Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Pemimpin Hong Kong menolak membatalkan rancangan undang-undang ekstradisi ke China seperti yang dituntut masyarakat. Penolakan ini disampaikan menyusul aksi protes ratusan ribu warga Hong Kong yang berujung kisruh.
ADVERTISEMENT
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam dalam pernyataannya pada Senin (10/6) mengatakan, pemerintahnya tidak punya rencana menunda atau mengubah RUU tersebut. Namun dia menolak jika keputusannya itu adalah bentuk pengabaian aspirasi masyarakat.
"Saya dan tim tidak mengabaikan pandangan yang disampaikan dalam peraturan yang sangat penting ini. Kami mendengarkan dan mendengarkan dengan sangat baik," kata Lam seperti dikutip Reuters.
RUU ekstradisi tetap akan dibahas parlemen Hong Kong pada Rabu mendatang. Dalam RUU tersebut diatur ekstradisi buronan yang bersembunyi di Hong Kong ke China, Makau, atau Taiwan. Sebelumnya Hong Kong telah memiliki kesepakatan ekstradisi dengan 20 negara.
Para peserta aksi khawatir mereka yang diekstradisi ke China tidak akan mendapatkan pengadilan yang adil dan transparan. Beberapa lembaga HAM sebelumnya menyampaikan kekhawatiran adanya penyiksaan, penahanan paksa, pengakuan paksa, hingga ketiadaan akses pengacara bagi mereka yang diekstradisi ke China.
ADVERTISEMENT
Para kritikus mengatakan, pemerintahan Hong Kong saat ini adalah bentukan China yang mendapatkan perintah langsung dari Beijing. Hal ini dibantah oleh Lam.
"RUU ini tidak hanya soal (China) daratan saja. RUU ini tidak diinisiasi oleh pemerintahan pusat. Saya tidak menerima perintah apa pun atau mandat dari Beijing terkait RUU ini," tegas Lam.
Aksi protes menentang RUU pada Minggu (9/6) diikuti oleh sekitar 240 ribu orang, jumlah terbesar sejak demonstrasi 2003. Sekitar 1.000 warga Hong Kong juga melakukan aksi serupa di Sydney, Australia, dan London, Inggris.
Massa di Hong Kong secara umum melakukan aksi dengan damai, namun pada Minggu malam hingga Senin dini hari terjadi bentrok dengan aparat.
Polisi menggunakan semprotan merica untuk membubarkan massa yang mencoba menerobos barikade. Menurut kepala polisi Stephen Lo, demonstran mencoba menyerang gedung parlemen. Sejak peristiwa itu, keamanan diperketat di gedung tersebut.