Edukasi Seks Bisa Cegah Kehamilan Remaja dan Pelecehan Anak

26 September 2018 13:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Edukasi Seks (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Edukasi Seks (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Sex education atau edukasi seksual masih dianggap tabu, sehingga jarang ada sekolah yang secara terang-terangan memberikan edukasi seks pada anak didiknya. Salah satu alasannya adalah karena ada kekhawatiran jika edukasi seksual akan mendorong anak dan remaja untuk melakukan hubungan seks di luar nikah.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut dr. UF Bagazi, SpOG, dokter spesialis ObGyn dari Brawijaya Women and Children Hospital, edukasi seks justru penting untuk dilakukan, salah satunya untuk mencegah kehamilan remaja.
“Biasa terjadi kehamilan yang tidak diinginkan disebabkan karena kurang edukasi yang mumpuni,” kata UF, dalam pemaparannya di acara perayaan Hari Kontrasepsi Dunia oleh DKT Indonesia, Jakarta, Selasa (25/9).
“Kita harus bisa mengakses, kita harus bisa tahu, kita harus bisa bertanya kapan waktu yang tepat agar kita bisa mempersiapkan kehamilan agar ibu dan bayinya sehat," lanjutnya.
Edukasi seks dari orang tua dan guru penting untuk diberikan kepada anak dan remaja, termasuk juga mengenai menstruasi pada anak perempuan.
“Agar mereka tidak kaget saat mengalami menstruasi," ucap UF mengenai pentingnya edukasi seks.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, menurut Satyawanti, direktur eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), masyarakat seringkali salah persepsi mengenai edukasi seks.
“Selama ini tantangannya itu kan selalu disampaikan ‘kok ngajarin anak hubungan seksual?’. Padahal tidak demikian,” tutur Satyawanti, di tempat yang sama.
Tahapan Pendidikan Seks Sesuai Usia Anak (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Tahapan Pendidikan Seks Sesuai Usia Anak (Foto: Shutterstock)
Ia mengatakan, PKBI memiliki kurikulum sendiri untuk memberikan pendidikan seksual pada anak secara bertahap.
Untuk anak TK, ia mengatakan anak-anak mulai diajari mengenai peran gender, termasuk untuk mencegah adanya kesalahan persepsi mengenai perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan.
“Beberapa pelajaran saat ini kan mengatakan ibu memasak di dapur dan bapak bekerja. Itu yang berusaha kita balance supaya tidak menimbulkan itu (peran) perempuan dan itu laki-laki,” jelas Satyawanti.
“Kita berusaha mengenalkan bahwa alat reproduksi perempuan dan laki-laki memang berbeda, tapi bukan berarti perannya perempuan hanya memasak dan laki-laki boleh bekerja di luar jadi tentara atau sebagainya," imbuhnya.
Satyawanti. (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Satyawanti. (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
Sementara itu, ia berpendapat saat anak sudah mencapai akil baligh, maka pendidikan mengenai seks dan kehamilan harus mulai dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Ketika si anak sudah menstruasi dia harus sudah tahu kalau dia punya sel telur dan kalau bertemu sel sperma maka akan terjadi kehamilan," lanjut Satyawanti.
Ia mengatakan saat ini usia menstruasi pertama sudah lebih awal dibandingkan dahulu. Menstruasi pertama bahkan dapat terjadi pada saat anak masih duduk di bangku SD. Namun hal tersebut jangan sampai membuat guru dan orang tua ragu untuk memberikan edukasi seksual.
Ilustrasi menstruasi  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menstruasi (Foto: Thinkstock)
Manfaat lainnya, edukasi seksual juga mampu mencegah pelecehan seksual pada anak, salah satunya dengan mengenalkan anak pada bagian-bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain.
“Saya dulu juga ngajarin anak-anak SD dan anak-anak di panti asuhan bahwa ada hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang asing. Ketika ia ada di jalan sepi, kemudian dia dipangku dan diraba itu tidak boleh dia harus berteriak,” kata Satyawanti.
ADVERTISEMENT
Anak juga harus mulai diperkenalkan bahwa ada ‘barang pribadi’, yaitu alat kelaminnya, yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, terutama orang dewasa untuk mencegah anak menjadi korban pelecehan seksual.