LIPSUS, PSI, Tsamara Amany

Tsamara Amany: Saya Bukan Anak Cengeng, Siap Bertarung Lagi

24 April 2019 13:38 WIB
Kutua DPP PSI, Tsamara Amany. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kutua DPP PSI, Tsamara Amany. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kemunculan Tsamara Amany di pentas politik Tanah Air bak kupu-kupu di tengah ilalang. Kehadirannya menjadi daya tarik sekaligus ancaman bagi politikus senior nan kawakan Indonesia.
Gayanya yang ceplas-ceplos khas anak muda tak jarang membuat beberapa orang terganggu. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) boleh jadi gagal lolos ke Senayan. Tapi Tsamara justru bangga. Perjuangan selama kurang lebih dua tahun memberikannya amunisi baru untuk terus mengembara di kancah politik tanah air.
Saat berbincang dengan kumparan di Grand Indonesia, Senin (23/4), Tsamara mengaku dirinya saat ini bukanlah Tsamara si anak bau kencur, panggilan yang sering disematkan politikus senior kepadanya. Tempaan selama masa kampanye telah mengubahnya menjadi lebih matang.
Ia mengaku bahwa di Dapil DKI II berhasil merengkuh hampir 150.000 suara. Mungkin, hanya kalah dari politikus senior PKS Hidayat Nur Wahid.
Tsamara berjanji akan terus bersama PSI meski banyak tawaran mengalir dari partai lain. Misalnya saja dari Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Ia sadar masuk partai besar bisa menjamin suaranya. Tapi, bagaimana dengan idealismenya?
Berikut wawancara lengkap kumparan dengan Tsamara Amany:
Bagaimana reaksi Anda setelah PSI gagal lolos parliamentary threshold?
Bangga. Ternyata banyak orang yang sudah percaya sama kita dan pas hari pencoblosan berasa banget, terutama di dapil saya. Kalau pergi ke mal, pergi ke MRT, tempat umum, terasa banget orang orang pada dateng. Mereka bilang: ‘Oh gue bakal vote buat lo, gue bakal vote buat lo.’
Jadi waktu kemarin lihat hasil akhir dan ternyata Jakarta itu empat besar, kita bangga sih. Kita senang banget meski kita belum mendapat kepercayaan untuk masuk parlemen.
Dari 7 juta (target), baru 3 juta secara nasional. Kita ngerasa modal empat besar di Jakarta itu adalah modal yang sangat kuat. Dan kita berhasil mendapat kepercayaan rakyat Jakarta bahwa kita ingin perubahan. Dan kita bisa menunjukkan bahwa kita ingin menjadi bagian dari perubahan itu.
Apakah relawan kecewa sampai nangis ketika tahu PSI tak sampai 4 persen?
Kita tak bisa pungkiri ketika tahu kita enggak dapat 4 persen, sebenarnya, kita semua di DPP setelah konferensi pers itu nangis, kita sedih. Tapi saya enggak tahu apa nangis itu karena kita kecewa atau karena sebenarnya kita sudah berjuang sejauh ini.
Kutua DPP PSI, Tsamara Amany. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kita semua nangis, relawan, simpatisan, sama sama sedih. Kita justru enggak mau pergi dari perjuangan ini, kita enggak mau menyerah. Kita mau melanjutkan apa yang sudah kita mulai. Jadi tangisan itu lebih karena mungkin juga kerena ada rasa bangga.
Dari kita bukan siapa siapa, dari orang yang biasa saja, enggak punya uang banyak, enggak punya basis, kita punya value yang sama dengan masyarakat sehingga kita dapat tiga juta suara. Mungkin lebih ke arah situ.
Apa evaluasi PSI setelah tak lolos parliamentary threshold?
Problem kita bukan di sikap atau isu. Problem kita butuh base yang lebih kuat, lebih dari kota-kota besar bahkan di daerah. Karena kalau dilihat, kota besar Jakarta dapat 4 besar, Semarang, Surabaya 2 besar. Bali 4 persen bahkan Papua 5 persen. Di daerah kota besar , daerah terpapar internet, lebih banyak engage sama kita, lebih banyak suara ke kita.
Tapi kalau di daerah daerah kurang. 5 Tahun ke depan bukan hanya memperkuat basis kita di kota, tetapi juga masuk ke pedesaan.
Suasana Rapat Paripurna ke-12 Penutupan Masa Sidang III DPR RI Tahun 2018-2019 di Ruang Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Bagaimana melakukan penetrasi ke daerah untuk meningkatkan basis?
