Mengapa Aroma Buku Tua Mirip Cokelat dan Kopi?

22 Januari 2018 11:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi buku-buku tua (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi buku-buku tua (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Buku memiliki aroma khas yang membuat para pencinta buku selalu tergila-gila pada wanginya. Terutama buku-buku lama dengan aromanya yang khas, dan ternyata aroma buku-buku lama tersebut membuat orang teringat pada cokelat.
ADVERTISEMENT
Dilansir Popular Science, pada studi yang dipublikasikan pada jurnal Heritage Science, peneliti dari University College London's Institute for Sustainable Heritage berhasil membuat sebuah skema klasifikasi yang dapat membantu menandakan suatu aroma dari masa lalu. Bahkan, skema ini mungkin dapat membantu mendiagnosis kondisi buku tua yang memburuk sebelum rusak sepenuhnya.
Studi ini awalnya dimulai oleh Matija Strlic, seorang ahli kimia yang melihat sejumlah peneliti mencium halaman kertas yang mereka baca. Strlic menanyakan kepada orang-orang itu kenapa mencium aroma bukunya, dan dijawab oleh para penliti jika mereka bisa mengetahui tipe material apa saja yang digunakan dalam buku itu lewat aromanya.
Hal inilah yang kemudian memberikan ide bagi Strlic untuk meneliti lebih lanjut tentangnya.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir, tentu kita dapat membuat suatu teknik ilmiah yang lebih akurat dibanding hidung manusia," kata Strlic.
Untuk melakukan studi tersebut, para peneliti mempelajari bagaimana orang bereaksi pada senyawa organik volatil (VOC) yang biasanya dikeluarkan buku-buku tua. Senyawa tersebut saat dicium oleh hidung kita akan diinterpretasikan sebagai bau atau aroma oleh otak.
Ilustrasi buku tua (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi buku tua (Foto: Pixabay)
Dalam penelitian ini, Strlic bekerja bersama sejumlah koleganya, termasuk bermitra dengan ilmuwan budaya Cecilia Bembibr untuk tak hanya mencari jejak kimiawi dalam buku, tapi juga bagaimana aroma bisa mempengaruhi orang yang menciumnya.
Mereka kemudian melakukan eksperimen pada para pengunjung dari Birmingham Museum and Art Gallery di Inggris. Dari hasil studi ini, ditemukan sebagian besar dari ke-79 orang yang diwawancarai mengidentifikasi buku tua memiliki aroma seperti cokelat. Suatu hal yang sudah diduga para peneliti.
ADVERTISEMENT
"Anda terbiasa untuk mengasosiasikan sesuatu yang familiar untuk mendeskripsikan suatu bau saat bau tersebut tak memiliki label," kata Cecilia Bembibre, dilansir Popular Science.
Ia juga menambahkan VOC yang dilepaskan dari cokelat dan kopi sangat mirip dengan VOC yang dilepaskan buku lama.
Selain itu, mereka juga mengadakan eksperimen pada para pengunjung perpustakaan St. Paul's Cathedral di London. Perpustakaan ini dipilih sebagai lokasi eksperimen karena aroma dari perpustakaan ini cukup terkenal setelah banyak pengunjung sering menuliskan aroma uniknya di buku tamu.
Aroma buku tua (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Aroma buku tua (Foto: Pixabay)
Untuk urusan aroma dari buku-buku tua di perpustakaan tersebut, para peserta eksperimen mengatakan aroma yang mereka cium adalah aroma hutan dan asap. Mungkin karena para pengunjung melihat pepohonan di sekitar perpustakaan.
ADVERTISEMENT
Untuk sekarang ini, memang masih belum banyak usaha untuk mengkonservasi aroma atau bau dalam usaha menyelamatkan buku-buku kuno. Dan hal tersebut yang tim studi ini coba ubah.
"Indera penciuman kita sangat dekat dengan pusat memori di otak, dan dengan demikian kita sangat sering mengasosiasikan memori dengan suatu bau yang sangat kuat," kata Strlic.
Ia juga menambahkan bau atau aroma juga dapat memicu kita untuk mengingat suatu memori lama yang tak dapat kita ingat dengan mudah. Hal itulah yang menyebabkan bau atau aroma memiliki peran penting dalam bagaimana kita merasakan suatu warisan dari zaman lampau.
Mungkin bisa membawa kamu kembali ke situasi di masa dahulu kala, atau merasa dejavu.
Harapan terbesar para peneliti dalam studi ini adalah untuk menunjukkan jika aroma juga dapat berkontribusi bagi pengalaman pengunjung museum atau perpustakaan.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir di masa depan kita bisa merasakan pengalaman multisensor di museum atau galeri seni," kata Strlic.