Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kenapa Warga Diimbau Tak Makan Ikan dan Kerang dari Teluk Ambon?
14 Januari 2019 10:53 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
ADVERTISEMENT
Kamis (10/1), Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Persampahan (DLHKP) mengeluarkan imbauan agar warga pesisir Teluk Ambon tidak mengambil serta mengonsumsi ikan dan kerang yang mati di Teluk Ambon. Himbauan dikeluarkan akibat adanya ledakan fitoplankton di sana.
ADVERTISEMENT
“Sehubungan dengan ledakan (blooming) fitoplankton di perairan Kelurahan Lateri dan Negeri Passo, Kecamatan Baguala hingga dusun Batu Koneng, Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, untuk itu diberitahukan kepada masyarakat di pesisir Teluk Ambon, terutama mereka yang mencari atau mengambil kerang-kerang (bia) maupun ikan yang terpapar mati, agar sementara waktu tidak melakukan kegiatan dimaksud serta tidak mengonsumsi guna menghindari hal yang tidak diinginkan,” tulis imbauan yang ditandatangani Kepala DLHKP Ambon, Lusia Izaak.
Lantas mengapa masyarakat diminta untuk tidak mengonsumsi ikan atau kerang dari daerah tersebut? Arief Rachman, peneliti oseanografi biologi plankton laut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI), mengatakan imbauan tersebut adalah langkah preventif paling efisien untuk mencegah masyarakat jadi korban atas kejadian ledakan fitoplankton di Teluk Ambon .
ADVERTISEMENT
"Di Indonesia teknologi yang secara cepat mendeteksi penyebab kematian ikan itu belum berkembang dengan baik. Jadi sulit untuk mengetahui dengan pasti apa yang menyebabkan ikan itu mati," kata Arief saat dihubungi kumparanSAINS, Senin (14/1/2019).
"Kalau misalnya hanya mati karena kehabisan oksigen, ya mungkin relatif masih memungkinkan untuk dikonsumsi. Tapi kalau dia mati karena penyebab lain, misalkan karena racun dari fitoplankton atau karena ada pencemaran, kan kita tidak tahu dan bisa berbahaya dampaknya," tambah dia.
Arief membenarkan bahwa ada beberapa jenis fitoplankton yang berbahaya, beracun, dan bisa membunuh ikan serta serta manusia yang kemudian mengonsumsinya. Tapi ia menambahkan bahwa biasanya banyak ikan mati akibat ledakan fitoplankton disebabkan oleh menurunnya kandungan oksigen di air.
ADVERTISEMENT
"Yang menyebabkan ikan mati biasanya, kalau oksigennya di air turun akibat blooming yang membuat tidak ada oksigen atau oksigen terlalu rendah. Memang ada fitoplankton yang bisa menghasilkan senyawa toksin, tapi memang tidak semua jenis, dan hanya jenis-jenis tertentu yang ada di indonesia," tutur Arief.
Arief sendiri mengatakan dirinya belum mengetahui pasti fitoplankton jenis apa yang blooming di Teluk Ambon. Ia menjelaskan bahwa kejadian blooming fitoplankton sering terjadi sejak tahun 90-an dan jenisnya berganti-ganti.
"Blooming fitoplankton, kami menyebutnya Harmful Algal Blooms (HABs) atau Marak Alga Berbahaya (MAB), cukup sering terjadi di Teluk Ambon sejak tahun 90-an dan jenisnya berganti-ganti. Beberapa termasuk jenis yang berbahaya atau beracun," jelasnya.
Arief memaparkan bahwa sebenarnya di beberapa ekosistem, seperti estuari, kejadian blooming fitoplankton adalah siklus alami dan bagian dari mekanisme daur nutrien (zat hara) di ekosistem tersebut. Tapi bila blooming terjadi di ekosistem yang seharusnya tidak bersifat eutrofik (kandungan nutrien tinggi), maka itu adalah anomali dan menandakan ada gangguan atau perubahan dalam keseimbangan siklus alami di ekosistem tersebut.
ADVERTISEMENT
"Sama halnya bila yang blooming adalah jenis-jenis yang masuk kategori noxious (mengganggu) atau berbahaya-beracun (toxin producers), itu pertanda ada anomali di ekosistem tersebut," pungkasnya.