Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Alasan Kenapa Berat Badan Mudah Naik Setelah Diet
17 Februari 2018 19:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Sebuah studi terbaru berhasil mengungkap salah satu alasan di balik mengapa badan kita bisa kembali menggemuk setelah diet. Dan ternyata hal itu disebabkan oleh sebuah senyawa kimia yang ada di barang-barang di sekitar kita.
ADVERTISEMENT
Dalam studi yang dipublikasikan pada jurnal PLOS Medicine ditemukan bahwa sebuah grup senyawa kimia yang dinamai zat perfluoroalkyl atau PFAS dapat membuat berat badan kembali naik setelah seseorang melakukan diet.
PFAS telah banyak digunakan di banyak industri selama lebih dari 50 tahun. Barang-barang seperti penggorengan anti lengket dan juga bungkus makanan diketahui menggunakan zat kimia yang juga dikenal dengan sebutan 'obesogens' itu.
Menurut studi, zat ini telah mengkontaminasi air dan telah masuk ke dalam rantai makanan kita. Sebagai contoh, banyak kerang yang ternyata ditemukan mengandung banyak zat kimia ini.
Tak hanya itu, zat kimia ini juga bisa masuk ke dalam tubuh kita melalui bungkus makanan dan bahkan bisa juga melalui karpet atau bahan tekstil.
Dalam studi ini, dijelaskan bahwa sudah ada studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa PFAS dapat menyebabkan obesitas dan juga masalah kesehatan lainnya.
ADVERTISEMENT
"Apa yang kami temukan adalah, zat kimia tersebut dapat menentukan berapa banyak berat badan yang orang dapatkan lagi setelah diet," ujar Qi Sun, asisten profesor Department of Nutrition di Harvard T.H. Chan School of Public Health sekaligus sebagai salah satu anggota tim studi.
"Lebih spesifik lagi, kita menemukan bahwa tingginya kadar zat kimia tersebut (dalam tubuh seseorang) diasosiasikan dengan penambahan berat badan yang lebih cepat setelah diet," lanjutnya.
Para peneliti mempelajari data yang dikumpulkan pada tahun 2000-an dari percobaan klinis bernama Preventing Overweight Using Novel Dietary Strategies (POUNDS Lost) untuk studi ini.
Percobaan tersebut diikuti oleh 621 orang yang kelebihan berat badan dengan kisaran usia 30 hingga 70 tahun. Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari efek dari diet kalori rendah pada berat badan.
ADVERTISEMENT
Kebetulan para peneliti yang melakukan percobaan tersebut juga menghitung jumlah zat kimia PFAS pada darah peserta percobaan.
Dan kini lewat data tersebut, para peneliti bisa mempelajari apakah para peserta bisa mempertahankan berat badannya setelah percobaan dan juga kadar PFAS dalam tubuh mereka.
Yang menarik adalah, sebenarnya PFAS tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengurangi berat badannya. Tetapi setelah percobaan ditemukan bahwa mereka yang memiliki tingkat PFAS tinggi lebih mudah untuk kembali naik berat badannya.
Efek ini juga ternyata lebih kuat terjadi pada kaum perempuan.
Selain itu, ditemukan juga jika "kadar PFAS bisa dihubungkan dengan tingkat metabolisme tubuh yang rendah," jelas Sun.
"Jika Anda memiliki tingkat metabolisme yang rendah, maka Anda tidak akan bisa membakar banyak energi, dan dengan begitu berat badan Anda akan bertambah," paparnya.
Menurutnya, sebenarnya cara zat kimia tersebut mempengaruhi metabolisme tubuh masih belum diketahui secara jelas.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, telah ditemukan pada studi tentang hewan bahwa PFAS dapat mempengaruhi metabolisme di tubuh, tapi menurut Sun masih diperlukan riset lebih jauh lagi untuk benar-benar memahami efek kimianya.
Tak Hanya Berat Badan
Efek PFAS ternyata tidak terbatas pada metabolisme tubuh dan berat badan saja. Menurut studi terhadap beberapa kondisi seperti kanker, gangguan hormon, kolesterol tinggi, dan disfungsi sistem imun, juga ditemukan adanya hubungan dengan PFAS.
Studi itu menyarankan jika untuk menurunkan berat badan, tidak cukup hanya dengan memperhatikan makanan dan latihan fisik saja.
"Kebanyakan orang berpikir bahwa obesitas adalah hasil dari makan makanan yang salah, terlalu banyak, dan tidak berolahraga," ujar David Carpenter, Direktur Institute for Health & the Environment di State University of New York.
ADVERTISEMENT
"Tetapi, berkat banyak studi, termasuk yang satu ini, bahwa terpaan dari suatu zat kimia, yang ternyata ada di makanan dan minuman, dapat menjadi penyebab timbulnya obesitas."
Meski dibutuhkan lebih banyak riset lagi untuk mempelajari zat kimia tersebut, Sun menambahkan bahwa "masyarakat harus berhati-hati dalam menggunakan produk yang mengandung PFAS."