Kata Para Ahli soal Penyebab Bencana Tsunami di Selat Sunda

23 Desember 2018 19:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gambar udara kondisi pesisir Pantai Tanjung Lesung yang di terjang tsunami. (Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar udara kondisi pesisir Pantai Tanjung Lesung yang di terjang tsunami. (Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pada Sabtu malam (23/12), suasana acara gathering karyawan PLN di Tanjung Lesung Beach Resort, Banten, awalnya begitu meriah. Sejumlah pengisi acara seperti band Seventeen atau duo Jigo yang terdiri dari komedian Ade Dora dan Aa Jimmy turut memeriahkan pertemuan malam itu.
ADVERTISEMENT
Tapi siapa sangka ketika band Seventeen beraksi di atas panggung, tak berapa lama air laut menerjang hingga luluh lantah. Penonton berhamburan dan situasi tidak terkendali saat itu.
Badan Meteorolgi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan bila naiknya air laut ke dataran di sekitar Pantai Anyer adalah tsunami yang terjadi di perairan Selat Sunda. Tsunami ini berdampak tidak hanya wilayah Banten saja, tetapi juga Lampung.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono menyatakan gelombang pasang air laut dan tsunami yang terjadi di Pantai Anyer, Serang, Banten, setinggi 0,9 meter. Gelombang air laut yang tinggi itu tidak dipicu oleh gempa bumi.
Kendaraan di sekitar villa di Tanjung Lesung yang hancur di terjang tsunami. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kendaraan di sekitar villa di Tanjung Lesung yang hancur di terjang tsunami. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
"Mencermati peristiwa tsunami di Pantai Barat Provinsi Banten pada tanggal 22 Desember 2018, malam hari sekitar pukul 21.27 WIB maka Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan tanggapan sebagai berikut, berdasarkan informasi peristiwa tersebut, BMKG segera melakukan analisis rekaman data sinyal seismik di beberapa sensor seismik terdekat dengan lokasi terjadinya tsunami," kata Rahmat dalam keterangannya yang diterima kumparan, Sabtu (23/12).
ADVERTISEMENT
Fenomena ini diakui cukup langka, karena tsunami tidak didahului oleh gempa bumi. Para ahli masih mengkaji fenomena tsunami yang langka ini untuk mengetahui penyebab pastinya.
Dalam pengertian umumnya, tsunami adalah serangkaian gelombang besar yang dihasilkan oleh gerakan tiba-tiba di dasar laut yang dapat terjadi akibat gempa bumi, tanah longsor bawah air, letusan gunung berapi, hingga meteor jatuh ke Bumi.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
Bukan Meteor Jatuh
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memastikan bahwa gelombang tsunami Selat Sunda bukan disebabkan oleh jatuhnya meteor, asteroid, atau benda antariksa lainnya.
"Tidak ada info benda jatuh antariksa. Benda jatuh dari sampah antariksa tidak akan berdampak besar," kata Ketua LAPAN, Thomas Djamaluddin ketika dihubungi kumparan, Minggu (23/12).
Thomas menduga, jika longsoran di dalam laut menjadi faktor penyebab terjadinya tsunami di Selat Sunda. Aaktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau juga dimungkinkan menjadi sumber tsunami. Mengingat ini semua masih dugaan, maka kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menemukan penyebab pastinya.
ADVERTISEMENT
Longsoran bawah laut
Di lain pihak, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan kemungkinan terbesar tsunami Selat Sunda disebabkan oleh longsoran bawah laut. "Longsoran bawah laut menjadi probabilitas yang paling tinggi," kata Kasubdit Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Wilayah Barat PVMBG Akmad di kantor PVMBG, Kota Bandung, Minggu (23/12).
Senada dengan Akmad, Kabid Mitigasi Gunung Api PVMBG Wawan Irawan juga menilai penyebab munculnya gelombang tsunami yang paling memungkinkan adalah akibat adanya longsoran di bawah laut, namun ia menyakini masih diperlukan pengamatan lebih dalam.
"Longsor bawah laut masih menjadi salah satu yang hipotesanya harus kita pecahkan. Gempa bumi sudah terpecahkan, nah, penyebab longsoran ini apa?" kata Wawan.
Kondisi di Kalianda, pesisir Lampung Selatan terdampak tsunami. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi di Kalianda, pesisir Lampung Selatan terdampak tsunami. (Foto: Dok. Istimewa)
Erupsi Gunung Anak Krakatau
ADVERTISEMENT
PVMBG melihat ada keterkaitannya dengan erupsi Gunung Anak Krakatau yang sudah terjadi sejak beberapa hari lalu. PVMBG mencatat, sebelum gelombang tsunami melanda Banten dan Lampung, terjadi aktivitas vulkanik Anak Gunung Krakatau yang sempat lontaran material letusan sebagian besar jatuh di sekitar tubuh gunung.
Koordinator Bidang Vulkanologi Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB) Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman, menuturkan bahwa aktivitas Gunung Anak Krakatau memang tercatat terus menggeliat akhir-akhir ini. “lebih dari 400 letusan kecil terjadi dalam beberapa bulan terakhir," katanya dalam pernyataan resmi.
Menurutnya, sebuah gunung yang terletak di tengah laut seperti halnya Anak Krakatau atau yang berada di pinggir pantai, sewaktu-waktu sangat berpotensi menghasilkan volcanogenic tsunami, yakni tsunami yang disebabkan aktivitas vulkanik gunung berapi.
ADVERTISEMENT
BMKG juga melihat tsunami yang terjadi di Selat Sunda merupakan akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, dua fenomena alam yang terjadi adalah bulan purnama dan erupsi Gunung Anak Krakatau. Namun berdasarkan analisisnya, tsunami yang terjadi berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
"Ini dua peristiwa berbeda tapi terjadi di waktu yang sama dan di lokasi yang sama, di perairan Selat Sunda. Pertama adalah erupsi anak Gunung Krakatau dan Kedua potensi gelombang tinggi. Namun ternyata setelah analisis lanjut, gelombang itu merupakan gelombang tsunami," kata Dwikorita saat jumpa pers di kantorya, BMKG, Jakarta Pusat (23/12).
Penjelasan BMKG soal tsunami di Lampung dan Banten. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penjelasan BMKG soal tsunami di Lampung dan Banten. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
Analisis berbeda disampaikan oleh Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar. Ia menduga, sejauh ini getaran tinggi yang disebabkan oleh aktivitas Gunung Anak Krakatau tidak menimbulkan efek gelombang air laut. Kecil kemungkinan tsunami di Selat Sunda itu disebabkan oleh Gunung Anak Krakatau.
ADVERTISEMENT
"Jadi itu baru dugaan. Aktivitas Anak Krakatau terhadap kejadian tsunami yang tadi malam itu baru ada dugaan," ucap Rudy saat dihubungi kumparan, Minggu (23/12).
Sampai saat ini, berbagai pihak masih mencari jawaban mengenai penyebab tsunami di Selat Sunda terjadi. Akibat bencana ini proses evakuasi korban masih terus dilakukan.
Beberapa daerah pesisir Selat Sunda, mulai dari Banten sampai Lampung Selatan mengalami dampak dari tsunami itu. Kabupaten Pandeglang, Banten, menjadi kawasan terdampak paling parah tsunami.
Per Minggu (23/12) pukul 16.00 WIB, BNPB mencatat ada 222 orang meninggal dunia, 843 orang luka-luka, dan 28 orang hilang. Selain itu, ada 556 unit rumah rusak, 9 unit hotel rusak berat, 60 warung kuliner rusak, 350 kapal dan perahu rusak.
ADVERTISEMENT