Yakuza, Bukan Geng Kriminal Ecek-ecek

12 Januari 2018 11:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yakuza (Foto: FRED DUFOUR / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Yakuza (Foto: FRED DUFOUR / AFP)
ADVERTISEMENT
Nama Yakuza kembali mengemuka setelah seorang bos kelompok kriminal ini tertangkap di Thailand. Shigeharu Shirai berhasil bersembunyi 14 tahun di Thailand setelah terlibat pembunuhan di Jepang.
ADVERTISEMENT
Yakuza memang bukan geng kriminal ecek-ecek. Kelompok ini menguasai banyak industri hiburan dan mulai merambah ke bisnis-bisnis yang terlihat "halal". Menurut Kazuhiko Murakami, pengarang berbagai film dan buku soal mafia Jepang, generasi pertama Yakuza adalah kelompok Aizukotetsu-kai di Kyoto pada 1870-an.
Murakami seperti dikutip CNN pada 2015 lalu, mengatakan saat itu Yakuza menguasai banyak rumah judi. Organisasi mereka terbentuk rapi usai Perang Dunia II, mulai merambah bisnis hiburan. Saat ini bahkan bisnis Yakuza menggurita hingga ke bidang konstruksi, real estate, dan bahkan politik. Mereka terlibat dalam berbagai kasus pemerasan, penyuapan, dan penipuan.
Menurut data Badan Polisi Nasional Jepang, ada 21 grup besar Yakuza dengan anggota lebih dari 53 ribu orang. Tiga kelompok terbesar adalah Yamaguchi-gumi (23.400 anggota), Inagawa-kai, (6.600 anggota), dan Sumiyoshi-kai (8.500 anggota). Para pengikut Yakuza mudah dikenali, dari tatonya hingga jari kelingking yang hilang setengahnya.
Bos Yakuza yang tertangkap di Thailand (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Bos Yakuza yang tertangkap di Thailand (Foto: Reuters)
Shirai yang tertangkap di kota Lopburi adalah pemimpin Kodokai, kelompok Yakuza ini terkait langsung dengan Yamaguchi-gumi. Saat ini Yakuza diawasi langsung dan diregulasi oleh pemerintah Jepang.
ADVERTISEMENT
Yakuza kebanyakan mengendalikan industri hiburan dan memanajeri berbagai artis papan atas di Jepang, di antaranya para kelompok girl-band yang dibentuk oleh Yamaguchi-gumi.
Bisnis Yakuza juga banyak bergerak di bidang konstruksi, real estate, valuta asing, tenaga kerja, IT, dan industri finansial. Usai bencana gempa dan tsunami pada 2011, Yakuza banyak memasok tenaga kerja untuk pembersihan reaktor nuklir di Fukushima, seperti yang diungkap di buku "Yakuza and The Nuclear Industry" karya Tomohiko Suzuki.
Reuters pada 2013 melaporkan, polisi Jepang menangkapi para anggota Yakuza yang berhasil menyusup dalam proses rekonstruksi reaktor Fukushima. Menurut polisi, Yakuza memasok pekerja ilegal dalam proyek tersebut,
Ilustrasi tato Yakuza. (Foto: aengaeng.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tato Yakuza. (Foto: aengaeng.com)
Memeras Pejabat dan Pengusaha
Yakuza yang menguasai dunia hiburan kerap menggunakan para wanita penghibur mereka untuk mengumpulkan informasi dari klien yang kebanyakan pejabat, pengusaha, politikus, atau birokrat.
ADVERTISEMENT
Tujuannya adalah untuk mendapatkan rahasia perusahaan atau negara untuk menguntungkan bisnis mereka. Selain itu, rahasia tersebut juga sering digunakan untuk melakukan pemerasan.
Pengaruh Yakuza juga sampai ke tubuh Partai Liberal Demokrat. Bos Yakuza, Yoshio Kodama, dilaporkan mendanai partai penguasa tersebut di awal-awal pembentukannya, seperti yang dipaparkan oleh David E. Kaplan dalam bukunya "Yakuza: Japan's Criminal Underworld".
Yakuza (Foto: FRED DUFOUR / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Yakuza (Foto: FRED DUFOUR / AFP)
Menteri Pendidikan Jepang Hakubun Shimomura pada 2012 mengaku telah menerima donasi sebesar 180 ribu yen atau lebih dari Rp 21 juta dari perusahaan yang terkait Yakuza. Anggota kabinet perdana menteri Shinzo Abe lainnya, Eriko Yamatani, kepala Komisi Keamanan Publik Jepang, juga diduga punya hubungan dengan kelompok Yakuza.
Dengan berbagai kejahatan dan gurita bisnis di Jepang dan negara-negara di seluruh dunia, Amerika Serikat memasukkan kelompok Yakuza ke dalam daftar hitam. Semua perusahaan yang berafiliasi dengan kelompok ini diganjar sanksi oleh AS.
ADVERTISEMENT
"Untuk melakukan aktivitas kriminalnya, Yakuza berhubungan dengan geng kriminal di Asia, Eropa, dan Amerika. Di Amerika Serikat, Yakuza terlibat dalam perdagangan narkoba dan pencucian uang," ujar pernyataan Kementerian Keuangan AS pada 2015.