Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Studi: Remaja Religius Ternyata Lebih Sering Pikirkan Seks
28 Mei 2018 12:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Biasanya jika kita diminta untuk tidak memikirkan sesuatu, yang terjadi justru hal sebaliknya. Jadi jangan heran jika ada remaja religius yang malah sering memikirkan seks ketika dilarang.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di The Journal of Sex Research , para peneliti membandingkan para remaja Yahudi Ortodoks dengan remaja lainnya di Israel. Mereka menemukan bahwa remaja yang religius dan disuruh untuk menghindari memikirkan seks, memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah dibanding remaja lain.
"Saya tumbuh besar di suatu komunitas religius dan sekarang saya menganggap diri saya sebagai seorang religius," ujar Yaniv Efrati, peneliti dalam studi ini, dikutip dari PsyPost.
"Saya menyadari bahwa selama bertahun-tahun, topik seksualitas di masyarakat religius lebih kompleks dibandingkan pada masyarakat umum. Saya juga menyadari ada banyak orang religius yang sibuk dengan pertanyaan apakah sikap seksual mereka normal atau tidak," tambahnya dilansir IFL Science .
Para peneliti melakukan beberapa survei dalam studi mereka untuk mendapatkan kesimpulan tersebut. Yang pertama adalah survei pada 661 orang remaja. Ditemukan bahwa remaja religius memiliki tingkat lebih tinggi dalam berfantasi dan memikirkan seks dibandingkan remaja lain.
Lalu dalam survei kedua, yang dilakukan pada 522 orang remaja, ditemukan bahwa karena remaja religius memiliki pikiran seksual, yang mereka anggap tidak pantas. Hal itu membuat mereka memiliki tingkat kebahagiaan atau kesejahteraan yang rendah.
ADVERTISEMENT
Sementara pada survei lain yang yang dilakukan pada 317 orang remaja, ditemukan bahwa remaja religius memiliki kemungkinan untuk menekan pikiran dan fantasi seksual, yang dihubungkan dengan perilaku seksual kompulsif serta kesejahteraan yang lebih rendah.
"Studi ini menunjukkan, dalam opini saya, suatu realitas yang kompleks di antara remaja religius. Tampaknya masyarakat religius harus melihat kembali cara mereka menyikapi seksualitas remaja terutama soal pendidikan seksual dan seksualitas di awal masa remaja," kata Efrati.
"Sangat penting bagi komunitas religius untuk mendiskusikan seksualitas dan menghadapinya dengan sikap yang benar di awal masa remaja atau usia lebih muda untuk menghindari terjadinya perilaku seksual kompulsif.”
Respons orang tua pada hal-hal seperti pornografi dan masturbasi memiliki peran kunci dalam berkembangnya perilaku seksual kompulsif. Dan orang-orang religius sering kali berlebihan dalam mengganggap seberapa besar perilaku seksual mereka yang kompulsif.
ADVERTISEMENT
"Tentu tidak bijaksana untuk mengatakan bahwa orang religius memiliki tingkat perilaku seksual kompulsif yang lebih tinggi dibanding masyarakat umum," papar Efrati.
"Dalam bidang terapi, saya menemukan bahwa orang-orang religius akan cenderung melaporkan bahwa mereka memiliki perilaku seksual kompulsif yang pada kenyataannya mereka tidak (sekompulsif itu). Mereka menganggap diri mereka seperti itu karena perasaan negatif seperti rasa malu dan bersalah yang menjadi konflik dalam hidup mereka, seksualitas versus agama," imbuhnya.
Efrati menekankan pentingnya mendiskusikan seksualitas dengan gaya yang benar di komunitas religius, saat dan bahkan sebelum masa remaja. Sebab, hal tersebut ia anggap dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan remaja.