Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Peneliti dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wahyudi Akmaliah, mengatakan bahwa media sosial (medsos) memberi dampak positif pada keterbukaan informasi. Namun begitu, menurut dia, medsos juga secara perlahan mematikan peran pakar yang kian kalah dengan buzzer medsos.
ADVERTISEMENT
"Tumbuhnya medsos internet memunculkan figur-figur baru micro-celebrity, inilah buzzer. Kemudian mengakibatkan sejumlah orang dalam ahli tertentu kemudian tenggelam di tengah kuatnya media sosial," kata Wahyudi dalam acara bedah buku karyanya berjudul "Politik Sirkulasi Budaya Pop" di Jakarta, Senin (16/9), sebagaimana diberitakan Antara.
Wahyudi menyatakan, fenomena medsos saat ini menjadikan buzzer laksana selebritas yang memiliki banyak pengikut dan setiap posting-annya lebih diperhatikan oleh "follower" mereka. Parahnya, lanjut dia, pendapat para buzzer dengan kedalaman kompetensi yang kurang ini justru lebih banyak dipercaya publik daripada pemikiran para pakar yang derajat keilmuannya lebih tinggi.
Sementara para pakar, kata Wahyudi, biasanya kurang aktif di media sosial dan tidak populer karena kesibukan mereka. Para ahli ini biasanya menuliskan pendapat mereka bukan lewat medsos, melainkan ke dalam jurnal, opini di media, dan semacamnya.
ADVERTISEMENT
"Ketika para pakar ini menulis, biasanya di media massa. Masyarakat tentu lebih tahu pendapat dan media terkait dibanding pribadi pakar," kata dia. Hal itu, lanjut dia, berbeda dengan posting-an buzzer yang sifatnya memiliki kedekatan dengan pengikutnya karena ada interaksi langsung.
"Kalau status di medsos, orang tidak hanya membaca isinya tetapi kemudian dia menjadi ramah dan tahu siapa yang menuliskannya, menjadi lebih bersahabat postingannya karena 'follower' tahu dan secara interaksi lebih dekat. Orang yang punya 'follower' banyak itu jauh lebih didengarkan," jelas dia.
Atas fenomena itu, Wahyudi mengajak para pakar, peneliti, dan akademisi untuk juga aktif di media sosial guna mengimbangi dampak sosial dari buzzer awam. Menulis dalam dunia dalam jaringan (daring/online), menurutnya, dapat mencegah kepunahan pakar di tengah tumbuhnya para buzzer yang bicara banyak isu tanpa pengetahuan mendalam.
ADVERTISEMENT
"Akademisi misal penting untuk terlibat di media dunia sosial. Kehadiran mereka di medsos penting untuk jadi penyeimbang. Perlu juga bagi akademisi memiliki ketekunan meladeni interaksi para follower-nya," tuturnya.