Bukan Pertama Kali Terjadi, Berikut Catatan Tsunami di Selat Sunda

28 Desember 2018 13:13 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi porak poranda di Pandeglang, tetapi masih ada bangunan yang berdiri, di antaranya masjid. (Foto: Dok. Pribadi Ahmad Emil Mujamil)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi porak poranda di Pandeglang, tetapi masih ada bangunan yang berdiri, di antaranya masjid. (Foto: Dok. Pribadi Ahmad Emil Mujamil)
ADVERTISEMENT
Tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam bukanlah merupakan kejadian pertama di perairan tersebut. Menurut Catalogue Of Tsunamis On The Western Shore Of The Pacific Ocean yang ditulis oleh S. L. Soloviev dan Ch. N. Go, tercatat setidaknya ada 12 tsunami yang pernah menerjang selat penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra itu.
ADVERTISEMENT
Penyebab timbulnya tsunami di Selat Sunda berbeda-beda. Ada yang disebabkan karena aktivitas Gunung Krakatau, ada pula yang disebabkan karena gempa bumi. Tsunami paling awal yang tercatat pernah terjadi di Selat Sunda pada tahun 416 Masehi.
Berikut adalah deretan peristiwa tsunami yang pernah tercatat terjadi di Selat Sunda menurut Soloviev dan Go.
- Tahun 416
Ilustrasi Tsunami. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tsunami. (Foto: Pixabay)
Referensi mengenai kejadian tsunami pada tahun 416 diambil dari sebuah kitab kuno berjudul Pustaka Radja yang membicarakan mengenai sebuah gunung bernama Gunung Kapi pada tahun 338 Saka (416 Masehi). Gunung Kapi ini diduga sebagai Gunung Krakatau.
Kitab tersebut mencatat adanya suara menggelegar yang terdengar dari Gunung Batuwara (yang juga disebut Pulosari, gunung api yang sudah punah yang ada di Banten) dan kemudian muncul suara keras lainnya dari Gunung Kapi.
ADVERTISEMENT
Raungan dari gunung berapi kemudian diikuti oleh keluarnya api hingga ke langit, dan bumi pun kemudian berguncang. Petir datang dan hujan pun turun. Selanjutnya, dikisahkan air laut naik dan menggenangi daratan dan menyapu perkampungan yang ada di atasnya.
Peristiwa ini juga diduga sebagai peristiwa yang menyebabkan terpisahnya Pulau Jawa dan Sumatra.
- Tahun 1722
Ilustrasi ombak tsunami (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ombak tsunami (Foto: Pixabay)
Tsunami ini tercatat dalam katalog kejadian tsunami serta gempa bumi di Indonesia dari tahun 1538 hingga 1877 yang dibuat oleh Arthur Wichmann. Kala itu, tepatnya bulan Oktober 1722 pukul 8 pagi, terjadi gempa besar di Jakarta dan air pun naik seperti air mendidih.
- Tahun 1757
Pada 24 Agustus 1757, gempa terasa di Jakarta pada pukul dua malam selama lima menit. Setelah guncangan tersebut, angin terasa datang dari arah timur laut dan air di Sungai Ciliwung meluap hingga 0,5 meter dan membanjiri Kota Jakarta.
ADVERTISEMENT
- Tahun 1851
Pada 4 Mei 1851, tepatnya pukul sembilan pagi, terlihat ada gelombang pasang yang muncul lebih tinggi dari biasanya di Teluk Betung, Teluk Lampung, yang terdapat di pesisir selatan Sumatera. Gelombang pasang tersebut memiliki tinggi 15 meter.
- Tahun 1852
Gempa bumi melanda bagian barat Jawa dan selatan Sumatera pada 9 Januari 1852. Setelah terjadi gempa bumi besar, gempa bumi kecil kemudian menyusul. Gempa terjadi di Bogor, Jakarta, dan Teluk Betung. Pukul 20.00, tiba-tiba tinggi air laut pun naik, tapi tidak ada catatan mengenai berapa tingginya.
