Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Angka 13 boleh jadi pertanda sial bagi Partai Hanura . Hitung cepat pemilihan legislatif 2019 mencatat partai dengan nomor urut peserta pemilu 13 itu hanya meraup suara di bawah dua persen. Para caleg yang sudah memiliki bekal basis suara kecewa, suara yang mereka raup bakal hangus.
Kekecewaan ini dirasakan Hendri Zainuddin kala menonton layar kaca pada sore usai pencoblosan pada Rabu (17/4). Hitung cepat yang tertera di televisi mencatat partai tempatnya bernaung hanya mencapai satu koma. Sebesar apapun suara yang ia raup terancam batal mengantarnya ke Senayan.
Hendri duduk sebagai caleg Partai Hanura untuk DPR RI di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 2. Pada pemilihan legislatif 2014 lalu, suara basis pendukungnya mengantar Hendri duduk sebagai anggota DPD. Ia yakin keberhasilan yang sama mengantarnya ke DPR tapi apa boleh buat justru partainya tersandung ambang batas.
“Pertama kecewa, tapi setelah itu kita lihat real count kan. Jadi tetap nanti kita lihat bagaimana nanti,” ucap Hendri ketika dihubungi kumparan pada Sabtu (27/4).
Reaksi pertamanya melihat hasil hitung cepat sempat ia tuliskan dalam akun facebook pada Kamis (18/4), ”Ketika Saya melihat perolehan suara yang lumayan tumbuh dan tersebar di dapil, teriring doa para pemilih, maka saya merasa senang dan optimis. Begitu lihat hasil quick count semua TV, maka hati ini sedih dan pesimis”.
Pasal 414 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mensyaratkan jumlah kursi minimal sebesar empar persen bagi parpol untuk duduk di DPR. Namun hitung cepat hanya mencatat partai tempat Hendri bernaung hanya meraup angka di bawah 2 persen. Hitung cepat Litbang Kompas mencatat 1,36 persen, LSI Denny JA mencatat 1,89 persen, dan Indikator mencatat 1,74 persen.
Jumlah ini melorot dari perolehan suara mereka pada Pemilu 2014 lalu. Partai itu dapat meraup 5,26 persen suara dan membuahkan 16 kursi di DPR.
Hendri sudah lama malang melintang dalam politik di Sumatera Selatan. Ia memiliki basis pendukung yang mengantarnya duduk di DPRD Kabupaten Banyuasin periode 2004-2009 dan 2009-2014, terakhir ia duduk sebagai anggota DPD Dapil Sumatera Selatan 2014-2019.
Latar sebagai mantan manajer klub sepakbola Sriwijaya FC juga memperkaya modal sosial Hendri untuk malang melintang di dunia politik. Bekal ini ia yakini mampu meraup 100 ribu suara dalam pileg 2019 ini.
“Yang terbesar kemungkinan besar perolehan suara itu dari Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, dan Muara Enim,” katanya.
Tapi pilihan terlanjur dibuat, ia mengikat komitmen dengan Oesman Sapta Odang, Ketua Umum Partai Hanura, untuk menapak ke DPR melalui Partai Hanura. Hendri merupakan satu dari 13 anggota DPD yang memilih alih jalur menjadi caleg untuk DPR dari Partai Hanura.
Terakhir OSO dapat bertahan menjadi ketua umum dan Hendri ditunjuk menjadi ketua Dewan Pimpinan Daerah Hanura Sumatera Selatan menggantikan Mularis Djahri.
Tangan OSO yang meneken pemecatan puluhan kader Partai Hanura juga menjumput undian nomor urut parpol peserta pemilu 2019 di KPU pada 18 Februari 2018. Mereka mendapat urutan dengan angka keramat, 13.
Setelah mendapat angka keramat dan konflik dianggap selesai, gejolak di Partai Hanura tak rampung. Hendri menyebutkan bakal caleg potensial dipecat dan pengurusan administrasi penggantian nama caleg tak berjalan mulus.
“Kalau kita misalnya mengusulkan 9 orang, tahu-tahu 4 orang nggak jadi. Hilang berkasnya, nggak masuk. Empat itu orang terbaik nggak masuk padahal berpengaruh,” keluh Hendri.
Wakil Ketua Umum Partai Hanura, I Gede Pasek Suardika, mengakui persiapan caleg terganggu untuk membenahi keadaan di dalam partai. Verifikasi parpol dilakukan saat Partai Hanura dirundung konflik. Pencalegan pun tidak mampu menampilkan kader-kader yang prima.
