Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sidang paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Setelah Agus membuka sidang, ia meminta Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafi’i untuk menyampaikan laporan terkait proses pembahasan revisi UU tersebut.
Dalam laporannya, Syafi'i mengatakan, terdapat banyak perubahan signifikan dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Perubahan UU Nomor 15 Tahun 2003 saat ini mengatur hal secara komprehensif. Tidak hanya bicara soal pemberantasan, juga aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan korban, kelembagaan dan pengawasan,” kata Syafi'i di ruang sidang paripurna, Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
RUU ini juga menambah ketentuan bahwa dalam melaksanakan penangkapan dan penahanan, tersangka pidana terorisme harus menjunjung prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Terduga teroris diperlakukan secara manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam dan tidak merendahkan martabatnya sebagai manusia.
Kemudian ada ketentuan mengenai perlindungan korban aksi terorisme secara komprehensif mulai dari definisi korban, ruang lingkup korban, pemberian hak-hak korban yang semula di UU sebelumnya hanya mengatur kompensasi dan restitusi saja.
ADVERTISEMENT
"RUU ini telah mengatur pemberian hak berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi," tuturnya.
Sementara terkait pelibatan TNI, akan diatur lebihi rinci melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Usai memaparkan laporan dan substansi revisi UU, Syafii kembali menyerahkan mandat sidang ke pimpinan. Pimpinan pun langsung menanyakan kepada seluruh peserta sidang paripurna untuk meminta persetujuan.
“Apakah revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme ini bisa disahkan untuk menjadi UU?” tanya Agus.
“Setuju...!” jawab mayoritas anggota sidang. Tok! UU Antiterorisme resmi disahkan.
Agus kemudian meminta Menkumham selaku pihak pemerintah untuk menyampaikan pandangan akhir mewakili Presiden.
Revisi UU Antiterorisme ini diajukan sejak Februari 2016 oleh pemerintah ke DPR, namun tak kunjung disahkan karena ada perdebatan soal mendefinisikan terorisme. Revisi ini kembali mencuat setelah serangkaian aksi teror di Surabaya, Sidoarjo dan Riau.
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo tiba-tiba geram seolah DPR menunda pengesahan. Jokowi bahkan mengancam akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) jika revisi UU antiterorisme tak kunjung disahkan.
Namun, ternyata pemerintah melalui Menkumham Yasonna Laoly yang meminta penundaan pengesahan ke DPR karena belum sepaham soal definisi terorisme. Hal itu terbukti dalam rapat terakhir, hanya pemerintah yang beda sikap soal definisi terorisme, sementara seluruh fraksi sudah setuju.