- Agustus 1883
Litografi letusan Gunung Krakatau tahun 1883 (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Litografi letusan Gunung Krakatau tahun 1883 (Foto: Wikimedia Commons)
Erupsi Krakatau yang kemudian diikuti oleh tsunami pada 27 Agustus 1883 menjadi salah satu bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Setidaknya 36.000 orang tewas akibat erupsi serta tsunami. Bukan hanya di Indonesia, efek erupsi Gunung Krakatau pada saat itu terasa sampai di seluruh dunia dan menyebabkan penurunan suhu global selama lima tahun.
ADVERTISEMENT
- Oktober 1883
Selain di bulan Agustus, tsunami juga terjadi di Cikawung di Pantai Teluk Selamat Datang pada 10 Oktober 1883. Gelombang laut membanjiri pantai sejauh 75 meter.
- Tahun 1884
Lima bulan setelah erupsi Krakatau, pada Februari 1884, tsunami kecil muncul akibat erupsi gunung berapi.
- Tahun 1889
Tanggal 16 dan 17 Agustus 1889, terpantau ada kenaikan tinggi air laut yang tidak biasa di Anyer. Tinggi air laut itu disebut merupakan yang tertinggi di tahun tersebut.
- Tahun 1928
Gunung Anak Krakatau Muntahkan Abu Vulkanik. (Foto: ANTARA FOTO/Atet Dwi Pramadia)
zoom-in-whitePerbesar
Gunung Anak Krakatau Muntahkan Abu Vulkanik. (Foto: ANTARA FOTO/Atet Dwi Pramadia)
Erupsi Anak Krakatau yang terjadi pada 26 Maret 1928 kembali menyebabkan turun naiknya tinggi gelombang laut selama beberapa kali.
- Tahun 1958
Pada 22 April 1958 pukul 05.40, gempa bumi terasa di Bengkulu, Palembnag, teluk Banten, dan Banten yang diiringi dengan kenaikan permukaan laut.
ADVERTISEMENT
Penyebab Tsunami yang beragam
Studi ilmiah Yudhicara dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, dan K. Budiono dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan yang berjudul “Tsunamigenik di Selat Sunda: Kajian terhadap Katalog Tsunami Soloviev” menunjukkan beragamnya penyebab tsunami di Selat Sunda.
Setidaknya, ada empat hal yang dikatakan dapat memicu tsunami di Selat Sunda, yaitu gempa bumi yang berkaitan dengan subduksi Sunda, erupsi gunung api bawah laut Krakatau, longsoran di pantai, dan longsoran bawah laut di sekitar Selat Sunda.
Riwayat Tsunami Selat Sunda (Foto: Data S. L. Soloviev dan Ch. N. Go via Yudhicara dan K. Budiono)
zoom-in-whitePerbesar
Riwayat Tsunami Selat Sunda (Foto: Data S. L. Soloviev dan Ch. N. Go via Yudhicara dan K. Budiono)
Studi ilmiah yang telah dipublikasikan di Jurnal Geologi Indonesia pada Desember 2008 tersebut menyebut bahwa kondisi tektonik Selat Sunda yang berada di wilayah batas Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia berpeluang menghasilkan gempa-gempa besar.
ADVERTISEMENT
“Adanya kesenjangan kegiatan gempa besar di sekitar Selat Sunda dapat menyebabkan terakumulasinya tegasan yang menyimpan energi, dan kemudian dilepaskan setiap saat berupa gempa besar yang dapat menimbulkan tsunami,” tertulis dalam studi tersebut.
Kondisi geologi dasar laut Selat Sunda yang labil serta topografi pantai yang relatif terjal juga membuat longsor rawan terjadi. Dan apabila material longsoran jatuh ke laut, meskipun kecil dan bersifat lokal, penulis mengatakan, hal itu juga berpotensi menimbulkan tsunami.