Isu Kesehatan yang Perlu Diperhatikan Indonesia Menurut Duta Sains AS

17 Oktober 2018 17:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Teknisi laboratorium menunjukan sample bakteri. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Teknisi laboratorium menunjukan sample bakteri. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ahli kesehatan masyarakat dan biosecurity University of Minnesota, AS, Dr. Michael Osterholm, mengatakan ada dua masalah kesehatan yang perlu menjadi perhatian para ahli medis dan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Yang pertama adalah penting untuk menekankan pentingnya isu keamanan kesehatan global," kata Osterholm saat ditemui kumparanSAINS di Kedutaan Besar AS di Jakarta, Rabu (17/10).
Pria yang menjadi Duta Sains untuk Keamanan Kesehatan (Science Envoy for Health Security) Pemerintah AS ini menuturkan, dengan memahami betul isu kesehatan global, maka hal tersebut dapat membantu ahli medis di Indonesia untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi penyakit yang mungkin menyerang masyarakat Indonesia.
Bukan hanya mengenai penyakit, isu kesehatan global yang harus diperhatikan pun meliputi lingkungan, seperti bagaimana peran lingkungan dalam penyebaran penyakit, ketersediaan air bersih, pertanian, serta penyakit-penyakit yang muncul dari interaksi manusia dengan hewan.
"Kalau digabungkan, mereka semua adalah isu yang sangat penting. Bagaimana kemudian kemampuan setiap negara untuk merespons krisis kesehatan yang muncul."
Dr. Michael Osterholm. (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Michael Osterholm. (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
Isu kedua yang kini menjadi kekhawatiran Osterholm adalah mengenai mutasi mikroba yang menyebabkan penyakit. Mutasi mikroba seperti yang terjadi pada beberapa bakteri ini menyebabkan mikroorganisme tersebut menjadi resisten alias kebal terhadap obat-obatan.
ADVERTISEMENT
Artinya, mikroba yang semula dapat dibunuh dengan menggunakan obat, kini telah mengembangkan kekebalan, sehingga obat yang tersedia saat ini sulit untuk membunuh mikroba tersebut.
"Banyak obat-obatan yang tidak lagi efektif karena mikroba sudah bermutasi agar tidak mati karena antibiotik," jelas Osterholm.
Penyebab fenomena mutasi mikroba memang saat ini sedang menjadi pembicaraan serius, dan pengguna antibiotik berlebihan seringkali dianggap sebagai penyebab resistansi bakteri terhadap obat-obatan. Penggunaan antibiotik berlebihan, baik untuk keperluan medis maupun untuk pertanian, menyebabkan mutasi bakteri yang kemudian membuat bakteri tidak mempan diatasi dengan obat-obatan. Bakteri yang telah bermutasi ini disebut juga sebagai superbug.
Osterholm menjelaskan, sebenarnya mutasi mikroba bukanlah hal yang baru dan telah terjadi jauh sebelum adanya antibiotik, bahkan sebelum manusia ada di Bumi
ADVERTISEMENT
Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti Amerika Serikat menunjukkan bahwa jutaan tahun yang lalu, ternyata sudah ada bakteri yang tidak dapat dibunuh oleh 14 macam antibiotik.
"Mikroba selalu bermutasi karena mereka bersaing memperebutkan tempat dan makanan dengan mikroba lain, karena itu mereka mengembangkan resistansi secara otomatis," kata Osterholm.
Namun, ia juga tidak menyanggah bahwa penggunaan antibiotik berlebihan telah menyebabkan mikroba mengembangkan resistansi secara lebih cepat.
"Sejak adanya penisilin tahun 1930-an, kita sudah menggunakan banyak sekali antibiotik untuk mengobati penyakit pada manusia, hewan, bahkan untuk mencegah penyakit. Hal ini membuat mikroba mengembangkan resistansi dengan lebih cepat."
Dr. Michael Osterholm (tengah) di Kedutaan Besar Amerika Serikat, Rabu (17/10/2018). (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Michael Osterholm (tengah) di Kedutaan Besar Amerika Serikat, Rabu (17/10/2018). (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
Salah satu kasus yang bahkan sempat ramai diperbincangkan adalah kemunculan gonore atau kencing nanah yang tidak dapat diobati dengan antibiotik. "Tidak pernah terpikirkan oleh saya kalau kita tidak bisa mengobati gonore," kata Osterholm.
ADVERTISEMENT
"Banyak yang harus kita lakukan terhadap isu ini. Satu, bagaimana kita bisa menggunakan antibiotik dengan lebih baik, bagaimana kita bisa membuat antibiotik yang baru, bagaimana kita menggunakan senjata lain, seperti vaksin, agar kita tidak perlu khawatir akan infeksi, lalu sanitasi."
Osterholm menilai, sejauh ini Indonesia termasuk negara yang aktif dalam menangani kedua isu tersebut. Ia juga memberikan apresiasi pada universitas di Indonesia dan Kementerian Kesehatan RI yang terlibat secara aktif dalam isu kesehatan masyarakat.
"Indonesia sudah mau bekerja sama dengan pihak luar. Kita memiliki masalah penyakit menular yang sama, dan harus dihadapi secara bersama-sama. Karena itu, kerja sama sangatlah penting."