Turun ke Jalan, JAK Yogyakarta Tolak Revisi UU KPK

UU KPK Hasil Revisi DPR dan Presiden Potensial Cacat Formil

17 September 2019 20:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivis yang tergabung dari koalisi masyarakat sipil Aceh menggelar aksi mendukung KPK dan menolak revisi UU KPK di Taman Bustanul Salatin, Banda Aceh, Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis yang tergabung dari koalisi masyarakat sipil Aceh menggelar aksi mendukung KPK dan menolak revisi UU KPK di Taman Bustanul Salatin, Banda Aceh, Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
DPR dan pemerintah baru saja mengesahkan revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pengesahan revisi UU KPK ini dinilai menabrak sejumlah ketentuan.
ADVERTISEMENT
Menurut pengamat hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Ferdian Andi, besar kemungkinan akan menjadikan proses revisi UU KPK ini menjadi cacat formil.
Ferdian menilai proses masuknya revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR hingga pembahasan bersama DPR dan pemerintah secara nyata telah mengabaikan partisipasi masyarakat.
"Partisipasi yang muncul dari publik melalui berbagai saluran tak dijadikan bahan masukan oleh Presiden dan DPR dalam pembahasan draf perubahan UU KPK," kata Ferdian dalam keterangan tertulis, Selasa (17/9).
Padahal, lanjut dia, prinsip dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana rumusan di Pasal 5 UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di antaranya adanya "keterbukaan".
"Partisipasi masyarakat ini sebagai ajang "konsultasi publik" sebagaimana diatur dalam Pasal 188 ayat 1-3 Perpres No 87 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dan patut dicatat, partisipasi masyarakat itu letaknya mulai dari proses penyiapan RUU, pembahasan RUU hingga pelaksanaan UU," beber Ferdian.
ADVERTISEMENT
Ferdian menyampaikan, DPR dan Presiden mengabaikan elemen dasar dalam pembentukan perubahan UU KPK ini, yakni keterbukaan dan partisipasi masyarakat.
Aktivis yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil Aceh menggelar aksi mendukung KPK dan menolak revisi UU KPK di Taman Bustanul Salatin, Banda Aceh, Aceh. Foto: ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
"Keduanya ibarat koin mata uang, tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya dalam pembentukan UU," urai dia.
Adapun soal materi perubahan, tambah dia, bisa saja tidak ada soal dalam konteks penyusunan peraturan perundang-undangan. Meski, dari sisi substansial materi sangat terbuka untuk diperdebatkan dan dimaknai sebagai bagian dari pelemahan KPK di satu sisi di sisi lain ada juga yang menilai sebagai penguatan KPK.
"Dalam konteks ini DPR dan Presiden dapat berdalih materi perubahan merupakan bagian dari open legal policy (pilihan kebijakan pembentuk UU). Ini situasinya mirip dengan penambahan jumlah pimpinan MPR menjadi 10 orang atau perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR pada tahun 2014 lalu," jelasnya.
Sejumlah massa yang tergabung dalam Jaringan Anti Korupsi (JAK) menolak perubahan UU KPK dengan aksi tabur bunga di depan Tugu Pal Putih Yogyakarta sebagai bentuk rasa duka telah matinya KPK. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Ferdian mengungkapkan, dengan kata lain, secara materi UU ini sulit dibatalkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Ada baiknya, pihak-pihak yang keberatan dengan perubahan UU KPK ini dapat masuk melalui pintu pengujian formil yakni menguji atas proses pembentukan UU ke MK.
ADVERTISEMENT
"Satu poin yang dapat dijadikan pintu masuk tak lain adalah berkenaan dengan pelaksanaan tata cara atau prosedur pembentukan UU baik dalam pembahasan maupun dalam pengambilan keputusan atas RUU menjadi UU," tutup dia.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten