Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Lulus Rehabilitasi, 2 Orangutan di Kalimantan Kembali ke Alam Liar
30 September 2018 10:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB

ADVERTISEMENT
Dua orangutan dewasa bernama Sisil dan Clara telah kembali ke habitat aslinya di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBHR) seusai menuntaskan tahap pra-pelepasan rehabilitasi di Pulau Salat, Kalimantan Tengah.
ADVERTISEMENT
Pulau Salat merupakan area rehabilitasi orangutan untuk tahap pra-pelepasan yang dikelola secara bersama-sama oleh PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) dan BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation). Program ini dirancang untuk mengurai kepadatan orangutan di fasilitas rehabilitas BOSF dengan cara mempercepat proses rehabilitasinya.
"Kelulusan dua orangutan ini merupakan sebuah pencapaian dari program konservasi Pulau Salat dan misi jangka panjang kami untuk mengembalikan orangutan ke alam liar,” ujar CEO BOSF, Jamartin Sihite, dalam siaran pers yang diterima kumparan.
"Pencapaian ini adalah bukti bahwa ketika para pemangku kepentingan berjuang bersama-sama, kita bisa melakukan hal-hal yang luar biasa, termasuk melestarikan spesies yang terancam punah," lanjutnya.

Sisil dan Clara dilepaskan di TNBBBHR pada tanggal 28 September 2018. Sisil merupakan seekor orangutan betina berusia 13 tahun, sedangkan Clara adalah orangutan betina berusia 12 tahun.
ADVERTISEMENT
Ketika Clara masih menjalani tahap pra-pelepasan di Pulau Salat, Clara pernah melahirkan seekor bayi yang diberi nama Clarita. Kini, Clarita telah berusia satu tahun dan keduanya bersama-sama dilepaskan di TNBBBR.
Mereka dilepaskan setelah melalui lebih dari 10 jam perjalanan melalui darat dan air, ditemani teknisi BOSF dan petugas SSMS.
“Rehabilitasi orangutan tetap menjadi prioritas utama SSMS karena orangutan di Kalimantan termasuk spesies yang terancam punah. Dari seluruh spesies orangutan, hanya terdapat sekitar 78,500 individu yang tersisa di alam liar,” ungkap CEO SSMS, Vallauthan Subraminam.
"SSMS bekerja sama dengan komunitas lokal, pemerintah, dan BOSF untuk membantu mengatasi faktor-faktor yang memaksa orangutan berpindah dari habitat aslinya, termasuk memperkuat standar keberlanjutan di seluruh operasi kami hingga mengajak komunitas lokal dalam program konservasi di sekitar area konsesi," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Hasil kerja sama dengan berbagai pihak
Sebelum melepas Sisil dan Clara, SSMS dan BOSF menerima perwakilan FONAP, sebuah forum kelapa sawit berkelanjutan asal Jerman, dalam sebuah kunjungan ke Pulau Salat.
Dalam kunjungan tersebut, delegasi FONAP menyanjung kerja sama yang berhasil mewujudkan Pulau Salat. Mereka menekankan kemitraan antar pemangku kepentingan sebagai elemen kunci yang patut dicontoh oleh pelaku industri lain.
“Sungguh menakjubkan untuk dapat menyaksikan para pemangku kepentingan bekerja bersama-sama untuk mencapai satu tujuan: mengembalikan orangutan ke alam liar,” ungkap Sascha Tischer, consultant stakeholder relations Germany dari Sustainable Agriculture Network, salah satu anggota FONAP.

Tischer mengaku terkesan dengan bagaimana SSMS dan BOSF melibatkan masyarakat sekitar untuk mendukung program Pulau Salat. Keterbukaan ini menurutnya akan memastikan keberlanjutan program Pulau Salat dalam menciptakan manfaat yang lebih banyak lagi di tahun-tahun yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Negara-negara Eropa, tempat asal FONAP, merupakan importir terbesar kedua dari minyak kelapa sawit Indonesia dengan nilai transaksi hingga Rp 41 triliun di tahun 2017, menurut data dari eeas.europe.eu.
FONAP memiliki 50 anggota yang terdiri dari perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, dan asosiasi, termasuk nama-nama besar seperti Ferrero, Unilever, dan Beiersdorf.