Muktamar di Pondok Gede itu dibuka Presiden dan ditutup Wakil Presiden dengan dihadiri oleh para pejabat lembaga negara maupun menteri terkait. Menurut Arsul, penggunaan opini ahli hukum untuk membangun opini publik justru mengorbankan reputasi dan integritas keilmuan mereka.
Ketiga, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta telah menolak gugatan TUN Djan atas SK Menkumham terkait dengan kepengurusan PPP setelah Muktamar Pondok Gede tahun 2016. Penolakan gugatan ini seiring dengan penolakan Mahkamah Konsitusi (MK) atas tiga permohonan Djan dan kelompoknya terkait dengan uji materi pasal tentang pengesahan kepengurusan partai dalam UU Parpol dan UU Pilkada.
"Keempat, apa yang digembar-gemborkan oleh DF bahwa Menkumham tidak melaksanakan Putusan MA dalam perkara kasasi TUN No. 504/2015, juga tidak benar," lanjut anggota Komisi III DPR itu.
ADVERTISEMENT
Menkumham telah melaksanakan putusan kasasi TUN tersebut dengan mencabut SK Kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya dan mengembalikan SK Kepengurusan PPP kepada kepengurusan hasil Muktamar Bandung yang dipimpin oleh Suryadharma Ali dan M. Romahurmuziy. Hasilnya adalah Muktamar Pondok Gede April 2016.
"Pertanyaannya mengapa kok bukan menerbitkan SK bagi kepengurusan DF? Maka jawabannya, adalah karena satu, putusan kasasi MA-nya tidak memerintahkan demikian, kedua permohonan pengesahan kepengurusan DF tidak memenuhi syarat administratif, antara lain karena akta notaris yang DF mohonkan sudah diubah oleh DF sendiri," bebernya.
Oleh karena itu, kata Arsul, sudah saatnya Djan membaca kembali secara cermat aturan perundang-undangan yang ada, dan meneliti kembali seluruh dokumen terkait dengan persoalan PPP.
ADVERTISEMENT
"Setelah itu, perlu introspeksi untuk berhenti terus menerus memelihara kesan di ruang publik bahwa PPP masih terpecah belah," tegasnya.