Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Malaysia berencana menciptakan hujan buatan menyusul kualitas udara di beberapa wilayah mereka yang semakin buruk dan berstatus tidak sehat. Pada Senin (9/9), pejabat Negeri Jiran menyebut, polusi udara di negara mereka diakibatkan oleh kabut asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan di Indonesia, demikian laporan Phys.
ADVERTISEMENT
Kabut asap secara rutin menyelimuti sebagian wilayah Asia Tenggara selama musim kemarau. Asap kebakaran hutan dari aktivitas perkebunan kelapa sawit, kertas, dan tanaman lainnya kemudian menyulut kemarahan negara-negara tetangga yang terkena dampak, termasuk Malaysia.
Kabar terbaru menyebutkan, kabut asap telah merebak ke sebagian wilayah Serawak, Malaysia, selama beberapa hari terakhir.
Menurut Gary Theseira, salah satu pejabat di Kementerian Lingkungan Malaysia, indeks polutan di sejumlah kawasan menunjukkan status udara berada pada level “sangat tidak sehat”.
“Di Kuching, kondisinya sangat parah,” terang Theseira kepada AFP sebagaimana diberitakan Phys.
Boo Siang Voon, salah seorang warga berusia 47 tahun di Kuching juga mengeluhkan kondisi langit yang berkabut karena tertutup asap.
“Tahun ini kabut asap semakin buruk. Warga menggunakan masker wajah. Kita seharusnya tidak membayar harga biaya kesehatan akibat kebakaran hutan. Kami mengharapkan segera ada solusi dari masalah ini,” keluh Sing Voon kepada AFP.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi masalah polusi udara ini, kata Theseira, Malaysia tengah mengupayakan penyemaian awan atau dikenal dengan istilah cloud seeding dalam rangka menciptakan hujan buatan. “Saat kondisi awan memungkinkan, bahan kimia akan disemaikan ke dalamnya. Pesawat akan lepas landas untuk melanjutkan proses penyemaian ini,” imbuhnya.
Tak hanya Malaysia, teknologi memodifikasi cuaca seperti ini juga dilakukan di beberapa negara untuk mengatasi kemarau berkepanjangan. Fungsinya untuk mempercepat turunnya hujan dan membersihkan udara dengan melepaskan bahan kimia tertentu ke dalam awan. Sejauh ini, beberapa ilmuwan sebenarnya masih mempertanyakan kemanjuran dari teknologi ini.
Selain Serawak, ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, juga terkena dampak dari kabut asap akibat kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Di saat yang bersamaan, negara tetangga Indonesia lainnya, yakni Singapura, juga dilaporkan menjadi sasaran kabut asap yang memicu polusi udara di negara tersebut. Meski begitu, indeks polutan di kedua kawasan masih berada pada tingkat sedang.
Pada Minggu (8/9) lalu, Departemen Meteorologi Malaysia telah memperingatkan bahwa cuaca panas akan berlangsung selama seminggu ke depan dan musim hujan diperkirakan tiba pada akhir September atau awal Oktober.
ADVERTISEMENT
Pada Jumat (6/9) lalu, Kementerian Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi Malaysia berjanji akan mendesak pemerintah Indonesia agar cepat mengambil tindakan untuk memadamkan api dari kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan. Hal ini menyusul banyak keluhan datang dari warga Kuala Lumpur yang mengaku mengalami gangguan kesehatan akibat kabut asap. Misalnya, ada beberapa warga yang mengeluhkan iritasi mata dan gangguan tenggorokan.
Di lain pihak, Indonesia juga telah mengerahkan ribuan personel tambahan semenjak bulan lalu, untuk mencegah terulangnya insiden kebakaran hutan pada 2015 silam. Peristiwa tersebut tercatat sebagai kebakaran hutan terburuk selama dua dekade terakhir. Akibat kejadian itu pula kabut asap tebal menyelimuti wilayah selama berminggu-minggu.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah mengisyaratkan akan memberikan sanksi kepada para pejabat negara yang tidak becus menangani masalah kebakaran hutan ini pada Agustus 2019 lalu. Sanksi tegas yang dimaksud Jokowi adalah dengan memecat pejabat negara tersebut.
ADVERTISEMENT