news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tim Jokowi: Polisi Juga Harus Periksa Penyebar Hoaks Ratna Sarumpaet

5 Oktober 2018 12:01 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PKB Abdul Kadir Karding dan Sekjen Golkar Lodewijk Freidrich Paulus. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PKB Abdul Kadir Karding dan Sekjen Golkar Lodewijk Freidrich Paulus. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Langkah kepolisian yang menangkap aktivis Ratna Sarumpaet karena hoaks terkait penganiayaan dianggap tak cukup oleh tim Jokowi-Ma'ruf. Wakil Ketua Umum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, juga meminta polisi untuk memeriksa pihak yang turut menyebar hoaks Ratna Sarumpaet.
ADVERTISEMENT
Politikus PKB ini menilai harus ada proses hukum bagi pihak-pihak yang turut membuat kgaduhan tersebut.
"Bagi saya, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana si penyebar hoaks atau dugaan penyebar hoaks juga harus diperiksa, diproses secara hukum karena sesungguhnya yang paling berbahaya adalah penyebaran hoaks," kata Karding kepada wartawan, Jumat (5/10).
"Siapa yang menyebarkan hoaks harus bertanggung jawab karena masayarakat jadi resah, jadi gaduh, masyarakat jadi punya potensi konflik dan itu merugikan," lanjutnya.
Selain itu, Karding menilai, dalam kasus hoaks Ratna Sarumpaet, terkesan ada narasi untuk menyudutkan Presiden Jokowi.
"Pak Jokowi ingin diberi stempel bahwa pemerintahan yang zalim, pemerintahan yang tidak adil, membungkam pro demokrasi, anti hak asasi manusia, pengecut dan biadab," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Itu kan narasi yang sedang dibangun sesungguhnya oleh teman-teman di sebelah sana itu dan untungnya ketahuan oleh polisi dan kemudian Ratna Sarumpaet mengaku," lanjutnya.
Kubu Jokowi-Ma'ruf menilai kasus hoaks Ratna Saraumpaet sangat berbahaya. Sebab, dari segi politik ingin menghancurkan karakter Jokowi sebagai pemimpin yang tidak pro demokrasi.
"Dilihat dari sisi politik, soal keinginan menempatkan Pak Jokowi, mem-branding Pak Jokowi sebagai pemimpin yang respresif dan tidak pro demokrasi, itu sangat jelas dibangun sejak aksi 212, lalu aksi ganti presiden kemudian sekarang ini," pungkasnya.