Terisak Saat Pleidoi, Setnov Ceritakan Perjalanan Hidupnya yang Getir

13 April 2018 10:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang pledoi Setya Novanto (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang pledoi Setya Novanto (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perjalanan hidup menjadi salah satu bahan pleidoi yang disampaikan Setya Novanto pada sidang lanjutan kasus e-KTP. Ia menceritakan kesuksesannya kini merupakan perjuangan panjang.
ADVERTISEMENT
"Saya bukan keturunan konglomerat, saya lahir dari keturunan tidak mampu, tapi saya memiliki tekad dan cita-cita tinggi terhadap negeri ini," kata Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (13/4).
Saat menceritakan perjalanan hidupnya ini, Setya Novanto beberapa kali terlihat terisak. Tangan kanan Setya Novanto yang terlihat memegang kertas berisi pleidoi tampak gemetar.
Dia mengaku menceritakan perjalan hidupnya bukan untuk pamrih. Setya Novanto mengharap cerita perjalanan hidupnya ini bisa membuka mata masyarakat agar tidak mencacinya secara kejam.
"Pekerjaan kasar telah saya lakukan, pascaSMA, saya di Surabaya bertahan hidup untuk kuliah. Berbagai macam pekerjaan saya lakukan, berjualan beras dan madu di pasar, jadi model, sales mobil," ujarnya.
Sidang pledoi Setya Novanto (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang pledoi Setya Novanto (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Usai di Surabaya, Setya Novanto kemudian berpindah ke Jakarta. Di Ibu Kota, ia mengatakan awalnya ditolong oleh keluarga mantan Menpora Hayono Isman.
ADVERTISEMENT
"Keluarga beliau jadi saksi bagaimana saya menggantungkan hidup, saya rela jadi pembantu, nyuci, ngepel, jadi sopir. Dan bangun pagi untuk antar sekolah anak-anaknya, supaya bisa lanjutkan kuliah saya," kata Setya Novanto.
Dalam perjalanan itu, Setya Novanto kemudian bertemu dengan beberapa tokoh Golkar, seperti Akbar Tandjung hingga Aburizal Bakrie. Ia kemudian memulai karier politiknya melalui Golkar.
Setya Novanto sebelumnya dituntut 16 tahun penjara oleh penuntut umum KPK. Mantan Ketua DPR itu juga dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan penjara.
Penuntut umum menilai Setya Novanto terbukti melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP Tahun Anggaran 2011-2013.