Selain itu sejumlah kader pindah ke partai lain. Padahal mereka memiliki basis pemilih yang kuat dan potensial. Sebut saja Arief Suditomo, Fauzih Amro, Dadang Rudiana, Rufinus Hotmaulana Hutauruk, Dossy Iskandar yang berbondong-bondong pergi ke NasDem, dan mantan sekjen Hanura Sarifudin Suding yan pindah ke PAN. Akibat perpindahan ini, perolehan suara partai tergerus.
“Karakter Hanura sebenarnya lebih banyak kepada figur caleg sebenarnya. Karena identitas partai belum begitu kuat,” kata Gede Pasek ketika dihubungi kumparan pada Rabu (24/4).
Pasek Suardika bernasib sama dengan Hendri. Ia memiliki bekal politik mapan. Pada 2009, ia berhasil menapak DPR melalui Partai Demokrat lantas pada 2014 ia menapak Senayan sebagai anggota DPD. Basis pendukungnya di Bali diperkirakan mampu mengusungnya kembali ke Senayan melalui Partai Hanura, tapi hitung cepat mencatat kabar buruk untuknya.
Menurut Gede Pasek partainya tak kebagian efek buntut jas kampanye Pilpres Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Nama Jokowi-Amin tak mendongkrak suara partai itu walaupun pendiri Partai Hanura, Wiranto, duduk di kabinet sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
“Mungkin karena terlalu didominasi oleh senior kita di PDIP, sehingga ke sana suara mayoritas,” kata dia.
Meski begitu, ia dan Hendri tak mau begitu saja melempar handuk. Terlebih di beberapa daerah mereka memiliki suara untuk DPRD kabupaten/kota. Gede menyebut di provinsi seperti Jambi, Kepulauan Riau, dan Bali, Hanura bisa menempatkan perwakilan di kursi daerah.
“Batam hampir semua dapil dapat kursi. Bahkan di beberapa tempat itu bisa dapat posisi pimpinan,” klaim Gede Pasek.
Hanya, saja Hanura masih gamang dalam menentukan langkah ke depan. Mereka masih meredam gelisah dengan menunggu kepastian perhitungan suara KPU pada 22 April untuk melakukan langkah partai ke depannya.
“Setelah perhitungan tanggal 22 seperti apa, berapa banyak perolehan suara kita, berapa perolehan kursi kita baru kita bisa melakukan evaluasi yang kemudian dari situ kita bisa menentukan strategi apa ke depan,” kata Ketua DPP Partai Hanura Benny Rhamdani.
Duduk Sebaris dengan Partai Baru
Partai Hanura, menurut hitung cepat, kini duduk sebaris dengan partai baru. Partai dengan fraksi di DPR periode 2014-2019 paling kecil itu diperkirakan hanya akan memiliki perwakilan di DPRD provinsi dan kota/ kabupaten saja.
Partai baru seperti PSI, melalui hitung cepat, tak bakal duduk di Senayan. Hasil hitung cepat Litbang Kompas menunjukkan perolehan suara PSI hanya mencapai 2,03 persen. Partai ini masih bisa menempatkan caleg-caleg DPRD tingkat kota dan kabupaten.
Juru bicara PSI, Dede Prayudi, meyakini partainya akan duduk di DPRD beberapa provinsi dan kabupaten/ kota di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Semarang, Solo, dan Surabaya. Meski begitu, ia belum bisa memastikan jumlah perolehan kursi yang PSI di masing-masing kota tersebut.
Selaku partai mereka tak menyesal dengan perolehan ini. Paling tidak mereka sudah mengecap pengalaman kampanye pemilu sebagai partai anak muda. Perolehan ini akan menjadi modal mereka menapak di pemilu 2024 kelak.
“Suka nggak suka memang di tingkat pusat kita harus bersabar. Tapi kita tidak memulai dari scratch lagi karena kita sudah punya perwakilan di daerah yang membuktikan omongan kita,” ucap Dede Prayudi yang kerap dipanggil Uki kepada kumparan, pada Kamis (25/4).
Selain fokus pada para legislator DPRD tingkat kabupaten kota, PSI juga akan langsung berfokus pada pemilu di 2024. Juru Bicara PSI, Dini Purwono, merencanakan pemetaan wilayah yang menjadi basis suara mereka lima tahun ke depan.
