Peneliti: Bau Kentut Perokok dan Bukan Perokok Berbeda

1 Desember 2017 17:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kentut. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kentut. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Bau kentut perokok berbeda dengan bau kentut mereka yang telah berhenti merokok ataupun tidak pernah merokok.
ADVERTISEMENT
Demikianlah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Vrije Universiteit Medisch Centrum (VUmc), rumah sakit akademik Vrije Universiteit Amsterdam yang dikunjungi kumparan Den Haag (kumparan.com), Jumat (1/12).
Tim peneliti membandingkan bau kentut para perokok, mereka yang telah berhenti merokok dan sama sekali tidak pernah merokok dengan eNose, alat hidung elektronik yang berfungsi seperti hidung sungguhan.
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di majalah ilmiah Clinical Gastroenterology and Hepatology.
Menurut penelitian tersebut, merokok berpengaruh pada faecal volatile organic compounds (VOC) alias kandungan gas-gas dalam kentut. Para peneliti VUmc untuk pertama kali berhasil membuktikan bahwa gas-gas dalam usus dari para perokok aktif memiliki bau berbeda dari mereka yang telah berhenti merokok dan sama sekali tidak pernah merokok.
ADVERTISEMENT
Grafik Perbedaan Perokok dan Bukan Perokok (Foto: Dok. VUmc)
zoom-in-whitePerbesar
Grafik Perbedaan Perokok dan Bukan Perokok (Foto: Dok. VUmc)
Grafik menunjukkan bahwa bakteri-bakteri atau fungsi mereka di dalam usus besar berubah karena pengaruh merokok. Bakteri-bakteri ini bertanggung jawab atas sebagian besar gas yang terbentuk di dalam usus.
Perubahan dalam komposisi atau fungsi bakteri-bakteri itu dapat menjelaskan fakta mengapa para perokok lebih banyak menderita penyakit usus dan juga sebaliknya para perokok justru sedikit yang mengalami peradangan usus colitis ulcerosa.
Salah seorang peneliti yakni dr. Nanne K.H. de Boer, PhD, spesialis gastro, entero, dan hepatologi menyebut ini adalah penelitian dengan senyum, karena topiknya yang terdengar kurang nyaman atau sepele.
“Ini penelitian dengan senyum, tapi ada komponen yang serius juga. Kami tahu bahwa bau dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit usus. Merokok dengan parameter ini punya pengaruh signifikan, kemungkinan karena mikrobiom berubah atau berfungsi lain akibat merokok. Mungkin ini mekanisme yang mendasari mengapa merokok tidak baik bagi usus,” papar De Boer.
ADVERTISEMENT
Tim peneliti menggunakan hidung elektronik eNose, untuk mencium bau dari pup (kotoran) kelompok perokok aktif, perokok yang telah berhenti dan mereka yang sama sekali tidak pernah merokok. Monster kotoran dipanaskan sampai sama dengan temperatur tubuh dan gas yang keluar dideteksi dengan eNose.
Laporan reporter kumparan dari Den Haag: Eddi Santosa