Basis kota akan tetap kita maintain. Aspirasi mereka tetap harus diadvokasi. Di desa mungkin kita bisa lakukan workshop-workshop yang lebih menyasar penduduk desa. Kita sudah mulai, tapi gimana juga, waktunya cuma dua tahun dan kerja efektif masa kampanye hanya satu tahun.
Sekarang 5 tahun ke depan bukan hanya kampanye, tapi benar benar kaderisasi , pendidikan politik di kota dan desa. Jadi masyarakat bisa tahu parpol yang bukan hanya hadir saat Pemilu, tapi hadir di sepanjang tahun.
Apa langkah yang akan dilakukan PSI ke depan setelah gagal lolos Parliamentary Threshold?
Lagi lagi, kita PSI berdiri bukan karena ingin berkuasa. Kita ingin berguna buat Indonesia. Perubahan terhadap politik itu terjadi bukan karena kita menang. Perubahan tradisi baru, kita harus mulai dengan wacana siap menang dan siap kalah.
Kalau kita menang kita akan bawa perubahan itu. Tapi kalau kita kalah kita ingin tunjukkan bahwa kita orang yang legawa menerima kekalahan. Jadi kita ingin buktikan sebagai anak muda, kita bukan anak muda yang cengeng, bukan anak muda yang manja.
Intinya, kami ingin menjadi contoh bagi semua bahwa politik harus siap menang dan siap kalah. Kalah dan menang dalam politik itu hal biasa. Kita harus ingat berpolitik bukan hanya untuk kursi di DPR. Kalau kita ingin menang tapi mencederai proses politik dan mempertanyakan hal scientific seperti quick count, kita sama buruknya sama politisi lama.
Perolehan suara dari pemilih luar negeri tinggi, tanggapan Anda?
Saya sejujurnya salut dengan hasil luar negeri. Karena saya bicara banyak soal isu luar negeri, misalnya soal imigran, dwi kewarganegaraan, dan sebagainya. Tapi di luar negeri yang bisa saya datangi cuma tiga. Hong Kong, Belanda, dan Malaysia. Tapi rupanya teman temen diaspora ini mereka nasionalis.
Mereka mengikuti perkembangan di Tanah Air dan mungkin mereka mengikuti upaya upaya dan rekam jejak kita untuk melakukan perubahan di Indonesia Jadi apa yang kita lakukan ke mereka, sampai.
Bahwa mereka melihat ada harapan baru dan ingin membawa perubahan di DPR dan akhirnya mereka pilih. Jujur saja kita melihat antusiasme di luar negeri luar biasa dan kita enggak menyangka suaranya sebesar itu. Waktu kita tahu hasilnya sehebat itu, kita benar benar terharu.
Apa pengalaman paling menyentuh saat kampanye bertemu warga?
Mungkin dari segala macam pengalaman kampanye, ada dua. Untuk Jakarta sendiri, kalau tiap kali terjun ke masyarakat mereka selalu bilang saya tuh nyoblos kamu karena saya merasa bahwa saya dianggap. Selama ini saya memilih wakil rakyat tetapi mereka enggak pernah datang lagi ke saya.
Mereka enggak pernah nemuin saya, mereka enggak pernah mendengarkan aspirasi saya. Jadi ketika seorang caleg datang ke mereka, mereka merasa berharga. Mereka pengin didengar suaranya.
Satu lagi, waktu ke Sabah, Malaysia. Saya masuk ke perkebunan-perkebunan di situ dan saya melihat bahwa banyak rakyat kita yang merantau ke luar negeri. Ketika mereka bekerja, mereka jauh banget dari Indonesia. Mereka kayaknya tinggal di tempat yang sangat tertutup. Kayaknya jauh banget dari kita semua.
Tapi ketika mereka saya temui dan saya bilang dari Indonesia, mereka teriak oh iya saya juga dari Indonesia. Saya dari Sulawesi. Jadi saya bisa ngerasain bahwa nasionalisme di negeri orang itu bisa nyala banget.
PSI dan Anda sendiri sering di-bully di media sosial, bagaimana menghadapinya?
Menurut saya wajar karena pada akhirnya di politik, kita enggak bisa menyenangkan semua orang. Akan ada yang benci dan enggak suka sama kita, yang nganggap kita enggak cukup layak untuk terjun ke politik dan sebagainya.
Jadi kita enggak fokus sama mereka. Karena di sisi lain ada orang yang sayang sama kita, percaya sama kita.
Sulitnya menjadi seorang Tsamara Amany?