Partai Perindo pun memiliki nasib sama selaku partai baru. Hitung cepat Litbang Kompas mencatat perolehan partai ini hanya 2,84 persen. Padahal jalan mereka memperkenalkan diri cukup spektakuler.
Sejak 2016 partai itu rutin memutar mars-nya di saluran-saluran televisi milik Hary Tanoesoedibjo, ketua umum Perindo cum pemilik MNC Group. Belanja iklan Perindo dari 24 Maret sampai 13 April 2019 saja, menurut lembaga Sigi Kaca Pariwara, mencapai Rp 82,7 miliar. Angka ini mengungguli belanja iklam PSI dan Hanura yang masing-masing membelanjakan uang untuk iklan Rp 42,8 dana 40,2 miliar.
Selain gencar melancarkan publikasi mars partai, mereka juga mengembangkan beragam program ekonomi sebagai kampanye seperti pendirian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), koperasi bagi nelayan, dan program Gerobak Perindo.
Walau tak tembus Senayan mereka dapat duduk di DPRD provinsi dan kabupaten/ kota. Hasil perhitungan sementara mereka unggul di beberapa provinsi, seperti Sumatera Utara, Nusa Tenggara, Timur dan Kaltim.
Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq menuturkan belum ada evaluasi partai terhadap hasil quick count ini. Namun, ia menyatakan publikasi terhadap Perindo harus lebih gecar agar lebh dikenal masyarakat.
“Lebih engage, lebih memikat, dengan para pemilih. Itu penting sekali,” kata Rofiq ketika dihubungi kumparan, Jumat (26/4).
Korban ambang batas parlemen bukan hanya Hanura , PSI, dan Perindo yang notabene masuk koalisi pendukung capres-cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Partai Berkarya yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno juga hampir dipastikan tak dapat melenggang ke Senayan. Hasil hitung cepat Litbang Kompas mencatat perolehan suara mereka 2,14 persen.
Padahal partai yang mengaku sebagai penerus orde baru ini sudah melakukan beragam upaya untuk menggaet suara. Misalnya saja mereka menggunakan Soeharto sebagai ikon partai.
“Pemikiran dan prinsip yang diajarkan oleh Pak Harto akan kami kembangkan di Partai Berkarya, karena selama ini beberapa pemikiran almarhum tidak terlalu berjalan di Golkar,” kata politikus Berkarya, Ali Reza, saat berbincang dengan kumparan di kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (22/6). Ali merupakan menantu Siti Hardijanti Roekmana alias Tutut Soeharto.
Ia mengakui berdirinya partai untuk mengusung kembali program orde baru seperti Program Trilogi Pembangunan yang berisi Stabilitas Nasional yang dinamis Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan Pemerataan Pembangunan dan hasilnya ala Soeharto menjadi ideologi partai.
Selain itu, partai ini juga memanfaatkan perpindahan kader Golkar, seperti Priyo Budi Santoso, dan anak Soeharto, yakni Titiek Soeharto sebagai upaya menggaet pemilu. “Ternyata suaranya Golkar aman-aman saja kan. Eggak tergerus,” kata Ketua DPP Berkarya Badaruddin Andi Picunang kepada kumparan, Selasa(23/4).
Meski gagal, Partai Berkarya yakin berhasil bercokol di parlemen daerah. Badaruddin menyebut partainya bisa menempatkan perwakilan di DPRD Kabupaten/Kota di wilayah Banten, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan. Lewat legislator di daerah ini, Partai Berkarya berencana mendalami program-program yang pertanian, seperti pengembangan Goro atau toko grosir hasil pertanian.
“Minimal (masing-masing kabupaten/kota) satu kursi,” kata Badaruddin.
Peneliti Indikator Politik, Rizka Halida menjelaskan terlihat pola yang sama antara partai-partai yang tidak bisa gagal ke DPR. Partai berusia jauh lebih muda dari partai yang lolos ke DPR seperti PDIP, Golkar, atau PPP. Mereka memiliki basis pemilih yang lebih mengakar.
Menurutnya Rizka partai-partai tersebut harus mempersiapkan bekal logistik dan figur yang lebih baik untuk bisa terus bersaing di perpolitikan nasional. “Untuk merebut pikiran dan hati pemilih kan perlu itu semua. Untuk partai-partai baru kelihatannya masih perlu 5-10 tahun lagi,” katanya.