Ikatan Sosial Jadi Penyebab Suporter Sepak Bola Sering Ricuh

26 Juni 2018 17:54 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suporter Persib Bandung (Ilustrasi) (Foto: ANTARA/Risky Andrianto)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Persib Bandung (Ilustrasi) (Foto: ANTARA/Risky Andrianto)
ADVERTISEMENT
Salah satu masalah terbesar yang masih dihadapi oleh dunia sepak bola di Indonesia adalah kericuhan antar suporter, yang biasa terjadi sebelum, saat, ataupun setelah pertandingan berlangsung.
ADVERTISEMENT
Bahkan jika ada pertandingan yang mempertemukan dua kelompok suporter yang dianggap sudah menjadi musuh bebuyutan, seperti Viking sebagai pendukung Persib Bandung dengan Jakmania sebagai pendukung Persija Jakarta, maka kedua kelompok suporter tersebut harus dikawal polisi sebelum, saat, dan sesudah kedua tim yang mereka dukung bertanding. Pasalnya, kedua kelompok ini punya sejarah kelam setiap kali kedua klub idola mereka bertemu.
Aksi-aksi brutal para fans garis keras sepak bola bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Inggris, istilah hooligan digunakan untuk menggambarkan perilaku suporter sepak bola yang sering ricuh, bahkan hingga mengarah pada tindak kekerasan dan merusak.
Kolase Jakmania dan Bobotoh (Foto: Fanny Kusumawadhani/kumparan & VikingPersib.com)
zoom-in-whitePerbesar
Kolase Jakmania dan Bobotoh (Foto: Fanny Kusumawadhani/kumparan & VikingPersib.com)
Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Evolution & Human Behaviour menunjukkan, kericuhan yang dilakukan oleh suporter tim sepak bola disebabkan karena adanya ikatan sosial serta keinginan untuk saling melindungi dengan pendukung lainnya.
ADVERTISEMENT
Dr. Martha Newson, antropolog di Centre for Anthropology and Mind di University of Oxford, melakukan penelitian terhadap 465 pendukung tim sepak bola Brazil. "Studi kami menunjukkan bahwa hooliganisme bukanlah perilaku yang dilakukan secara acak. Perilaku kekerasan hampir seluruhnya dilakukan kepada orang yang dianggap sebagai ancaman, biasanya pada fans dari kelompok saingan atau kadang-kadang pada polisi,” kata Newson dikutip dari Phys.org
Ia juga mengatakan, menjadi bagian dari penggemar fanatik sepak bola akan meningkatkan ancaman bahaya yang mereka terima, seperti menjadi target perilaku kekerasan dari pendukung lain, sehingga mereka harus selalu waspada dan saling melindungi.
The Jakmania dan Aremania (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
The Jakmania dan Aremania (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Newson meyakini bahwa perilaku yang berawal dari keinginan saling melindungi seperti ini juga terjadi pada suporter tim dari olahraga lain, dan bahkan tim yang tidak terkait dengan olahraga.
ADVERTISEMENT
"Psikologi yang mendasari kelompok untuk saling menyerang yang kami temukan di kalangan penggemar sepak bola kemungkinan adalah bagian penting dari evolusi manusia," ungkap Newson.
"Sangat penting bagi sebuah kelompok untuk berhasil mengalahkan musuh untuk melindungi sumber daya, seperti makanan, wilayah, dan pasangan, serta kami melihat warisan psikologi tribal ini dalam kelompok penggemar modern."
Newson yakin perilaku yang didasarkan atas ikatan sosial ini sebenarnya bisa didorong ke arah perilaku yang lebih positif, misalnya saling menolong mengumpulkan dana untuk orang-orang yang membutuhkan.