Secara pribadi, banyak yang meragukan apakah Tsamary kompeten atau tidak, apakah kemudaan. Perempuan juga diragukan dari segi kompetensi. Tak bisa dipungkiri bahwa itu hal yang saya rasakan sebelum pemilu. Bahwa jangan-jangan orang meragukan kompetensi. Tapi setelah pemilu, melihat orang percaya dan nyoblos, itu bukan lagi kesulitanku sebagai Tsamara.
Nah, sekarang, beberapa hari setelah Pemilu, kesulitannya adalah saya seperti memegang ratusan ribu pemilih yang memberi amanah dan percaya. Di satu sisi saya merasa sedih enggak bisa menjadi wakil mereka di Senayan. Tapi mereka juga harus disuarakan. Jadi aku harus cari cara di luar parlemen untuk tetap perjuangkan suara mereka.
Kutua DPP PSI, Tsamara Amany. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Anda pernah merasa kehilangan masa muda karena sibuk berpolitik?
Walaupun jawabannya enggak, aku tak pungkiri aku mau sekolah dulu, mau ambil S2 dulu tapi bukan berarti berhenti dari politik. Saya akan tetap berjuang tapi fokus utama adalah improve diri, harus belajar lebih baik, harus tingkatkan kualitas diri. Tsamara yang datang lagi nanti adalah Tsamara yang makin kompeten dan siap bertarung lagi.
Aku enggak pernah merasa kehilangan masa muda, aku menikmati politik, aku menikmati perjalanan dan tantangannya. Aku fun fun aja. Ada yang message aku, bilang apa yang terjadi pada Tsamara, Rian Ernest, dan Grace Natalie adalah kegagalan politik anak muda.
Pelajaran apa yang dipetik dari ‘kegagalan’ di Pileg 2019?
Saya ingin berpesan, kalau kamu mau berjuang dari 0 kalau kamu punya sikap politik, kamu mau turun ke masyarakat, kamu bisa dapat suara ratusan ribu. Kamu bisa dapatkan kepercayaan masyarakat.
Meskipun saya belum masuk Senayan, saya mau buktikan kepada ratusan ribu pendukung saya dengan berbagai latar agama suku etnis, tua muda, yang telah memberi kepercayaan. Siapa pun anak muda, kalau mau turun ke masyarakat, bisa.
Tiga juta suara itu kepercayaan yang luar biasa, ini amanah. PSI harus menyuarakan aspirasi masyarakat. Dengan cara lain seperti advokasi atau misal dengan kementerian lain. 3 juta ini modal untuk 5 tahun ke depan.
Tindakan konkret apa yang akan dilakukan untuk tetap memperjuangkan aspirasi pemilih Anda?
Saya akan tetap mencoba untuk ketemu mereka, engage dengan mereka. Apa saya membuat rumah aspirasi atau sebagainya. Mungkin habis Lebaran, usai proses di KPU selesai.
Kutua DPP PSI, Tsamara Amany. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kita lagi mikir planning apa untuk mereka. Terutama teman-teman di luar negeri, kalau di Jakarta kita mungkin masih punya DPRD, enggak 100 persen hilang wakil. Tapi di luar negeri, banyak yang akan kehilangan wakilnya karena kita enggak lolos PT.
Bisa jadi suatu saat kita bakal menggugat UU Pemilu supaya ada pemisahan dapil luar negeri. Bukan buat saya tapi siapa tahu mereka yang ingin nyalon dan supaya tidak kehilangan keterwakilan.
Bagaimana tanggapan Anda soal banyaknya tawaran masuk ke partai lain?
Kita tak mau bohong, ada yang menawarkan, sudah gabung sini. Tapi, di tengah ada yang menawarkan itu, kita justru merasa bahwa saya mau ngapain sih di politik. Saya jadi ingat alasan saya masuk PSI. Jujur saya tertarik sama politik tapi sempat bingung.
Di PSI ini kita bicara tentang fraksi di DPR yang akan betul betul menjadi disrupsi politik di Indonesia. Kalau saya masuk partai politik lama saya maintain basis saya. Tapi apakah yang baru baru ini merasa terkhianati atau tidak.
Yang kedua, saya sih akan bersama PSI di 2024. Karena ini kita yang ingin dari awal. Kita ingin punya institusi yang baru, kita pengin ada anak muda progresif di DPR. Saya enggak cuma berpikir untuk menjadi anggota dewan, saya ingin ada kebaruan di dunia politik.
5 Tahun ke depan adalah tantangan, bahwa kita layak masuk parlemen. Kita tidak ingin melihat ini sebagai kegagalan, sebagai sesuatu yang akan menghabisi kita. Kan katanya banyak yang gagal terus stres, kita sih enggak. Ini jadi pecutan buat kita kalau kita layak untuk 2024.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten