Hasil Riset Dosen ITB Bisa Bantu Ekspor Pasir Besi Indonesia

11 Maret 2019 17:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal kargo asing tengah bongkar muat peti kemas mengangkut komoditas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapal kargo asing tengah bongkar muat peti kemas mengangkut komoditas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia kaya akan sumber daya pasir besi. Keberadaannya tersebar di beberapa daerah, seperti pesisir barat Sumatera, sepanjang pantai selatan Jawa, Maluku dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Dari data Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG), sumber daya besi terkandung di dalam pasir besi mencapai 2 miliar ton (425 juta ton logam besi) dengan cadangan 173 juta ton (25 juta ton logam besi). Namun pemanfaatannya belum maksimal karena berbagai kendala, misalnya belum adanya teknologi pengolahan dan dampak lingkungan yang dihasilkan.
Oleh karena itu, Laboratorium Pirometalurgi Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan riset inovasi di bidang pemanfaatan pasir besi. Judul risetnya adalah Produksi Nugget Besi dari Konsentrat Pasir Besi. Riset ini dipimpin oleh Dr.-Ing. Zulfiadi Zulhan, ST., MT, dosen dari Kelompok Keahlian Teknik Metalurgi ITB.
Ilustrasi penelitian di laboratorium. Foto: ITB.
Zulfiadi melakukan riset ini untuk membantu ekspor pertambangan Indonesia. Sebab, pada tahun 2009 pemerintah telah mengeluarkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut berisi larangan ekspor produk mineral termasuk bijih atau pasir besi dalam bentuk mentah. Selain itu produk-produk tersebut diwajibkan untuk diolah di dalam negeri dalam rangka peningkatan nilai tambah mineral.
“Karena ada aturan tersebut, perusahaan-perusahaan tambang diberi waktu untuk mengolah hasil tambang sendiri. Pada 2013 diadakan seminar di Jakarta yang mendiskusikan kesiapan perusahaan mengenai hal tersebut. Ternyata ada masalah dalam hal pasir besi karena belum ada teknologi pengolahannya, saya kemudian membuat proposal penelitian dan diterima sebagai penelitian awal dalam karakterisasi pasir besi dan bagaimana mereduksinya,” papar Zulfiadi dalam siaran pers Humas ITB yang kumparan terima, Senin (11/3).
Penelitian ini mendapat dukungan dana dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sedangkan pelaksanaan riset mendapat bantuan beberapa mahasiswa Teknik Metalurgi ITB.
Institut Teknologi Bandung (ITB). Foto: Facebook @institutteknologibandung
Zulfiadi menjelaskan bahwa sampai saat ini, proses konsentrasi telah berhasil meningkatkan kadar besi hingga lebih besar dari 50 persen dan titanium sekitar 8 persen. Konsentrat ini belum digunakan sebagai bahan baku untuk mengekstrak logam besi maupun titanium baik logam maupun oksida.
ADVERTISEMENT
Penelitian laboratorium selesai dilakukan pada 2015. Di Laboratorium Pirometalurgi FTTM ITB, Zulfiadi dan rekan-rekan berhasil memisahkan besi dari konsentrat pasir besi sehingga kadar titanium dalam terak dapat meningkat.
Percobaan skala laboratorium, seperti pada gambar berikut, dilakukan dengan metode isotermal – gradien temperatur dengan temperatur kurang dari 1400 derajat Celcius.
Hasil percobaan skala laboratorium. Foto: Dr. Zulfiadi Zulhan/ITB
Menurut Zulfiadi, manfaat yang bisa dihasilkan dari penelitian ini adalah kemampuan perusahaan dalam mengolah barang tambang yang ada di Indonesia. Karena sejauh ini belum ada teknologi pengolahan barang tambang. Selain itu, temperatur rendahnya memperkecil dampak pengolahan pada lingkungan.
“Ekonomi di daerah akan meningkat dan berkembang, pendapatan daerah meningkat efeknya banyak,” kata Zulfiadi mengenai hasil risetnya ini.
Saat ini, tim gabungan dari ITB, BK Mesin PII, BBLM Kemenperin, Puslitbang Tekmira, Unjani dan pihak swasta berusaha untuk membawa hasil penelitian ini, yang disatukan dengan hasil penelitian-penelitian lainnya, ke arah industri. Sebelum benar-benar dibawa ke industri, hitungan keekonomian metode ini perlu dikaji lebih dulu.
ADVERTISEMENT