Tim Hukum KPU: Keterangan Said Didu soal BUMN Justru Untungkan Kami

20 Juni 2019 19:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua tim kuasa hukum KPU Ali Nurdin membacakan jawaban atas pemohon pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Ketua tim kuasa hukum KPU Ali Nurdin membacakan jawaban atas pemohon pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Tim hukum KPU menilai kehadiran Said Didu sebagai saksi fakta di kubu Prabowo-Sandi malah menguntungkan pihaknya. Sebab, mantan Sekretaris Kementerian BUMN itu secara tak langsung membenarkan bahwa anak perusahaan BUMN bukan merupakan BUMN.
ADVERTISEMENT
Sementara yang dipersoalkan oleh tim Prabowo-Sandi yakni jabatan cawapres 01 Ma’ruf Amin di anak perusahaan BUMN. Selama menjadi cawapres, Ma'ruf masih menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah di Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah (anak BUMN), dan jabatan ini dianggap melanggar UU Pemilu.
“Said Didu kemarin 'kan posisinya sebagai saksi, bukan ahli, dan keterangan dia menguntungkan kita. Dia sampaikan tidak ada satupun regulasi yang mengatur tentang pengertian pejabat BUMN,” ujar Ketua Tim Hukum KPU, Ali Nurdin, usai persidangan di MK, Kamis (20/6).
Said Didu saat memberikan kesaksian pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain itu, kata Nurdin, keterangan yang disampaikan Said Didu dengan merujuk pada UU Tipikor untuk menunjukkan anak BUMN adalah BUMN, dinilai tidak relevan dengan masalah jabatan tersebut. Sebab, undang-undang Tipikor hanya merujuk masalah keuangan negara dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
ADVERTISEMENT
“Dalam UU Tipikor yang kena 'kan setiap orang, bukan pejabatnya. Jadi tidak relevan menggunakan pengertian dari UU Tipikor. Kalaupun ada bukan pejabat negara, bukan pejabat BUMN. Yang ada adalah penyelenggara negara dalam rangka LHKPN. Bukan sebagai pejabat BUMN,” ujarnya.
Bahkan, kata Ali, Said Didu semakin menguatkan pernyataannya dengan menjelaskan cara pejabat BUMN yang diangkat langsung oleh menteri. Sementara, pegawai anak BUMN hanya diangkat oleh BUMN terkait.
“Said Didu sampaikan kalau BUMN cara pengangkatannya oleh menteri, kalau anak BUMN oleh masing-masing BUMN-nya. Berarti 'kan bukan BUMN,” tuturnya.
“Apalagi di UU perbankan syariah sudah jelas di pasal 3, di mana si Dewan Pengawas Syariah itu adalah pengguna layanan seperti halnya konsultan kantor hukum penilai publik yang dibedakan dengan direksi dan BUMN,” lanjutnya.
Said Didu saat memberikan kesaksian pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dalam sidang Rabu (19/6) lalu, Said menyatakan, sesuai definisi pemegang saham di UU BUMN, anak perusahaan BUMN memang bukan BUMN. Namun, menurutnya, jika seseorang yang memiliki jabatan di anak perusahaan BUMN seperti komisaris, dewan pengawas, dan direksi, maka orang itu termasuk pejabat BUMN.
ADVERTISEMENT
"Kalau memakai definisi pemegang saham, bentuk perusahaannya (anak usaha BUMN) bukan BUMN, tapi pejabatnya dikategorikan pejabat BUMN. Munculnya siapa pejabat BUMN? karena munculnya UU Tipikor dan UU Pemilu, dan itu berlaku sampai sekarang, termasuk di Kepolisian, di Kejaksaan," jelas Said di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
Said menambahkan, praktik petinggi anak usaha BUMN dianggap pejabat BUMN tak hanya untuk urusan melapor LHKPN. Saat petinggi anak usaha BUMN ingin berpolitik, Said mengaku dengan tegas meminta petinggi tersebut untuk mundur.
"Jadi praktik-praktik memang anak perusahaan dan ini adalah pejabat BUMN," katanya.