YLKI: Sopir Taksi Online Tahu Identitas Penumpang, Itu Berbahaya

22 Maret 2018 16:43 WIB
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Seorang manajer pemasaran wedding organizer, Siska Rohani, tewas dibunuh kembar bersaudara sopir taksi online Grabcar pada Minggu (18/3). Korban dibunuh dalam perjalanan dari Hotel Casendra di Jakarta Pusat menuju Hotel Haris di Tebet.
ADVERTISEMENT
Beragam kalangan turut berempati atas peristiwa nahas tersebut. Berkaca dari tragedi itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berpendapat taksi konvensional lebih aman bagi keselamatan penumpang daripada taksi online.
"Taksi online lebih berbahaya daripada taksi biasa, soalnya online tahu identitas pribadi kita (penumpang), Itu jauh lebih berbahaya," ucap Tulus dalam diskusi "Implementasi PM No. 108 Tahun 2017" di Pisa Caffe, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/3).
"Tingkat keamaanan taksi online lebih berbahaya," imbuh dia.
Tulus juga mengomentari perihal fitur pemberian rating yang bisa dilakukan penumpang terhadap pengemudi. Menurutnya hal tersebut berpotensi menjadi pemicu kasus penyerangan.
"Yang memberi rating buruk bisa menjadi bumerang bagi konsumen. Sangat berbahaya kalau sopir punya itikad tidak baik dan supir tidak mau dikritik," ucap Tulus.
ADVERTISEMENT
Selain itu, akses komunikasi antara pengemudi dan penumpang dengan pihak perusahaan taksi online dinilai cenderung berjarak. "Aplikator (perusahaan taksi online) juga tidak bisa disentuh oleh driver, apalagi disentuh konsumen," kata Tulus.
Rilis pembunuhan Manager WO (Foto: Dok humas polres bogor)
zoom-in-whitePerbesar
Rilis pembunuhan Manager WO (Foto: Dok humas polres bogor)
Dalam rilis tertulisnya hari ini, Tulus menyebut kasus pembunuhan Sisca adalah klimaks atas beragam kasus kekerasan pengemudi taksi online terhadap konsumennya. Menurutnya kejadian itu jadi peringatan keras terhadap manajerial taksi online.
"Secara manajerial taksi online belum punya standar keamanan dan keselamatan untuk melindungi konsumennya. Misalnya, tidak ada akses telepon call center untuk penanganan pengaduan," kata Tulus dalam keterangan tertulis.
"Bukti perusahaan aplikasi taksi online tidak mempunyai standar yang jelas dalam melakukan rekruitmen kepada pengemudinya. Hal ini juga menjadi bukti nyata, adalah mitos belaka bahwa taksi online lebih aman daripada taksi meter," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Tulus mewakili YLKI mendesak Kementerian Perhubungan dan Kepolisian untuk bertindak tegas dan konsisten mengimplementasikan Permenhub No. 108/2017. Ia bahkan meminta Permenhub itu diperkuat.
"Permenhub itu masih terlalu longgar. Harus dibuat Permenhub yang sejalan dengan misi UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yakni hak konsumen mendapat keamanan dan keselamatan saat menggunakan taksi online," kata dia.
Sementara itu untuk para pengguna jasa taksi online khususnya kaum perempuan, Tulus mengimbau mereka untuk tak naik taksi online sendirian di malam atau pun dini hari. "Berhati-hati menggunakan taksi online, seperti jangan sendirian, jangan meng-order taksi online terlalu malam atau dini hari," papar Tulus.
"Saat antar jemput, konsumen sebaiknya jangan berhenti langsung di depan rumahnya. Jangan berikan kesempatan pengemudi online mengetahui rumah atau bahkan tempat kerja konsumen. Ini untuk mencegah tindakan tak terpuji dari oknum pengemudi kepada konsumennya," lanjutnya.
ADVERTISEMENT