3 Teknologi yang Bisa Dipakai untuk Cari Badan Pesawat Lion Air JT-610

30 Oktober 2018 14:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Lion Air (Foto: AFP/Roslan Rahman)
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Lion Air (Foto: AFP/Roslan Rahman)
ADVERTISEMENT
Usaha untuk menemukan badan dan kotak hitam pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, masih terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan menggunakan sonar yang akan dioperasikan oleh dua mekanik dari Jakarta dan Singapura.
ADVERTISEMENT
Dari pantauan kumparan di lokasi, ada dua unit alat solar yang digunakan. Satu unit dengan bertuliskan 2D sonar memiliki panjang sekitar 1,5 meter dan satunya lagi bernama PRS 275 dengan berbentuk seperti lampu sorot.
“Alat ini bernama PRS-275. Semua peralatan yang ada di Polairud, TNI AL, dan Basarnas sudah kami maksimalkan tapi belum bisa menemukan badan dari pesawat,” ucap Kasubdit Fasharkan (Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan) Polairud, Kombespol Yassin Kossasih, di Makopolair, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (30/10).
Yassin juga menjelaskan bahwa alat ini bisa mendeteksi benda hingga kedalaman 200-300 meter. Sementara pesawat Lion Air JT-610 diperkirakan jatuh di kedalaman 30-35 meter.
Sebenarnya selain sonar, apakah ada teknologi lain yang bisa digunakan untuk mencari badan pesawat di dasar laut?
ADVERTISEMENT
Jika kita melihat pada usaha pencarian pesawat Malaysia Airlines MH370, yang hilang di Samudra Hindia dan belum ditemukan hingga sekarang, ada beberapa teknologi yang bisa membantu tim pencari menemukan badan pesawat.
Berikut beberapa teknologi yang bisa membantu tim penyelamat mencari badan dan kotak hitam pesawat Lion Air JT-610, sebagaimana dikutip dari CNN.
1. Towed Pinger Locator (TPL)
Ilustrasi Towed Pinger Locator (TPL). (Foto: Angkatan Laut AS via wikimedia commons.)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Towed Pinger Locator (TPL). (Foto: Angkatan Laut AS via wikimedia commons.)
Alat ini biasanya digunakan untuk mendeteksi suara "ping" sonar yang dipancarkan alat perekam data penerbangan dan suara di kokpit. Suara ini bisa ditangkap dari jarak 2 mil laut atau sekitar 3,7 kilometer.
"Bayangkan dering ponsel Anda. Jika Anda kehilangan ponsel, Anda bisa menelponnya dan Anda bisa mendengar suara deringnya, jadi Anda bisa mempersempit lokasi pencarian Anda," kata Paul Nelson, manajer Phoenix International.
ADVERTISEMENT
Phoenix International adalah perusahaan asal AS yang memiliki sistem TPL-25, yang memiliki kemampuan untuk diturunkan hingga kedalaman enam kilometer.
Pada 2009, TPL-25 milik perusahaan tersebut, bersama dengan teknologi dari Woods Hole Oceanographic Institute, terlibat usaha pencarian pesawat Air France Flight 447 yang mengalami kecelakaan ratusan kilometer dari pantai Brasil.
2. Autonomous Underwater Vehicles (AUV)
Ilustrasi Autonomous Underwater Vehicles (AUV). (Foto: Angkatan Laut AS via wikimedia commons.)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Autonomous Underwater Vehicles (AUV). (Foto: Angkatan Laut AS via wikimedia commons.)
Kendaraan otonom bawah air atau autonomous underwater vehicles (AUV) biasanya digunakan para ahli di industri minyak dan gas bumi untuk melakukan survei bawah laut. Namun ketika alat pemberi sinyal di pesawat mati, AUV juga bisa digunakan untuk membantu melanjutkan pencarian di lokasi jatuhnya pesawat dengan melakukan pemetaan dasar laut.
"AUV ukuran kecil biasanya bisa menyelam ke kedalaman 1,5 kilometer. Jenis lainnya biasanya memiliki biaya yang lebih mahal untuk digunakan. Ukuran besarnya membuat alat ini memiliki kapasitas baterai dan juga hidrolik yang lebih besar," kata David Soucie, analis dan ahli investigasi keamanan serta kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Pada usaha pencarian MH370, ada AUV milik Phoenix International yang digunakan. Dia bisa menyelam hingga kedalaman 1,5 kilometer dan bergerak hingga sekitar 7,41 kilometer per jam selama 20 jam.
AUV ini menggunakan pemindai sonar untuk memetakan dasar lautan dan juga dilengkapi dengan kamera.
"Mereka memiliki sistem kontrol sendiri, jadi komunikasi dengan AUV dilakukan dengan modem akustik," jelas Jami Cheramie ahli sistem AUV.
Cheramie mengatakan bahwa AUV merupakan kendaraan tak berawak yang pergerakannya bisa diprogram. Sementara untuk membuat gambar dasar laut mereka menggunakan pola berbentuk kisi-kisi. Lalu ada juga sensor di sekitar tubuh alat yang membantunya menghindari penyelam.
Alat ini memiliki peran penting dalam menemukan bangkai pesawat Air France Flight 447 yang mengalami kecelakaan pada 2009 dan juga beberapa bangkai kapal serta pesawat lainnya.
ADVERTISEMENT
3. Remotely Operated Vehicle (ROV)
Ilustrasi Remotely Operated Vehicle (ROV). (Foto: Angkatan Laut AS via wikimedia commons.)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Remotely Operated Vehicle (ROV). (Foto: Angkatan Laut AS via wikimedia commons.)
Setelah berhasil menemukan lokasi badan pesawat, biasanya yang dilakukan para ahli adalah mencari alat perekam data.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat remotely operated vehicle. Dikutip dari Marine Insight, sebenarnya ROV digunakan untuk merekam panorama dalam laut dan mempelajari geologi laut serta kehidupannya.
ROV sendiri adalah alat yang menempel pada kapal dan diturunkan ke dalam air dengan menggunakan kendali jarak jauh. Sebelumnya alat ROV pernah digunakan untuk mengambil potongan bangkai kapal ternama Titanic.
Biasanya ROV dilengkapi dengan kamera, tangan, dan cengkeraman yang bisa dikontrol dari kapal. Alat-alat penunjang ini bisa membantu ROV mengambil bagian pesawat dan membawanya ke permukaan untuk dipelajari.