Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Taiwan Sebut Mahasiswa RI Program Kuliah-Magang Digaji Rp 10 Juta
4 Januari 2019 15:34 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
Pemerintah Taiwan membantah adanya kerja paksa bagi mahasiswa Indonesia peserta program kuliah-magang. Menurut Taiwan, skema kuliah-magang hanya memperbolehkan mahasiswa bekerja selama 20 jam selama sepekan dan mendapatkan gaji sesuai dengan upah minimum.
ADVERTISEMENT
Program kuliah-magang Taiwan bernama Industry Academia Collaboration merupakan bagian dari kebijakan New Southbound Policy (NSP). Selain Indonesia, ada mahasiswa dari 18 negara yang ikut dalam program ini, beberapa di antaranya adalah Thailand, Filipina, Malaysia, Vietnam, Myanmar dan Kamboja.
Dalam program ini, mahasiswa bisa kuliah sambil magang di pabrik. Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (TETO) sebagai perwakilan pemerintah Taiwan di Jakarta mengatakan program kuliah-magang itu hanya memiliki jam kerja bagi mahasiswa selama 20 jam per minggu.
Selama empat hari mahasiswa akan magang, dua hari kuliah, dan satu hari libur. Ketua TETO John C Cheng mengatakan setiap mahasiswa akan diberikan bayaran sesuai upah minumum setempat.
“Gaji yang diberikan sesuai dengan UMR Taiwan, tidak boleh lebih rendah, sebulan kurang lebih NT Dolar 23 ribu (Rp 10,7 juta),” kata John dalam konferensi pers di kantor TETO, Jakarta, Jumat (4/1).
Sejak tahun 2017 hingga saat ini, John mengatakan ada lebih dari 2.000 mahasiswa Indonesia yang mengikuti program magang kuliah dari Taiwan.
ADVERTISEMENT
Namun karena program ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang tidak mampu, pemerintah Taiwan juga memperkenankan mereka bekerja paruh waktu maksimal 20 jam per minggu di luar jam kerja magang.
“Selain itu siswa berhak untuk paruh waktu selama 20 jam, ditambah dengan program yang sebanyak 20 jam, sehingga didapatkan 40 jam,” kata John.
John menekankan bahwa setiap mahasiswa di program ini hanya diwajibkan mengikuti program magang. Sedangkan untuk pekerjaan paruh waktu sifatnya suka rela.
“Yang seringkali terjadi kesalahpahaman dari media adalah mengenai pengertian kerja part time ini,” kata John.
“Sesungguhnya part time job itu boleh diambil maksimum 20 jam selama seminggu ini adalah haknya siswa untuk ambil atau tidak, kalau dia mau mendapatkan uang lebih banyak,” sambungnya lagi.
Ia memastikan bahwa tidak ada kerja paksa atau aktivitas ilegal lainnya selama program ini berlangsung. Laporan soal kerja paksa sebelumnya disampaikan media China Times yang mengutip seorang anggota dewan Taiwan.
ADVERTISEMENT
“Bahwa tidak benar ada pemaksaan mahasiswa untuk bekerja, dan juga tidak benar bahwa mahasiswa dipaksa untuk makan babi,” kata John.
Sebelumnya bantahan yang sama juga disampaikan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Taiwan dalam pernyataan di situs mereka pada Rabu lalu. PPI mengatakan, kata "kerja paksa" tidak tepat karena mahasiswa diberikan gaji sesuai dengan jam kerja mereka.
"Memang ada kelebihan jam kerja dari yang telah ditentukan (20 jam per minggu untuk pelajar). Seluruh jam kerja yang dilakukan tetap diberikan gaji dan kata 'kerja paksa' sebenarnya kurang tepat untuk hal ini. Sejauh ini ada beberapa mahasiswa yang mengeluh capek dan ada juga beberapa mahasiswa yang menikmati hal ini," ujar laporan PPI.
ADVERTISEMENT